Pagi itu, matahari tak sepenuhnya menampakkan wajahnya. Langit kelabu menggantung, seakan menambah beban di pundak Avery. Gadis itu duduk sendirian di sudut kamar, tatapannya kosong. Jemarinya gemetar memegang secarik kertas yang lusuh, penuh dengan coretan doa yang belum terjawab.
Avery sudah berulang kali melarikan diri dari kekosongan ini, dari perasaan resah yang tak kunjung sirna. Malam-malamnya dipenuhi kecemasan, sementara siangnya terhanyut dalam kebingungan yang tak berujung. Ada perasaan hampa yang tak bisa dijelaskan, seolah-olah semua yang dijalaninya hanya sekadar rutinitas tanpa makna.
"Tenang... kenapa kau tak pernah datang?" bisik Avery, suaranya lirih. Matanya tertuju pada jendela, memandang ke luar seolah berharap sesuatu atau seseorang datang menjemputnya dari lubang gelap ini. Sudah berhari-hari ia menanti seberkas cahaya yang bisa memberi arah, yang bisa menyadarkannya bahwa semua ini tidak sia-sia. Namun, yang datang hanya sunyi.
Setiap malam, Avery berlutut di tepi ranjang, menundukkan kepala, dan mengucap doa yang sama. Ia memohon petunjuk, memohon jawaban, dan yang paling penting, memohon ketenangan. Tapi doa-doanya seolah menghilang dalam kabut, tak pernah sampai ke langit.
Hari ini pun sama. Avery memejamkan mata, mencoba berbicara dengan hatinya yang terasa jauh, sangat jauh dari kedamaian yang ia rindukan. "Menanti-nanti cahaya-Mu, beri aku petunjuk-Mu," desahnya pelan.
Namun, di dalam keheningan itu, ada sejumput rasa yang berbeda. Bukan ketenangan yang datang dengan tiba-tiba, tetapi rasa penerimaan yang perlahan mengisi kekosongannya. Avery menarik napas panjang, merasa ada sesuatu yang berubah. Bukan jawaban yang ia terima, tapi kekuatan untuk terus bertanya, kekuatan untuk terus berharap.
Sambil memandang langit yang tetap kelabu, Avery akhirnya mengerti bahwa mungkin ketenangan tidak selalu datang seketika. Ada kalanya, ketenangan itu muncul bukan untuk menghilangkan kegelisahan, tetapi untuk memberi kita kekuatan bertahan dalam kegelisahan itu.
Dan dalam keheningan yang penuh resah, Avery tersenyum kecil. "Tenang... aku akan menunggumu, hari ini, esok, atau kapanpun kau datang."