Maya, seorang gadis muda yang ambisius dan haus kekuasaan, bertemu dengan Arya, seorang pengusaha sukses yang memikat hati. Arya, dengan pesona dan rayuannya, menaklukkan hati Maya, tetapi Maya punya rencana lain. Ia melihat Arya sebagai jalan menuju kekayaan dan status. Ia mulai mempelajari Arya, memahami kelemahannya, dan memanfaatkan rasa frustrasinya dalam pernikahan.
"Aku sudah menikah, Maya," ujar Arya, suaranya terdengar berat. Ia mencoba jujur, namun hati Maya tak terpengaruh.
"Apa?" Mata Maya membulat, tapi bukan karena terkejut. Ia malah tersenyum licik.
"Ya, tapi aku tidak bahagia. Aku ingin bercerai," kata Arya, berharap Maya akan mundur.
"Bercerai? Kenapa? Apakah istrimu tidak mencintaimu?" Maya bertanya, dengan suara lembut yang penuh manipulasi.
"Tidak, dia mencintaiku, tapi..." Arya terdiam, menunggu kata-kata yang tepat.
"Tapi? Tapi... kamu tidak mencintainya?," tebak Maya, menghidupkan api keraguan dalam hati Arya.
"Itu... bisa dibilang begitu," jawab Arya, terjebak dalam permainan Maya.
"Kenapa kamu tidak berjuang untuk kebahagiaanmu? Kenapa kamu harus terkurung dalam pernikahan yang tidak bahagia?" Maya terus merayu, memanipulasi rasa frustasi Arya.
"Aku tidak tahu harus bagaimana," jawab Arya, semakin terjebak dalam jaring manipulasi Maya.
Maya melihat kesempatannya. Ia akan memanipulasi Arya untuk menghancurkan pernikahannya, dan kemudian merebut semua kekayaannya. Ia bertekad untuk menjadikan Arya sebagai budaknya, dan ia akan melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya.
*****
Janji Palsu
Arya mengajak Maya untuk bertemu di rumahnya. Melihat kemewahan rumah Arya, hati Maya berdebar. Ia membayangkan hidup bahagia di sana, berendam di bathtub marmer, mencicipi makanan lezat di ruang makan yang luas, dan berbelanja di butik-butik mewah.
"Aku ingin kamu menjadi istriku, Maya," ucap Arya, tangannya menggenggam tangan Maya.
"Tapi, bagaimana dengan istrimu?" tanya Maya, mencoba menunjukkan keraguan, padahal dalam hatinya ia gembira.
"Dia akan setuju. Aku sudah membicarakannya," jawab Arya, matanya berbinar.
Maya tersenyum sinis. Ia tak percaya Sekar, istri Arya, akan menerima kehadirannya dengan mudah. Ia yakin bahwa Sekar memiliki rencana tersendiri.
"Selamat datang, Maya," ucap Sekar, senyum tipis terkembang di bibirnya. "Semoga kamu betah di sini." Suaranya terdengar lembut, namun matanya menatap tajam ke arah Maya.
Maya merasakan kejanggalan dalam ucapan Sekar, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Ia tahu bahwa Sekar bukanlah wanita yang mudah dikalahkan. Ia harus berhati-hati dan menjalankan rencananya dengan cermat.
"Arya, aku tak sabar untuk menjadi istrimu! Aku akan menjadikan rumah ini lebih bercahaya dari sebelumnya," bisik Maya dalam hati, seraya menatap rumah mewah Arya dengan tatapan yang penuh keinginan. "Aku akan menggunakan kecantikan dan keahlian ku untuk memanjakan Arya. Aku akan membuatnya lupa pada istrinya yang ketinggalan jaman itu. Aku akan mengambil semua harta dan kekuasaan Arya, dan akan membuat Sekar menyesal telah menghalangi jalan ku."
"Oh, Maya, kamu sangat naif," gumam Sekar dalam hati. "Kau berpikir bisa mengalahkan ku? Aku akan membiarkan mu bermain di rumah ku, menikmati kemewahan sementara. Aku akan menunjukkan padamu apa artinya menjadi istri Arya yang sejati. Aku akan membuat hidup mu menjadi neraka, dan aku akan memastikan Arya akan selalu mencintai ku."Gumam sekar dalam hatinya.
*******
Hari pertama Maya di rumah Arya terasa seperti mimpi. Ia menikmati kemewahan, mencicipi makanan lezat yang disiapkan oleh koki, dan berjalan-jalan di taman yang indah. Ia merasa seperti seorang putri, diluar dugaan, Sekar memperlakukannya dengan baik di depan Arya.
"Selamat datang, Maya. Semoga kamu betah di sini," kata Sekar dengan senyum manis. Ia bahkan menawarkan untuk membantunya merapikan kamar.
Maya terkejut, ia mengharapkan perlawanan yang keras, namun Sekar terlihat sangat menyenangkan.
"Terima kasih, Sekar," jawab Maya, "Aku sangat senang berada di sini."
Namun, keesokan harinya, ketika Arya keluar rumah untuk perjalanan bisnis, wajah Sekar berubah. Ia mulai menunjukkan sifat sebenarnya.
"Bersihkan kamar ini sekarang juga! Dan jangan berani sentuh barang-barang ku!" teriak Sekar pada Maya.
"Tolong, jangan bentak aku," jawab Maya, suaranya bergetar. "Aku lelah."
"Lelah? Kamu pikir hidup di rumah ini mudah? Kamu hanya pelakor yang ingin mencuri suamiku! Kamu pantaskah diperlakukan dengan baik?" Sekar mengejek Maya dengan kejam.
"Aku mencintai Arya," kata Maya, suaranya gemetar.
"Cinta? Hahaha! Kamu hanya mencintai hartanya. Kamu tidak akan mendapatkannya! Arya hanya milikku!" Sekar berteriak.
"Kau berani menentang ku?" Sekar mencengkeram lengan Maya dengan kuat. "Ingat baik-baik, aku yang berkuasa di rumah ini. Kau hanya seorang pembantu yang tak berarti!"
Maya mencoba untuk melepaskan cengkeraman Sekar, namun Sekar jauh lebih kuat darinya.
"Aku tidak akan biarkan kau menghancurkan hidup ku!" teriak Maya, air matanya mengalir deras.
Namun, Sekar tertawa sinis. "Kau tidak akan bisa melawan ku. Kau akan menyesal telah mencoba mencuri Arya dariku!"
Maya merasakan bahwa ia telah terjebak dalam perangkap yang mematikan. Ia bertekad untuk melakukan apa saja untuk mempertahankan cintanya dan merebut Arya dari Sekar.
"Aku akan mengalahkanmu, Sekar," bisik Maya dalam hati. "Aku akan mendapatkan Arya dan semua hartanya. Kau akan menyesal telah memperlakukan ku dengan kejam."
*******
Oke, mari kita lanjutkan cerita ini!
Babak 4: Pelarian yang Tak Terduga
Kehidupan Maya di rumah Arya menjadi mimpi buruk. Ia disuruh membersihkan rumah, mencuci, memasak, dan mengerjakan segala sesuatu. Sekar tidak pernah memberinya istirahat. Sekar selalu mencari-cari kesalahan dan membentaknya.
"Kau tidak bersih-bersih dengan benar!" teriak Sekar. "Dan jangan berani sentuh barang-barang ku!"
"Tolong, jangan bentak aku," jawab Maya, suaranya bergetar. "Aku lelah."
"Lelah? Kamu pikir hidup di rumah ini mudah? Kau hanya pelakor yang ingin mencuri suamiku! Kau pantaskah diperlakukan dengan baik?" Sekar mengejek Maya dengan kejam.
"Aku mencintai Arya," kata Maya, suaranya gemetar.
"Cinta? Hahaha! Kamu hanya mencintai hartanya. Kamu tidak akan mendapatkannya! Arya hanya milikku!" Sekar berteriak.
Maya mencoba untuk mengadukan perlakuan Sekar pada Arya, namun Arya tidak pernah mau mendengarkan.
"Sekar menyayangimu sekali. Jangan berkata buruk tentang dia," kata Arya.
"Tapi, Arya, dia menyiksaku!" Maya berkata dengan mata yang memerah. "Dia selalu membentak aku dan memaksaku bekerja tanpa henti."
"Jangan berbohong, Maya. Sekar adalah wanita yang baik. Kau yang berbohong dan mencoba untuk membuat masalah," jawab Arya.
"Aku tidak berbohong!" Maya menangis. "Sekar yang berbohong. Dia selalu menyiksaku, dan dia mencoba untuk menghancurkan hidupku."
Sekar mendengar percakapan mereka dari balik pintu. Ia menggeleng kepala dengan sinis. "Lihat lah, Arya. Dia mencoba untuk membuat mu membenci aku," kata Sekar, suaranya bergetar dengan kemarahan. "Dia mencoba untuk menghancurkan rumah tangga kita. Kau harus mempercayai ku."
Arya terlihat bingung. Ia tidak tahu siapa yang harus ia percaya. Ia melihat Maya yang menangis dan Sekar yang terlihat marah.
"Aku tidak tahu apa yang harus ku percaya," kata Arya.
"Arya, kau harus mempercayai ku," kata Sekar.
"Tapi..." Arya terdiam, ia masih ragu.
"Aku akan membuktikan bahwa aku benar," kata Sekar. "Aku akan menunjukkan padamu siapa yang menyiksaku."
Sekar kemudian merubah penampilannya. Ia menyisir rambutnya dengan sembrawut, menyobek bajunya, dan mengoyak wajahnya dengan kuku. Ia menangis dengan keras dan berteriak bahwa Maya yang menyiksanya.
Arya terkejut melihat penampilan Sekar yang berantakan. Ia percaya pada kata-kata Sekar dan marah pada Maya.
Maya merasa terpuruk. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana.
******
Bisikan Kemarahan
Malam itu, Arya tertidur pulas di samping Sekar, sementara Maya berbaring di bilik kecil di ujung koridor. Kamar itu sempit dan dingin, seperti penjara yang memperangkap mimpi-mimpinya.
Maya memandang gelapnya langit melalui jendela kecil. Ia merasa terjebak dalam lingkaran setan. Ia ingin melarikan diri dari neraka ini, tetapi ia tak tahu kemana harus pergi.
"Aku tidak akan biarkan mereka menghancurkan hidup ku!" gumam Maya, matanya menyala dengan amarah.
Ia ingat kata-kata Sekar yang mengancam, "Kau hanya pelakor yang ingin mencuri suamiku! Kau pantaskah diperlakukan dengan baik?"
"Mereka akan menyesal!" gumam Maya, kepalanya penuh dengan rencana licin.
Ia memikirkan segala kejahatan yang telah dilakukan Sekar padanya. Ia merasa sakit hati dan ingin membalas dendam.
"Aku akan mendapatkan semuanya kembali!" teriak Maya, suaranya bergetar dengan kemarahan.
Ia mencuri sebuah kotak perhiasan yang berisi kalung berlian milik Sekar. Kemudian, ia berlari keluar dari rumah itu.
"Aku harus pergi! Aku harus bebas!" teriak Maya dalam hati.
Ia berlari tanpa tujuan. Hanya ingin menghilangkan diri dari rumah Arya yang penuh dengan kesedihan dan penyiksaan.
Penyesalan dan Kesadaran
Maya berlari tanpa tujuan. Ia tersesat di tengah kota yang ramai dan asing. Ia mencari penginapan yang murah, namun ia tak memiliki uang yang cukup.
Ia merasa kecewa dan terpuruk. Ia mengerti bahwa ia telah melakukan kesalahan besar. Ia telah menghancurkan rumah tangga orang lain dan ia telah kehilangan diri sendiri.
"Aku bodoh!" Maya berteriak, air matanya mengalir deras. "Aku telah terbuai oleh keinginan ku sendiri. Aku telah menghancurkan segalanya."
Maya menyesali semua kesalahan yang telah ia lakukan. Ia menyesali hasrat yang telah membutakannya dan menghancurkan hidupnya.
"Aku harus berdamai dengan masa laluku," gumam Maya. "Aku harus memaafkan diriku sendiri."
Ia merasa terpuruk dan tak tahu harus bagaimana. Ia ingin menemukan kebahagiaan sejati, namun ia tak tahu dari mana harus memulai.
"Aku harus mencari jalan keluar dari neraka ini," gumam Maya. "Aku harus menemukan diriku sendiri kembali."
Dengan hati yang berat, Maya meninggalkan kota itu dan kembali ke kampung halamannya. Ia berharap suatu hari ia bisa menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.