Kamar 201 malam ini resmi dihuni Melissa yang baru saja selesai berkuliah. Dia sekarang bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik bonafit. Tentu saja dia harus tepat waktu, tidak boleh telat. Oleh sebab itu dia tinggal di kos ini.
Melissa atau Misa punya sifat unik. Dia selalu menulis setiap penasaran. Entah itu hiburan ataupun kelimuan. Gara-gara sifat itu, Misa lulus lebih cepat daripada temannya.
Andina, teman kuliahnya, datang pada malam itu selagi Misa baru saja beberes. Kamarnya bersih dan wangi. Andina sampai teringat masa lalu ketika mencium aroma itu, walau masih belum lulus kuliah.
Misa saat masih berkuliah gemar memberi wewangian di kosnya. Teman-temannya yang sering berkunjung sampai hapal dengan wangi itu. Harum seperti hujan yang turun di pekarangan taman bunga.
Setiap Andina mencium aroma itu, mungkin ingatannya selalu berujung kepada Misa yang gemar menulis.
"Misa, tolong, ya."
Beberapa hari yang lalu, Misa janji akan membantu Andina mengerjakan skripsi. Tentu saja dengan berat hati. Soalnya Misa baru saja pindah dari kos lamanya. Tetapi, sebagai teman yang penolong, Misa masih tulus membantu.
Misa dan Andina menghabiskan malam dengan mengoreksi serta menukar pikiran tentang penyajian data, pembahasan, juga hal-hal yang terlewat dalam karya tulis ilmiah.
Kemudian Misa meninggalkan Andina sebentar.
"Pergi dulu, ya."
Andina merasa nyaman di kamar ini. Selain wangi, kebersihan dan kerapian tidak kalah saing. Warna yang saling melengkapi antara kasur dan dinding, serta prabot yang lain, membuat Andina masih terkesima dengan sosok Misa yang gemar menulis.
"Lagi-lagi, Misa buat ngeri."
Andina beranjak dari karpetnya. Dia ingin buang air kecil. Selagi di kamar mandi, Andina mendengar bisik-bisik. Seseorang mengawasinya di luar sana.
"Siapa..?" gumam Andina.
"Itu bukan Misa."
Saat pintu kamar mandi perlahan dibuka. Andina bersiap sekuat tenaga melawan kalau itu mengancam nyawanya.
"Misa? jangan aneh-aneh, ya."
Pelan-pelan Andina berjalan ke pintu kamar. Bisikan itu mulai nyaring. Ketika telinga Andina terpasang, disitu tubuhnya panas dingin.
Siapapun di luar sana, benar-benar bukan Misa. Bau rokok tercium kuat. Ada dehem dari suaranya yang dalam. Apa yang harus Andina perbuat?
"Halo."
"Iya?"
"Ini kamar 201, ya."
"Benar, ada apa?"
"Um, ada paket mba."
"Oh, simpan saja di pintu."
"Ini COD, mba."
Andina mau tidak mau membuka pintu itu. Ketika mata mereka bertemu, Andina kaku sekujur tubuh.