Ditengah suasana ramai kelas, Terlihat di pojok kelas seorang gadis berkacamata, membaca buku yang berbeda dari kemarin, seorang diri, tak ada yang menggangu fokusnya. Ia adalah aku.
Ya itu adalah aku, anak yang selalu terpojokkan di dalam kelas. Orang orang menebutku si anak ajaib, orang berkata bahwa aku memiliki banyak bakat. Mereka memberi julukan aneh padaku "platypus si multitalenta" julukan aneh itu telah menyebar ke seluruh sekolah.
Saat itu keheninganku terganggu, tak diduga seorang temanku melemparkan pernyataan, dari balik buku yang ku pegang.
"Kamu itu sempurna banget ya, kamu bisa melakukan segalahal yang tak bisa kami lakukan"
Ku tahu itu bukan sebuah pujian, namun bukan juga hinaan. Ia hanya membandingkan dirinya denganku, Di balik perkataannya tersimpan dendam dan iri. Kutanggapi dengan cuek dan meneruskan membaca buku.
Pernah suatu saat aku mendapatkan tugas kelompok, dan karena kemampuan multitalentaku aku mengerjakan tugas itu sediri. Sehingga semuai penilaian dan nilai mereka dituangkan padaku Dan mereka tak mrndapat nilai karena itulah anggota lainya marah.
"Kau itu selalu mengerjakan semuanya sendiri, apa kau ingin semua nilai kami, kenapa kau mengerjannya sendiri padahal kami adalah kelompokmu. Kalau memang dari awal bisa nenerjakannya sendiri kenapa tidak sendiri dari awam" mereka mengatakannya dengan sangat marah.
Memang aku bisa melakukannya sendiri, mungkin itulah sebabnya aku sendirian, memeluk kesepian sendiri, sekarang tak ada yang ingin berkelompok dengan ku mereka takut, mereka tak bisa mendapatkan nilai.
Kakak kelas datang ke kelasku, ia membawaku dan seiorang teman sekelasku. Kalau tidak salah, ia adalah Putra, seorang siswa yang tak bisa apa apa selain pintar bicara. Kakak kelas itu bernama, Alesya , di sekolahku ia menjabat sebagai ketua osis.
Saat berhenti kami berada di depan ruangan, kak Alesya membuka pintu itu. Terlihat beberapa anggota osis dan beberapa guru di sana. Apa aku membuat kesalahan?, apa aku melanggar peraturan?, pertanyaan yang berulang terus di kepalaku saat itu.
Duduk di hadapan guru dan ditemani oleh beberapa anggota OSIS.
"Riana dan Putra, beberapa bulan lagi akan diadakannya kompetisi sains dan teknologi antar provinsi, dan kalian akan mewakili sekolah kita dan berkolaborasi dengan sekolah lain, jadi mulai persiapkan diri kalian" menjelaskan apa yang terjadi dan memegang lembut pundakku dan putra.
"Dan jika kamu berhasil meraih juara, kami dari OSIS akan menerima mu sebagai anggota tetap tanpa pelantikan meskipun masih kelas 10 sekalipun." Ucap kak alesya melanjutkan.
Perasaan yang bahagia membukam mulutku. Aku hanya bisa menganggukan kepala, tanda setuju.
Sepulang sekolah kami setuju untuk berkumpul di sebuah taman. Kelompok kami beranggota 10 orang dan dari 5 sekolah yang berbeda.
Di dalam kompetisi itu kami disuruh membuat sebuah alat teknologi dan akan di presentasikan kepada publik.
"Bukankah itu berlebihan, kita hanya anak SMA kela 10" kata Ryan dari sekolah lain memprotes.
Namun biaya dan seluruh keperluan penelitian, dibiayai oleh sekolah, cukup banyak waktu, dan sudah terpilih, itulah alasan yang membuat kami tetap melanjutkan.
Pekerjaan telah dibagi, semua mempunyai peranya masing masing dan aku mendapat peran sebagi penulis teks presentasi, serta teks laporan hasil penelitian yang hasilnya akan di serahkan pada dewan juri. Kami di izinkan memakai ruang lab sekolahku sebagai tempat penelitian.
Di pojok ruangan, Rama mendapat peran untuk merancang sebuah susunan alat. Aku yang melihat di depan kimputernya hanya bisa terdiam melihat hal yang begitu rumit. Dengan polosnya aku berkata.
"Wah Rama, kamu pandai melakukannya, bagaimana kamu bisa se pandai ini?" Tanyaku polos.
"Aku hanya bisa mengotak atik komputer sejak dulu, karena itu aku mengembangkannya dan fokus pada bidang ini. Itulah kenapa aku bisa hapal setiap bagian komputer dengan baik karena, sepanjang saat aku hanya belajar satu hal ini" jawabnya.
"Lalu bagaimana dengan nilai ⁰akademismu?. Bagaimana dengan pelajaran yang lainnya"
"Haha... semua nilai akademisku sebatas kriteria minimal. Tapi setiap pelajaran ilmu teknologi komputer, tak perlu di herankan lagi aku selalu dapat nilai 100 di Raportku" menjawab sembari tertawa kecil.
"Aku tidak terlalu memperdulikan nilai ataupun peeingkat, semua yang ku mau dan jika itu baik bagiku maka akan aku lakukan" tambahnya.
Aku hanya bisa diam membisu, mendengar penjelasannya.
3 bulan telah berlalu, dan besok adalah acara yang ditunggu tunggu. Namun entah mengapa ada hal yang masih mengganjal di hatiku. Selama 3 bulan ini aku tak bisa berbuat apa apa, sementara orang menyelesaikannya dengan baik, aku hanya duduk dan menulis.
Sebelum dimulai aku berbicara pada putra di area persiapan lomba.
"Putra, saat di atas panggung biar aku yang menyelesaikan penjelasan bagian pertama" ucapku gugup.
"Apa kamu yakin Riana?. Berbicara di depan umum bukan perkara mudah" Tanya Putra khawatir.
"Tenang saja, bukan kah aku si platypus multitalenta yang bisa apa saja" ucapku bangga.
Akhirnya bagian kami telah tiba, kami membawa hasil dari rakitan teknologi yang kami buat ke atas panggung.
Tibalah saatnya aku menjelaskan, Mic di tangan kanan, dan teks di tangan kiri, ku hanya tinggal membaca mengucapkan apa yang perlu dusampaikan. Tapi kenapa mulutku menbisu, tanganku bergetar, keringat mulai bercucuran. Mata mata itu telah membuatku takut. Dalam hati aku hanya bisa memaki diriku. "Mengapa, ada apa dengan diriku, aku platypus si multitalenta, hanya berbicara seperti biasa saja tidak bisa dasar bodoh, aku telah membebani teman temanku aku hanya inngin sesekali membantu, bukankah sudah sering aku berbicara di depan sekelasku, apa bedanya coba. Mengapa aku tidak bisa" suara itu terus bergema di kepalaku.
Di saat yang menegangkan itu, putra maju dengan berani, mengambil Mic dan teks yang ku bawa menepuk bahu kananku.Dengan penuh percaya diri, putra menjelaskan seluruh fungsi, material, cara penggunaan tentang alat yang kita buat
Dalam hati, aku hanya merasa kecewa, kecewa pada diriku, Multitalenta yang ku banggakan kalah dengan orang yang hanya bermodalkan percaya diri.
Ya, kami memang berhasil menang, tapi perasaan bersalah dan kecewa pada diri sendiri terus mengganjal di hatiku. Tapi sekarang aku sadar yang dibutuhkan dalam sebuah kelompok adalah kekompakan dan pembagian tugas yang pas dengan kemampuan. Orang dengan kemampuan Multitalenta sepertiku tak akan berguna.
Pada akhirnya julukan yang aku banggakan sekarang telah menjadi kutukan bagiku. Kutukan platypus si multi talenta, ia bisa berenang namun tak secepat ikan, ia berbisa namun, tak seberbahaya ular, ia bisa bertelur dan menyusui dan kemampuannya untuk bercahaya di tempat terang namun tak berguna. Hewan yang ditakdirkan dengan bakat Multitalenta.
Apa bedanya denganku, semua yang bisa kulakukan hanya sekedar bisa, tak lebih. Selalu diselimuti dengan kebingungan dan kesepian. Selalu bisa melakukan semua sendiri, tanpa campur tangan orang lain. Orang bilang aku bisa apa saja namun, apa sebenarnya aku inginkan pun aku tak tahu.
Tapi untungnya aku telah menemukan solusi dari kutukan ku ini, yaitu menjadi lebih buruk, aku telah megamati temanku, semuanya ahli dalam 1 bidang tapi tidak dengan bidang yang lain. Artinya aku hanya perlu memperburuk bidang yang tak aku suka, dan mengembangkan bidang yang aku sukai. Meski mungkin akan benyak penolakan dan penghinaan, tapi sebenarnya apa yang aku suka?.