Pagi yang cerah, matahari bersinar dengan indah. Suasana semakin terasa nyaman saat angin yang berhembus pelan, menggoyangkan dedaunan dan bunga yang bermekaran.
Di sebuah desa yang asri membuat siapa pun akan berdiri dan menghirup aroma alam yang kaya. Para penduduk mulai keluar rumah dengan barang barang yang ada di tangan mereka. Senyum manis mengambang saat berjumpa penduduk lainnya.
Di ujung desa terdapat sebuah rumah sederhana namun indah di pandang. Rumahnya bersih dan menyegarkan mata saat melihatnya. Apa lagi ada suara tawa di samping rumah membuat suasana semakin indah.
" kak, ayok kejar mia. " Seorang bocah berteriak dengan semangat.
Sang kakak menatap sang adek dengan tersenyum. " Nanti aja ya, kita harus menyapu dulu. "
" Ais!...kak kia gak seru deh. " Bibir kecil Mia cemberut.
Melihat itu kia tidak tega. Adiknya masih berumur 6 tahun sedangkan dirinya berumur 8 tahun. Kia adalah sosok kakak yang tidak akan tega melihat adik sedih apalagi menangis.
" Baiklah. "
Mia jingkrak-jingkrak kesenangan lalu berlari dengan semangat. " Kejer kalau bisa, wlekkk!.." Mia menjulurkan lidahnya.
Melihat tingkah adiknya yang menggemaskan membuat kia merasa tertantang untuk menangkapnya.
" Jangan lari kamu ya!." Kia menambahkan kecepatan dengan tangan yang menjulur kedepan seolah akan mengakap Mia.
" Huaaaa!...ada moster!, tolong!...tolong!.." jerit Mia dengan wajah ketakutan dengan langkahnya yang sangat cepat.
" Agrrrrrr!..sini adik kecil, moster ini sangat lapar. " Kia mengikuti peranan yang Mia buat.
Mia dengan langkah kecil namun cepat sesekali melihat kebelakang. Di saat dia ingin melihat kedepannya, matanya membulat saat sebuah pot buang di depannya. Kaki yang cepat membuat tidak dapat berhenti.
" Aaaa!.."
Cetar!
Pot yang berisi bunga indah larua berserakan di tanah. Mia sendiri merasa terkejut hingga terduduk ketakutan.
" Ka..kak." bibir kecil itu bergetar, antara takut dan kaget.
Kia yang melihat itu langsung memeluk sang adik dengan cemas. " Kamu gak apa apakan Mia? Ada yang luka tunjukan kakak. "
Mia menggelengkan kepalanya tidak apa apa. Tapi matanya tertuju pada bunga. " Itu kak..."
Mata kia tertegun saat benda yang di tabraknya. " Tidak apa-apa. Kakak di sini. " Kia mengelus pelan kepala Mia.
" Apa yang lakukan. "
Dua adik kakak itu mengalihkan tatapannya pada pria yang merupakan ayah mereka, Rudi.
" Kalian..." Rudi menatap bunga kesayangan almarhumah istrinya yang sudah berserakan.
Matanya menatap kedua anaknya dengan tajam.
" Ayah aku bersalah, tolong hukum aku. " Kia menarik Mia ke belakang. Kini dia langsung berhadapan langsung dengan sang ayah.
" Kak..."
" Sut!, diam. " Kia melirik sang adik malah menangis dalam diam. Dia tidak berani menatap sang ayah. Baginya ayah sangat jahat, kesalahan sedikit langsung di hukum.
Sedangkan kia tau sifat ayah berubah 180⁰ semenjak kematian ibunya. Jadi semenjak itu kia lah yang berada di depan adiknya saat seperti ini.
Tak!
Tak!
Tak!
Kia memejamkan matanya saat sang ayah memukul tangannya dengan penggaris. Tangan kecilnya memerah. Di saat selesai Rudi masuk ke rumah tanpa menoleh pada kedua anaknya.
" Huaaa!..kak!.." barulah Mia berani mengeluarkan suara yang dari tadi di tahan. Wajah nya memerah dengan ingus yang mengalir di hidung nya.
" Jangan menangis,kakak gak apa apa kok." Kia memeluk Mia dengan sayang, mencoba menenangkan adiknya.
" Tapi kak..hik. " Mia cegukan dengan mata berair dia memegang tangan sang kakak yang merah.
" Kenapa kakak selalu baik sama Mia?. "
" Apasih yang kamu bicarakan dek, ya pasti karena kakak menyayangi mu lah, jadi jangan menangis nanti Kakak juga menangis. " Bibir kia manyun dengan ekspresi mewek.
" Mia tidak menangsi kok. " Buru buru dia menghapus air mata dan ingusnya.
Melihat itu kia tertawa. " Kakak menyayangi Mia, Apapun kakak lakukan agar adik kakak ini tersenyum. " Kia mencubit pipi cuby Mia.
" Benarkah?."
Kia mengangguk. " Iya bener, apasih yang enggak buat kamu. Mengambil bintang di angkasa aja kakak Ambilin. " Candanya berhasil membuat Mia tertawa. Kini mereka bermain dengan senyuman dan tawa seolah kejadian barusan sama sekali tidak pernah terjadi.
Tamat