"Kapan ya kita kayak gini lagi?" tanya Sherin sambil menatap langit-langit sore.
"Mungkin kapan-kapan. Soalnya semakin dewasa semakin sedikit waktu untuk bermain" sahut Jendral penuh keyakinan.
"Tapi kok aku gak yakin, ya?" perasaan sherin mulai berkecamuk tak karuan.
Rasanya sangat berat jika harus menjauh dari jendral.
"Kalo kita kesini lagi, kamu bakal bawa pasangan?" tanya sherin tiba-tiba.
Jendral lantas menoleh, tak faham dengan apa yang sherin ucapkan.
"Gamungkin lah. Aku cuman cinta sama kamu, kamu tahu itu kan?" sherin mengangguk, dan langsung beranjak dari duduknya.
"Ayok pulang. Udah mau malam" mereka pergi dengan bergandengan.
Satu minggu telah berlalu. Sejak itu jendral tak lagi bertemu dengan sherin, bahkan untuk komunikasi pun tidak lagi.
Jendral mulai resah, karena tak biasanya sherin seperti ini. "Kamu kemana sher?" gumam jendral.
Jendral langsung pergi dengan sepeda kuning kesayangannya, pergi untuk menemui sherin dirumahnya.
Saat tiba di depan rumah sherin. Rumah itu nampak sepi bak tak berpenghuni. Kemana mereka? Tanya jendral dalam hati.
"Cari siapa dek?" tanya ibu-ibu. Jendral menoleh. "Cari sherin, yang tinggal dirumah ini" balas jendral.
"Udah pindah dek. Adek terlambat sih datangnya"
"Kalo boleh tahu pindah kemana ya?" tanya jendral penasaran. "Emangnya adek gatau?" jendral menggeleng pelan.
"Sejak neng sherin meninggal, mereka milih pindah. Katanya biar gak terlalu sedih"