"Ikh ... ke mana, sih, Milas? Dewa Zeus sampai turun ke bumi jadi ondel-ondel, belum juga kelihatan!" Begitu terdengar gerutuan lucu gadis manis yang sedang menunggu kekasihnya di pinggiran trotoar.
"Naik bajaj ajalah! Punya cowok satu aja kayak Milas, kepala aku udah pusing tujuh keliling!" lanjutnya masih sewot.
Pemuda yang ditunggu ternyata sedang terjebak macet di tengah jalan raya yang padat merayap. Sore itu memang jamnya para pekerja pulang dari kesibukan harinya. Milas kesal juga karena ia cuma capek di jalan. Namun tak lama, pemuda itu pun mencoba menghubungi belahan hatinya yang sudah pasti ngamuk-ngamuk karena ia menjemput telat terus.
[Halo, Yang! Kamu masih nunggu di tempat biasa, kan?]
[Halo ... ini siapa, ya?] kata Venny setelah mengangkat teleponnya.
[Marah, ya?]
[Iya, kamu telat terus, nyebelin banget!]
[Ya, maaf, Yang. Bentar lagi aku sampai, nih!]
[Aku udah naik taksi. Kamu pulang aja!]
[Yaelah! Gimana, sih, caranya bujuk cewek, kalau lagi ngambek?] kata pemuda itu yang tengah menggerutu sendiri.
Venny mendengar Milas berkata seperti itu. Mulutnya ditutup dengan tangannya agar suara tertawanya tertahan. Karena Venny hafal betul kalau cowoknya tidak bisa membujuk perempuan yang tengah marah.
[Ven, Vennyyyy!] teriak Milas di ponselnya.
[Kamu sudah sampai mana emangnya? Nyebelin banget!] kata Venny kemudian.
[Aku hampir sampai halte tempat biasa ini!]
[Aku lagi di lampu merah pertama, Yang!]
Tak berpikir lama, kemudian kekasih Venny mematikan handphone-nya, lantas cepat-cepat menggas motornya. Namun, saat sudah sampai di lampu merah, Milas tidak melihat kendaraan taksi yang dimaksud Venny.
"Brengsek! Mana ada taksi. Yang ada banyak bajaj gini!" gerutu Milas.
"Maaas! Cari apa celingukan? Ha ha ha. Mau jambret, ya?" ledek Venny dari dalam bajaj yang ternyata di samping Milas kekasihnya.
"Hmm ... dasar tuyul gondrong!" celetuk Milas sewot, kemudian ia menstandarkan motornya dan menghadang bajaj itu.
"Pak, maaf, ya, Pak. Saya mau jemput cewek itu, dia baru sembuh dari RSJ soalnya, kata Milas," kekasih Venny dengan senyum dibuat-buat.
"Hah, apa?" Bapak supir bajaj itu tampak terkejut.
"Nih, Pak, saya kasih ongkosnya, tenang aja," kata Milas lagi.
"Yang bener aja, Mas! Masa perempuan cantik kayak begini, kok, dibilang gila?" tanya supir bajaj itu, wajahnya tampak serius.
"Bohong, Pak. Saya nggak gila. Gara-gara saya minum obat dia, jadi ketularan nggak waras!" sahut Venny tersenyum manis, kemudian keluar dari bajaj.
"Astagfirullah, ha ha ha! Semoga kalian berjodoh, deh. Ganteng-ganteng, manis-manis. Masa iya nggak waras, kata Bapak supir bajaj itu terkekeh-kekeh dengan tingkah Milas dan Venny.
"Ha ha ha. Mari, Pak, kami duluan!" kata Milas sambil menarik tangan Venny ke motornya.
"Iya, hati-hati di jalan, Naaaak!" teriak Bapak supir bajaj yang kemudian menggelengkan kepala melihat kelakuan muda-mudi tersebut.
Sore itu langit sudah mulai gelap, Venny dan Milas pun masih asyik bercanda layaknya sepasang kekasih yang tengah memadu kasih. Orang-orang yang memperhatikan mereka di jalan seakan iri dengan kemesraan mereka berdua.
Tak lama, kekasih Venny itu menghentikan motornya di sebuah taman, sesaat menoleh kepada sang pujaan hati yang tak akan pernah akan ia sia-siakan selama hidupnya.
"Ngapain liatin kayak gitu?" tanya Venny yang pipinya memerah ketika mata Milas menatapnya penuh cinta dan rasa kasih sayang. Begitulah yang diartikan di hati Venny.
"Ke taman dulu, yuk!" kata kekasihnya.
"Ngapain? Mau mesum, ya, Om?" tanya Venny meledek kekasihnya.
"Ha ha ha ... ya, nggaklah. Aku kepingin kita duduk di kursi besi panjang itu."
"Hmm ... sok romantis kamu, nggak biasanya." Venny tampak heran dengan sikap Milas yang aneh. Biasanya cowoknya itu terkenal cuek dan masa bodo tentang apa pun.
"Ayok, malah bengong!" Milas menarik lengan Venny ketika sudah turun dari motornya. Venny sebentar tersenyum manis menatap pujaan hatinya.
Venny dan Mila begitu menikmati malam itu dengan penuh kebahagian, bak sepasang kekasih yang tak ingin terpisahkan. Sebentar-sebentar Venny pun mengabadikan momen itu dengan berfoto-foto di taman.
"Makan, yuk, Yang, udah laper, nih!" kata Venny yang tengah bersandar di dada kekasihnya.
"Makan di rumah aku aja gimana? Kamu mau nggak, Yang?"
"Hmm ... ini mau romantis atau mau irit, sih?" Venny mencubit hidung kekasihnya itu.
"Ha ha ha. Ya, kan, kalau kamu mau juga," sahut Milas sambil tersenyum.
"Aku mau, sih, dibawa kamu ke mana aja, nggak nolak, Yang," kata Venny yang kemudian mencium pipi kekasihnya.
"Ciyeee, kok, gantian kamu yang sok roman!"
"Biarin...!"
Di rumah Milas kekasih Venny mereka makan malam bersama dengan ibu, juga kakak perempuan Milas. Ibu Milas begitu merestui hubungan putranya dengan Venny. Selain Venny cantik, ia juga seorang wanita yang peduli dengan orang lain yang membutuhkan.
"Ven, kalau Mama perhatikan, kalian itu kayak kakak beradik tahu," kata ibu Milas.
"Ah, Tante ada-ada aja," sahut Venny yang kemudian pipinya memerah.
"Iiih ... bener tahu yang Mama bilang, Ven! Aku pernah dengar juga, kalau kita punya pacar terus wajahnya terlihat mirip itu berjodoh." Kakak Milas menimpali juga.
"Apa, sih, Kak Sindy? Aku aminkan aja, deh!" sahut Venny malu-malu.
"Sok tahu banget. Kak Sindy kayak dukun, ha ha ha!" Kekasih Venny tertawa geli.
"Diih! Bener, kan, ya, Mah?"
"Iyah, bener, tuh Kak Sindy kamu!" Ibu Milas tersenyum memperhatikan keduanya.
"Iya, iya, deh!" sahut kekasih Venny.
"Ya udah, Mama doakan semoga hubungan kalian berdua langgeng, sampai ke akad pernikahan," kata ibu Milas.
"Aamiiin ...!"
"Aku jadi malu, nih, Tante, Kak Sindy," sahut Venny menundukkan wajahnya.
"Hahahahaha ...!" Suara tawa mereka berbarengan. Malam itu Venny dan kekasihnya tertawa kebahagian.
***
Keesokan harinya, Venny seperti biasa, dijemput kekasihnya, pagi dan sore hari di rumahnya. Bukan gadis cantik ini tidak memiliki kendaraan, tetapi ia lebih merasa senang setiap harinya bersama Milas kekasihnya.
Sepulang Venny dari tempat kerjanya, seperti hari-hari yang lain, Venny dan kekasih menyempatkan diri untuk selalu bertemu, karena keduanya disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.
"Yang, sebelum kamu antar aku pulang, kita mau ke mana?"
"Ke mana, ya? Terserah kamu aja, sih, Yang," sahut kekasih Venny.
"Kita beli baju aja, yuk, Yang!"
"Ke distro tempat biasa?" tanya Milas kekasihnya.
"Iya, yuk! Kamu nyalain motornya cepet!"
"Ayo!" sahut pemuda itu.
Sesampainya di sebuah distro, Venny lantas memilih-memilih kaus couple berwarna hitam dan putih. Bercorak gambar sepasang sayap.
"Mau beli kaus couple, Yang?" tanya Milas kekasihnya.
"Iyah, dong! Biar kita samaan terus, Yang."
"Sok roman terus kamu aku perhatiin!"
"Biarin, iih!" celetuk Venny dengan wajah sedikit cemberut, tapi manja tidak lepas mengapit lengan Milas dari tadi.
"Ya, udah, udah. Terus kamu pakai warna yang hitam atau yang putih?"
"Aku suka warna yang putih. Kamu warna hitam."
"Oke, siap, Bos!"
***
Keesokan harinya, Venny mendapat kabar sore hari dari orang tua Milas, bahwa Milas sedang dirawat di rumah sakit. Ibu Milas mengatakan kalau Milas terkena virus covid-19. Sore itu Venny begitu gelisah, karena Milas tidak ada kabar menjemputnya seperti biasa. Maka dari itu, Venny dari rumah membawa motornya untuk pulang dari tempat kerja.
Venny begitu panik mendengar kabar Milas, kekasihnya terkena covid. Motor yang ia kendarai tidak pelan-pelannya di jalan. Namun, ketika pada saat Venny hendak menyeberang di perempatan jalan, tiba-tiba mobil Honda Civic melaju begitu kencangnya dari arah kirinya, hingga menabrak motor yang ia kendarai begitu kerasnya.
Tubuh Venny terlempar jauh di pinggiran trotoar. Kepalanya remuk, tubuhnya penuh luka yang lebar. Tak lama kemudian, Venny tewas seketika.Tempat itu ramai oleh kerumunan orang-orang yang menyaksikan tubuh Venny yang tergeletak sudah tidak bernyawa lagi.
"Heh! Kenapa aku tiduran di pinggiran jalan? Tolong, bangunkan aku!" kata Venny penuh heran melihat banyak orang di sekelilingnya.
"Cepat, bangunkan aku!" kata Venny lagi.
"Kau sudah mati!" Terdengar sebuah suara dari arah belakang Venny.
"Nggak mungkin! Siapa kau?"
"Izrail!" Venny begitu terkejut mendengarnya.
"Tolong, hidupkan aku kembali, aku mohon kepadamu," kata Venny meneteskan air matanya.
"Tidak bisa!"
"Kenapa?"
"Kematian adalah sebuah takdir yang diberikan untuk setiap makhluk ciptaan-Nya."
"Demi Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, hidupkan aku kembali."
"Allah berfirman, ‘Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan'."
"Tolonglah, hidupkan aku sesaat saja, Wahai Izrail!" Venny terus saja menangis sesenggukan, terdengar begitu menyayat hati.
"Baiklah, aku hidupkan kau sesaat dengan satu persyaratan."
"Apa itu?"
"Jangan kau beritahu, jika nyawa terlepas dari raga begitu indah."
Lantas saja Venny terburu-buru menemui kekasihnya di ruang rawat pasien. Di sana sudah ada ibu serta kakak perempuan Milas. Hatinya terus bergejolak penuh kesedihan yang tersayat begitu mendalam.
"Gimana keadaan kamu, Yang?" tanya Venny pada kekasihnya itu."
"Masih agak sesak napas aku."
"Semoga kamu nggak terkena covid, ya, Sayang." Venny menangis sesenggukan.
"Doakan aja aku cepat sembuh, biar kita setiap hari sama-sama terus," kata Milas menatap Venny penuh kasih sayang.
Setelah kekasihnya berkata begitu, Venny menangis begitu penuh harunya. Kemudian, ia memeluk erat kekasihnya yang tengah terbaring di ranjang pasien.
"Kok, jadi nangis?" tanya kekasih Venny.
"Nggak apa-apa," sahut Venny masih memeluk kekasihnya.
"Ya, udah, tapi jangan sedih gini, nanti aku ikutan nangis, nih!"
"Ha ha ha ... kamu sakit, tapi masih tetap bisa melucu, itu salah satunya yang aku suka dari kamu, Yang!"
"He he he ... iya, dong," Venny pacarnya Milas.
"Kamu bawa laptop?"
"Iya, sambil nulis cerita aja. Soalnya boring banget cuma tiduran terus."
"Emang kamu nulis apa?"
"Nulis cerita tentang kitalah. Judulnya ‘Venny pacarnya Milas’."
"Coba aku lihat. Venny membuka laptop kekasihnya.
"Ganti, Sayang judulnya!" kata Venny tiba-tiba.
"Kok, diganti?" Venny tidak menjawab kekasihnya, jemari lembutnya kemudian mengetik judul cerita, Venny Bertemu Izrail.
"Apa-apaan, sih, kamu bikin judul aneh kaya gitu!"
"Nggak apa, Sayang. Aku mau judulnya kayak ini," sahut Venny sambil tersenyum memandang wajah kekasihnya cukup lama.
"Kamu besok kerja nggak, Sayang?" tanya ibu Milas kemudian.
"Besok aku minta libur aja, Tante. Aku mau temani Milas di sini. Nanti Tante pulang aja, nggak apa-apa," sahut Venny pada ibu kekasihnya itu.
"Oh, begitu, Sayang. Ya udah, nanti kamu di sini sama Kak Sindy aja, ya, biar ada temennya," kata ibu Milas lagi.
"Iya, Ven. Kamu nggak perlu pulang kalau gitu, sih. Kakak bawa baju ganti, nanti kamu pakai baju Kak Sindy aja", kata kakak Milas.
"Nggak perlu, Kak. Aku ada baju ganti yang kemarin beli bareng Milas," terang Venny.
"Oh, ya, udah kalau gitu."
"Tante, sebentar, ya. Aku lagi ditunggu di luar. Nanti aku balik lagi ke sini. Nggak lama, kok!" kata Venny sambil tak henti-hentinya mengeluarkan air mata di pipinya.
"Iya, udah, Sayang. Kamu udah, dong, nangisnya, nanti juga Milas cepat sembuh," kata ibu kekasihnya.
"Iya, udah jangan nangis terus, dong, Yang!" kata Milas di pembaringan.
"Aku pamit sebentar, Yang. Sudah ditunggu di luar, jaga diri kamu baik-baik. Aku selalu mencintaimu kapan pun." Venny memeluk kekasihnya begitu eratnya. Suara tangisnya masih saja terdengar memilukan.
"Ya udah, kamu jangan nangis terus. Aku ingin kita selalu bersama selamanya-lamanya, terus kamu ngomongnya jangan aneh-aneh!" kata Milas kekasihnya.
Venny kemudian keluar dari rumah sakit. Pada saat Venny hendak menyeberang di perempatan jalan, tiba-tiba mobil Honda Civic melaju begitu kencangnya dari arah kirinya, hingga menabrak motor yang ia kendarai begitu keras.
Tubuh Venny terlempar jauh di pinggiran trotoar. Kepalanya remuk, tubuhnya penuh luka yang lebar. Tak lama kemudian, Venny tewas seketika.
Di tempat itu ramai oleh kerumunan orang-orang yang menyaksikan tubuh Venny yang tergeletak sudah tidak bernyawa lagi.
Hari itu juga Milas kekasih Venny diberi kabar dari orang tua Venny, bahwa Venny sudah meninggal dunia tersebab kecelakaan di perempatan jalan menuju Rumah Sakit Yadika, di mana tempat Milas dirawat.
Setelah kekasih Venny sembuh dari virus covid-19 yang diderita, setiap hari, Milas hanya melamun di depan halaman rumahnya. Di dalam benak pemuda itu, tidak pernah menganggap Venny sudah tiada, walaupun takdir memisahkan mereka.
Jangan lupa follow, yaa😉