"Pohonya besar! Aku belum pernah melihat pohon sebesar ini sebelumnya."
Seorang dengan payung coklat berteduh dibawah pohon tersebut. Angin yang bertiup dari arah depan membuat Sipayung coklat tetap basah meski memakai payung. Disana ada beberapa orang yang sedang berdiri seperti dirinya. Kondisinya sama, meski memakai payung, sebagian besar pakaian mereka basah.
"Sayang sekali, pohon ini begitu rindang tapi daunnya tidak bisa menahan air hujan yang menetes." Pohon itu berdaun lebat. Tapi, karna daunya kecil air hujan tetap merembes.
Seorang ibu dan anak laki-lakinya berteduh disana, mereka memakai mantel hijau tua halus. Tampak berkilau dari kejauhan seperti kulit bawang. keranjangnya penuh dengan buah mangga beraneka ragam.
"Wah, belinya banyak, bagus-bagus ya!" Kata seorang ibu yang tampaknya sedang menunggu jemputan. Dia ikut berteduh.
"Ah, sedang ada diskon, pilihan mangganya banyak. Jadi saya beli sekalian!" Ibu itu tersenyum.
"Ayo kita hadap kekanan, biar wajah kita tidak dihembus hujan." Kata nya.
Si anak menurut lalu menghadap kekanan, matanya tertuju pada batang pohon yang tampak begitu besar.
"Bunda, apa pohon ini sudah lahir saat aku ulang tahun waktu itu?" Tanya anak itu. Ibunya tersenyum, pertanyaannya cukup aneh tapi sang ibu mengerti maksud anaknya.
"Ibu pikir begitu. Atau mungkin pohon ini lahir lebih dulu sebelum gayin." Gayin menghampiri batangnya yang besar dan ditumbuhi lumut dan sisik naga. Ternyata melihatnya dari dekat membuat membuatnya tampak lebih besar.
"Bunda, Apa pohon ini melahirkan buah mangga? Kalau dia bisa melahirkan buah pasti bisa segunung." Gayin merentangkan tangannya menggambarkan besarnya gunung.
"Gayin, tidak semua pohon bisa berbuah. Tidak semua buah dari pohon bisa dimakan. Jadi, kalau Gayin menemukan pohon yang buahnyanya belum pernah Gayin makan, tanya bunda dulu, ya?" Gayin yang imut memgangguk.
"Bunda itu ada taksi merah!" Gayin menunjuk taksi dengan tulisan merah didepanya. Tulisan merah berarti taksinya kosong. Jika tulisannya orenge berarti taksinya sudah penuh.
"Taksi itu muat untuk kita kan bunda!"
Satu demi satu pengunjung yang berteduh disana pergi.
Sipohon kini tinggal sendiri, menatap pelangi dikejauhan. Mentari mulai terlihat dari arah barat saat sikakek penyapu jalan datang. Sebotol teh hangat,serok sampah, sapu lidi, dan jas hujan biru tua. Selain itu pak Sapu jika membawa sebuah durian besar dan sekantong rambutan.
Dimana mana ada buah-buahan dan kulit buah berserakan dijalanan. Ini adalah musim buah tahunan.
"Kemarin pak sapu memakai caping dan isi botolnya teh dinggin." Kata sipohon dalam hati.
Pak sapu mulai menyapu sampah-sampah yang berserakan. Seperti biasa, seusai menyapu pak sapu beristirahat disalah satu bangku panjang yang ada disana sambil menunggu putranya pulang.
"Akhirnya selsai juga, kata pak sapu memandang ke sekeliling memastikan tak ada lagi sampah yang tersisa."
Begitulah hari-hari yang dilalui sipohon. Orang-orang datang dan pergi dibawah naungan daunya yang rindang. Mereka bercerita dan membicarakan banyak hal.
Namun, akhir-akhir ini sipohon sering sedih. Seandainya dia bisa lebih berguna. Jika saja buahnya bisa dimanfaatkan oleh manusia, dia pasti merasa sangat senang. Dia sadar pak sapu terus menyapu daun-daunya yang berguguran. Dia menyerap air dan cahaya matahari lebih banyak dari tumbuhan lain disekelilingnya.
Si pohon selalu berusaha untuk bersyukur dan bersabar. Bersyukur dia bisa tetap hidup. Bersabar dengan kekurangannya, setidaknya keberadaanya tidak mengganggu orang lain.
Beberapa saat kemudian musim hujan tiba. Hujan turun hampir setiap hari. Orang-orang yang berteduh disana banyak yang mengeluh. seandainya pohon tersebut punya daun yang lebar seperti daun pisang atau talas, hanya sedikit air yang merembes kebawah. Mereka bisa berteduh dengan lebih tenang. Begitu kata mereka.
Mendengar hal itu, pohon tersebut bertekad akan makan banyak dan memperlebar daunya sebisa mungkin. Meskipun mustahil akan selebar daun pisang, tapi mungkin bisa selebar daun rambutan. Setiap hari SiPohon menjulurkan akarnya lebih dalam. Dia memanjangkan ranting-rantingnya agar bisa memperoleh cahaya matahari lebih banyak.
Pohon rindang kini bertambah rindang dan lebat, daunya telah melebar beberapa mili. Meski hasilnya tidak selebar yang diharapkan, setidaknya usahanya membuahkan hasil.
Orang yang melihatnya kagum akan pertumbuhan pesat pohon tersebut. Sang pohon menganggap itu adalah berita baik, apalagi musim hujan belum selesai.
Tak lama kemudian orang yang tadi melihatnya melanjutkan,
"Mungkin sebaiknya kita menghubungi petugas kebersihan kota, bukankah bahaya jika dahanya yang besar jatuh. Musim hujan kan sering berangin kencang." Sipohon terperanjat mendengar kalimat itu.
Akhirnya beberapa dahanya dipotong oleh petugas kebersihan kota. Sipohon hanya bisa pasrah. Dia bersyukur dahanya dipotong sebelum ada kecelakaan, kerusakaan, dan korban. Pohon berfikir, membiarkan segalanya berjalan sebagaimana mestinya adalah pilihan terbaik.
Selanjutnya adalah musim kemarau. Seperti pohon kebanyakan, si pohon rindang mengugurkan lebih banyak daun dari biasanya untuk mengurangi penguapan dan menghemat air. Ini menyebabkan daun-daunya yang tumbuh lebat dan lebar pada musim hujan berserakan lebih banyak.
Pak tua yang bertugas menyapu jalan harus berkerja lebih keras. Kerap kali mobil penyiraman datang sebelum pak tua selesai menyapu daun si pohon. Itu menyebabkan air yang tersiram hanya sebagian yang mencapai tanah. Akibatnya jalan tetap berdebu. Sebagian orang yang lewat kadang terbatuk-batuk dan menyebabkan mata iritasi.
Orang-orang yang lewat mengeluhkan kerja pak tua yang lambat. Sebagian mengatakan sipohon sudah terlalu besar. Mereka mengusulkan tebang saja pohon itu.
Pohon rindang menjadi sedih, daunya secara tidak langsung telah membuat orang-orang menjadi sakit. Pohon yang selalu dihujat itupun ikut sakit. Daunya meranggas dan mengguning. Dia tidak berdaya lagi mencari air dan makanan.
Mungkin sebaiknya dari dulu dia ditebang saja, pikirnya. Sipohon pasrah.
Musim kemarau terus berlanjut dan sipohon terus meradang. Tubuh pohon itu kini banyak berlubang dan berulat. Dahanya banyak yang rapuh. Burung pemakan serangga bertengger dan bersarang disana. Orang yang berteduh mengeluh karena pohon tersebut tak lagi memiliki daun yang rindang untuk memberi keteduhan. Selain itu, beberapa orang yang melintas terkena kotoran burung, sehingga mereka semakin kesal.
Mereka mengajukan kepada pihak kebersihan kota agar segera menebangnya. Si pohon memang telah pasrah akan hal itu. Tak ada yang lagi kesal, tak ada lagi yang khawatir, tak ada lagi yang sakit karenanya. Dan tak ada lagi yang menyalahi pak tua. Bukankah itu hal yang baik?
Tidak seperti biasanya cuaca panas terik dan kering. Hari ini hujan turun. Mobil penyiraman tak perlu lewat hari ini. Setelah hujan reda pak tua datang dan menyapu dengan perlahan.
Setelah tugasnya sesai, beliau duduk bersandar dibatang pohon rindang. Pak tua membuka tutup botol yang dibawanya.
"Siapa sangka hari ini hujan. Tehku masih hangat. Kebetulan sekali." Ujarnya.
Seperti biasa, sejak musim kemarau pak tua buru-buru memasukan tehnya kebotol, tanpa peduli sudah dingin atau belum karena dia harus segera menyapu.
Sipohon memperhatikan pak tua hari ini tampak sedih. Ternyata Pihak pemerintahan kota sedang mempertimbangkan penebangan pohon itu. Jika pohon itu ditebang, pak tua akan kehilangan pekerjaan.
Walaupun ada pekerjaan lain, letaknya jauh dari rumah. Sementara itu, dia harus merewat 3 orang anaknya yang masih kecil. istrinya sudah meninggal 4 tahun yang lalu. 2 anak laki-laki, berusia 11 dan 8 tahun. Dan 1 anak perempuan berusia 6 tahun.
Mengetahui hal itu sipohon ikut sedih. Dia berharap bisa membantu pak tua. Untuk pertama kalinya dia tidak ingin ditebang. Namun menurutnya dia telah lebih banyak menyusahkan dari pada berguna.
Sipohon rindang mendoakan nasib baik untuk pak tua. Dia bertekad untuk mencari air lebih keras dan berusaha untuk kembali sehat. Tentu saja sipohon rindang tidak menyia-yiakan hujan hari itu.
Dua Minggu kemudian pihak pemerintah kota memutuskan untuk tidak menebang sipohon. Hal ini dikarenakan minimnya pohon didaerah itu. Doa sipohon terkabul, pak tua tak jadi dipecat. Pengguna jalan menggerutu mendengar keputusan tersebut. Pemerintah tidak menanggapi, bahkan telah menyusun jadwal dan anggaran penanaman kembali pohon guna mewujudkan penghijauan kota.
Kini sipohon rindang diberi pupuk kompos dari kotoran sapi dan kambing, bagian atasnya ditutup oleh jerami tebal dan sampah organik lain yang telah dihancurkan kecil-kecil.
Berkat perawatan tersebut sipohon rindang tak kesulitan mendapatkan makanan. Kini dia telah sepenuhnya pulih kembali. Dengan dahan kokoh dan daun yang lebat. Kini dia siap memayungi siapapun yang berteduh.
Musim kemarau tahun berikutnya, berbondong-bondong orang berteduh dibawah sipohon rindang. Pak tua tidak kesulitan lagi, karena petugas kebersihan taman jumlahnya telah ditingkatkan. Tak adalagi batuk dan iritasi karena debu. Orang-orang mengatakan berteduh dibawah pohon rindang lebih nyaman daripada diruangan yang ber AC sekalipun.
Pohon rindang sadar seandainya dia pohon mangga atau rambutan orang bisa menikmati buahnya. Namun, mereka tak akan merasa aman, takut-takut kalau ada buah yang jatuh atau semut yang ada dimana-mana menganggu mereka.
Jika dia adalah pohon durian. Pak tua dan orang-orang yang bekerja dibawahnya akan repot saat musim berbuah tiba. Jika daunya selebar daun pisang dan talas, rumput dibawahnya akan mati kekurangan air dan sinar matahari.
Sipohon kini tidak sendiri. Tampak beberapa pohon muda dan bunga-bunga ditanam disekelilingnya. Disana juga dipasang keran air untuk memudahkan penyiraman.
Beberapa tahun ini sipohon rindang telah belajar banyak. Mulai sekarang dia tidak akan mengikuti apa yang orang lain katakan. Dia akan fokus menghadapi masalahnya sendiri. Karena dengan demikian orang-orang akan tau jati dirinya yang sebenarnya. Semoga dengan begitu, akan lebih mudah bagi manusia memperoleh manfaat dari sipohon.
Sipohon juga sudah jera dengan jati diri yang dibuat-buat. Pikiran dan keinginan manusia tidak sama. Tak ada yang bisa menyeimbangkan antara siklus alam dan keinginan manusia. Kecuali yang menciptakan alam dan manusia itu sendiri. Dan sipohon rindang memutuskan untuk mengikuti aturan-Nya.
Cuaca cerah, mendung, panas, maupun hujan. Siang dan malam terus berjalan, begitu juga dengan si pohon rindang. Tak ada yang berubah. Manusia bisa mengambil manfaat jika belajar dari semua itu.
Pupuk organik telah membantu sipohon rindang kembali sehat. Bukankah sampah dan kotoran sekalipun berguna bila kita tau itu sebenarnya apa?
Tahun-tahun selanjutnya adalah jawaban dari doa, kesabaran, dan usaha sipohon. Dengan saling mengerti semua bisa dimaklumi.