Di dunia Murim, kekuatan menentukan segalanya. Zhang Lim, seorang pemuda lemah tanpa bakat seni bela diri, selalu hidup dalam bayang-bayang keluarganya yang terhormat. Ia menjadi bahan cemoohan dan sering menerima perlakuan kasar dari kakak tertuanya, Zhang Wei, yang dikenal kuat dan ambisius. Setiap malam terasa seperti neraka bagi Zhang Lim, tetapi yang paling menyakitkan adalah rasa tidak berdaya yang terus menghantuinya.
Pada malam kelam itu, hidup Zhang Lim berubah selamanya. Tuduhan palsu dilemparkan padanya, bahwa ia telah melecehkan tunangan kakak tertuanya, seorang wanita cantik bernama Li Mei. Meski Zhang Lim bersumpah bahwa ia tidak bersalah, tak ada yang mendengarkannya. Dengan amarah yang membara dan tanpa rasa belas kasihan, Zhang Wei memimpin eksekusi di halaman rumah keluarga Zhang, di mana para pengawal keluarga berkumpul tanpa perasaan.
Saat pedang berkilau itu menghunus dadanya, Zhang Lim merasakan rasa sakit yang luar biasa, diikuti oleh kegelapan yang dingin dan sunyi. Dunia seolah terhenti saat nyawanya terlepas dari tubuh yang ringkih.
Namun, saat Zhang Lim membuka matanya lagi, ia menemukan dirinya di dalam sebuah kamar mewah dengan ornamen yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dada yang seharusnya hancur terasa utuh, meski masih ada sisa perasaan sakit yang samar. Sebelum ia bisa memahami apa yang terjadi, pintu kamar terbuka perlahan, memperlihatkan seorang pelayan perempuan muda dengan mata lebar yang terkejut.
“Tuan muda, Anda sudah sadar?” ucap pelayan itu dengan nada lega, sebelum bergegas keluar memanggil seseorang. Zhang Lim berusaha duduk, meski tubuhnya terasa berat dan asing. Ia memandang kedua tangannya, menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda. Kulitnya lebih halus, tanpa bekas luka yang selalu menghiasi lengan dan tangannya yang dulu.
Beberapa saat kemudian, seorang pria paruh baya berambut abu-abu masuk ke kamar. Mata tajamnya menatap Zhang Lim dengan campuran kekhawatiran dan harapan. “Zhang Tian... putraku, kau telah kembali dari pintu kematian,” suara pria itu bergetar, penuh emosi.
Zhang Lim terdiam, hatinya berdegup cepat. “Zhang Tian?” pikirnya. Ternyata ia tidak lagi berada dalam tubuhnya yang lama. Ia telah bereinkarnasi sebagai anak seorang pria berpengaruh di dunia Murim yang berbeda.
Zhang Lim menelan ludah, mencoba mencerna situasi yang tak masuk akal ini. Ia, yang telah mati di tangan kakaknya, kini berada di tubuh seorang pemuda bernama Zhang Tian, putra dari pria kuat yang memiliki aura mengintimidasi namun penuh kasih sayang. Zhang Lim tidak mengerti kenapa atau bagaimana ini bisa terjadi, tapi satu hal yang ia tahu: kesempatan ini tidak boleh disia-siakan.
"Terima kasih, Ayah," kata Zhang Lim, mencoba meniru cara bicara pemuda yang tubuhnya kini ia tempati. Pria itu, yang ternyata adalah kepala klan Feng, Zhang Bao, tersenyum tipis dan mengusap rambut putranya.
"Kami semua berpikir kau tak akan selamat setelah serangan musuh itu, tapi nyatanya kau lebih kuat dari yang terlihat," ujar Zhang Bao.
Zhang Lim mulai mengumpulkan informasi. Tampaknya, tubuh ini adalah milik seorang pemuda yang hampir mati dalam sebuah serangan mendadak oleh klan saingan. Tidak ada waktu untuk memikirkan kenapa ia mendapat tubuh ini. Zhang Lim mengingat bagaimana rasa ketidakadilan dan penderitaan terus menghantuinya di kehidupan sebelumnya. Kini, ia memiliki kekuatan yang bisa ia gunakan untuk mengubah nasibnya.
Malam berganti, Zhang Lim mulai memahami bahwa klan Feng adalah salah satu klan terkuat di dunia Murim, terkenal karena seni bela diri legendaris mereka, Tarian Api Naga. Zhang Tian, meskipun berasal dari garis keturunan terkuat, memiliki tubuh yang lemah sebelum insiden serangan. Namun, sekarang jiwa Zhang Lim yang terperangkap dalam tubuh ini membawa semangat baja dan pengalaman pahit yang tak terhapuskan.
Hari demi hari, Zhang Lim mulai berlatih dengan keras. Tak seperti kehidupan sebelumnya, kali ini ia bertekad untuk menguasai seni bela diri klan Feng. Ketekunannya membuahkan hasil; dalam beberapa bulan, ia mulai menguasai teknik dasar Tarian Api Naga, memukau para instruktur dan anggota klan lainnya. Kejayaan baru mulai tercium di udara, dan Zhang Lim, dengan kesadaran penuh akan masa lalunya, merencanakan langkah selanjutnya: balas dendam terhadap klan Zhang dan kakak tirinya, Zhang Wei.
Berita tentang kemajuan pesat Zhang Tian menyebar cepat di kalangan Murim. Mata-mata dari berbagai klan mulai mengawasi gerak-geriknya, dan kabar tersebut akhirnya sampai ke telinga Zhang Wei. Amarah dan rasa penasaran menggerakkan Zhang Wei untuk menyelidiki sosok baru ini. Tanpa ragu, ia memimpin kelompoknya ke markas klan Feng dengan alasan kunjungan persahabatan, padahal hatinya dipenuhi niat busuk.
Zhang Lim menunggu saat yang tepat. Ketika Zhang Wei tiba, pertemuan itu diatur di aula utama yang megah. Wajah Zhang Lim berseri-seri penuh keyakinan saat ia melihat kakaknya, pria yang dulu menghabisi nyawanya dengan tanpa ampun. Pandangan mereka bertemu, dan untuk sesaat, Zhang Wei merasa merinding, seolah ada nyala api dendam di mata adiknya.
“Zhang Tian, perkenalkan dirimu,” perintah Zhang Bao tanpa tahu latar belakang kelam yang mengikat dua saudara itu. Zhang Lim maju selangkah, senyum tipis menghiasi wajahnya.
“Aku adalah Zhang Tian dari klan Feng,” suaranya tegas dan dingin, “dan aku menantang Zhang Wei dalam duel resmi di depan semua yang hadir.”
Keheningan menyelimuti ruangan, disusul oleh tawa meremehkan dari Zhang Wei. “Kau menantangku, bocah? Beraninya kau—”
“Beraniku datang dari kebenaran,” Zhang Lim memotong, mengangkat tangannya yang mulai berkilauan oleh energi Tarian Api Naga. Wajah Zhang Wei berubah pucat saat menyadari kekuatan lawannya bukan sekadar gertakan.
Pertarungan berlangsung sengit. Zhang Lim mengerahkan semua yang ia pelajari, mengenang semua penderitaan dan keputusasaan masa lalunya untuk mengobarkan semangatnya. Akhirnya, dalam serangan mematikan yang membelah udara dengan gemuruh, Zhang Lim menjatuhkan Zhang Wei. Darah segar menetes dari ujung pedangnya, menandakan kemenangan yang telah lama dinanti.
Aula terdiam, hanya suara napas Zhang Lim yang terdengar. Ia menatap kakaknya yang tersungkur, lalu berkata dengan suara rendah, “Inilah balasan atas semua penderitaan yang kau timpakan padaku.”
Klan Feng gempar oleh kemenangan sang pewaris yang dianggap lemah, sementara klan Zhang terguncang oleh kehilangan putra tertuanya. Zhang Lim, yang kini menjadi Zhang Tian, berdiri tegak, menyadari bahwa kehidupannya yang baru telah membawanya pada kekuatan yang lebih besar. Kekuatan untuk melindungi dan membalas dendam dengan keadilan yang sejati.
Zhang Lim menatap masa depan dengan mata penuh harapan. Di dunia Murim, ia bukan lagi pemuda yang lemah tanpa harapan. Ia adalah api yang akan menerangi jalan baru—api yang membawa dendam dan kebebasan.