"Yap, surat itu punyaku." perempuan itu bilang tanpa ragu.
Sementara itu, laki-laki yang kehabisan kata-kata balik bertanya. "Tapi, kau perempuan paling cantik di sekolah. Ada alasan apa menyatakan perasaanmu kepadaku?"
Perempuan yang mula tersenyum yakin itu, tiba-tiba merah. Matanya yang seketika terbalalak sadar seakan bangun dari tidur setelah lewat waktu alarm. Dia menutup mukanya yang manis, lalu meninggalkan laki-laki ini sendirian di parkiran motor.
"Ternyata Dila punya rasa malu."
Setelah kejadian itu, Dila kembali seperti biasa. Tidak mudah berbagi tawa, jutek, selalu memerintah, emosian, dan lugas. Andi hanya bisa mengira kalau hari itu adalah mimpi di siang bolong. Sikap Dila sama sekali tidak berubah.
Andi mulai meradang. Dia risih dengan sikap Dila yang begitu saja melupakan perasaannya.
"Dila sehebat itu menjadi orang..."
Terkadang Andi berpikir kalau dirinya hanya korban lain dari cinta yang pernah Dila nyatakan. Memang menyakitkan, tetapi bila begitu adanya, Dila bisa jadi perempuan tegar. Andi berpikir dia harus menyatakan cintanya juga kepada Dila.
Ketika kelas 8-10 berakhir, Andi mendatangi kelasnya. Selagi Dila duduk membereskan mejanya, Andi memanggil namanya.
"Dila."
Semua orang memperhatikan Andi yang tiba-tiba memanggil Dila. Laki-laki berkacamata dengan paras biasa-biasa saja itu menyebut nama seorang ratu sekolah begitu saja di depan pintu kelas 8-1.
"Aku menyukaimu!"
Dila mati gaya. Wajahnya merah padam, tidak berkutik, salting, entahlah apa yang dia perbuat saat memasukkan barang di meja ke dalam tasnya.
Seisi kelas berteriak girang. Dila jadi lebih diperhatikan. Banyak orang tidak percaya, Andi berpikir laki-laki yang mendekatinya akan memukulnya. Namun, mereka menyemangati Andi yang kebingungan.
"Keren, sob!"
Ternyata, semua orang di kelas itu sudah tahu kalau Andi sejak dulu sudah menjadi pujaan hati seorang Dila sang ratu sekolah.