Bosen kepingin jalan-jalan malam, tapi ke alam tetangga. Asyik kali, yah? tanya Salim membantin. Berbahaya atau enggak yah, masuk ke alam jin! Atau harus punya paspor? kata batin Salim kembali.
"Kali ini, tugasmu sebagai public relation dan mandor pelayan kau limpahkan dulu kepada pegawai lainnya," kata seorang wanita separuh baya yang cantik, bertubuh ramping dan berdada indah kepada pemuda bernama Salim.
"Baik, guru. Murid mematuhi segala perintah Nyai Guru Janda Keramat," sahut Salim kepada wanita cantik jelita itu. Rupanya selain mempunyai guru laki-laki, Salim juga memiliki seorang guru perempuan.
"Bagus kalau jadi cowok cakep itu, harus mendengarkan apapun yang disampaikan sang guru," kata wanita cantik yang Salim panggil guru dengan sebutan Nyai Guru Janda Keramat.
"Ah, ah guru jangan menggoda nanti aku godain marah lagi, hihihii!"celetuk Salim sambil tertawa geli.
"Hahaha, kamu memang pandai dalam merayu!" bentak Janda Keramat, tapi ia sedikit terhibur dengan muridnya yang satu ini.
"Oh, iya Nyai Guru. Apa tugasku kali ini?" tanya Salim sambil sesekali pandangannya ia tundukkan, karena nafasnya semakin lama semakin sesak memandang pabrik susu di hadapannya ketika itu.
"Kau pergi ke kerajaan jin, rajanya bernama Jintul. Sampaikan kepadanya aku yang mengutusmu," sahut gurunya kemudian.
"Hem, okelah Nyai Guru aku kenal Raja jin itu. Kebetulan sambil refreshing," kata Salim.
"Mendekatlah," kata Janda Keramat.
Setelah sang guru dan murid berhadapan duduknya. Kening Salim disentuh dengan jari telujuk sang guru, kemudian dengan sekejap saja ia sudah tak sadarkan diri.
***
Angin aneh menerpa alam sekitar Kerajaan Jin. Kerajaan Jin merupakan wilayah kekuasaan raja jin yang bernama Jintul. Sosoknya tinggi, besar, wajahnya menyeramkan karena serba besar sampai pada giginya pun besar-besar. Kepalanya gundul berkuncir segepok melengkung ke belakang. Untung ditutup dengan mahkota sehingga tak kelihatan gundul total.
Sekalipun dia adalah raja jin Mafia, tapi sejak bermain dengan Salim, ia mengurangi sifat-sifat jahatnya. Malah menjadi jin yang baik hati. Suka menasehati orang yang baik-baik. Gemar menolong orang walau ia sendiri sering mengharapkan balasannya. Rajin menabung supaya tua masih bisa berfoya-foya, katanya.
Jintul bukan jin sembarang jin. Jin gembel pun bukan. Jin rongsokkan juga bukan. Kesaktiannya sudah tentu sangat tinggi. Kalau tidak tinggi, tak akan menjadi raja jin. Mungkin hanya menjadi raja hutan. Ia mempunyai anak buah atau prajurit jin juga banyak. Tapi jin yang sudah menjelma menjadi manusia. Walau demikian, ciri-ciri jin masih ada pada mereka. Tubuh tinggi, besar, sangar dan punya kekuatan besar juga.
Peristiwa hancurnya sebuah gunung berapi beberapa tahun silam melibatkan beberapa nama anak buah Jintul, yaitu sebagai jin yang menjadi korban bencana alam meletusnya gunung tersebut. Tapi, bukan sebagai jin yang menghancurkan gunung itu. Nama Jintul sendiri cukup dikenal di kalangan para jin tingkat tinggi.
"Kau ikut aku ke Gunung Maya," kata Raja Jin Jintul.
"Gunung Maya?" tanya Salim membatin.
"Jangan tanya Gunung Maya itu di mana!" sentak Raja Jin Jintul yang mengetahu isi hati anak muda itu
"Baik, Raja jin!" jawab Salim menghormat. Karena biar wajah Jintul seperti pantat panci, tapi ia adalah raja yang patut dihormati.
"Aku ingin kau mengenakan pakaian serba putih," kata Jintul kemudian.
"Kenapa begitu, Raja jin?"
"Entahlah. Aku sendiri tak tahu kenapa aku berkeinginan seperti itu! Pokoknya pakai saja pakaian serba putih, akupun mau ganti jubah putih."
"Saya tidak punya pakaian putih, Raja jin."
"Seprai saja deh! Seprai kasur kau lilitkan di tubuhmu, kan jadi pakaian serba putih. Kalau tak ada seprai, perban juga boleh."
"Nanti saya jadi mummy dong, Raja jin?"
"Ah, cerewet!" kata Raja jin Jintul. Dengan jengkel karena ditanyai terus. Salim hanya tersenyum-senyum geli, Raja Jin Jintul berkata lagi, "Apa saja yang serba putih, pakailah! Jangan banyak tanya, Lim please my brother!"
"Mother fuckin banana!" sahut Salim.
"Apa itu?"
"Artinya Raja jin paling ganteng, hihihi," jawab salim dengan tertawa geli, tapi tertahan.
Kepergian Jintul dengan Salim atas seizin Janda Keramat. Sekalipun Jintul seorang raja, tapi ia menghargai nilai persahabatannya dengan Janda Keramat. Salim tak bisa mengenakan pakaian serba putih yang dikehendaki Jintul, karena semua seprai putih sedang dicuci dan belum kering. Hanya Jintul yang menukar pakaiannya. Jubah hitam diganti jubah putih. Semua pakaian dan assesoris diganti serba putih. Karena kulitnya hitam, maka Jintul jadi seperti pinsil alis dibungkus kapas.
"Kita akan terbang, Lim!"
"Jangan, Raja jin. Saya takut kalau dibawa terbang. Kita jalan kaki saja."
"Aku ini raja jin, masa' jalan kaki? Gengsi, tahu!"
"Tapi saya enggak bisa terbang, Raja jin."
"Naik di punggungku, pegangan kuncirku!"
"Ogah, ah!"
"Kenapa memang?"
"Nanti kalau ada orang melihat, disangkanya saya sedang naik onta lagi!"
"Eh, aku ini raja jin. Jangan kau samakan dengan onta!" bentak Jintul murka.
Tak lama penuh perdebatan, akhirnya diputuskan untuk menggunakan jalur gaib. Maksudnya jalur gaib adalah perjalanan melintasi alam gaib agar mudah sampai tujuan.
Apa bisa?
Bisa dong! Jintul, kan raja jin, kalau enggak bisa melintasi jalur gaib sama juga bohong, kan? Tapi bagaimana dengan Salim, yang sampai sekarang masih sering bersikap kekanak-kanakan itu? Diakan bukan keluarga jin, tidak punya kekuatan menembus jalur gaib!
Oh, itu soal mudah selama ia berada di sebelah Jintul. Raja jin yang bermata lebar dan berkulit wajah hitam tebal seperti terpal itu menebarkan jubah putihnya, menyelubungi Salim.
Wuuusss...! Saat itu asap menebar. Salim terbatuk-batuk dalam selimut jubah putih lebar itu.
"Saya sesak napas, Raja jin!" katanya.
"Diam lu! Kita sedang memasuki jalur gaib, nih! Jangan banyak omong nanti ada orang dengan suara tanpa rupa, kau bisa pingsan terkencing-kencing!" sentak Raja Jin memperingati Salim.
"Tapi jubah ini baunya tujuh rupa, Raja jin!"
"Memang sudah bertahun-tahun tidak dicuci. Tak usah mengeluh, terima saja apa adanya, Lim."
"Kepala saya pusing, Raja jin."
"Cerewet, hiih! Tahan sebentar, itu cuma bau keringatku saja!"
"Tapi..."
Buuk...!
Blaaamm...!
"Suara apa, tuh!" kata Salim begitu kaget.
Jintul dan Salim keluar dari jalur gaib. Nah, luh...! Kenapa bisa keluar dari jalur gaib. Suatu kekuatan gaib menghantam mereka dan membuat mereka terpental jatuh di alam nyata. Tubuh besar Jintul yang jatuh ke alam nyata itu membentur dinding bukit cadas dan menggetarkan bukit itu, menimbulkan suara gema menggelegar. Untung saja Salim tidak kejatuhan badan Jintul. Kalau saja sampai kejatuhan tubuh hitam besar berperut buncit itu, maka tubuh Salim itu kontan akan menjadi kempes dan gepeng. Terpental jauh dari tubuh Jintul adalah suatu keberuntungan besar bagi Salim.
"Biarlah punggungku terasa remuk, tapi aku masih bisa bernapas. Dari pada harus ketiban tubuh Jintul, aku akan kebingungan mencari di mana letak napasku," pikir Salim sambil menggeliat pelan-pelan berusaha untuk bangkit dari jatuhnya.
Salim pejamkan mata sejenak, menahan napasnya beberapa saat, lalu disalurkanlah ilmu hawa murni di daerah punggung yang ia dapatkan dari Nyai Guru Janda Keramat, sehingga rasa sakit di punggungnya itu mulai berkurang.
Raja Jintul mengumpat dengan sebaris maki-makian yang tak jelas karena suaranya menggelegar menggetarkan pepohonan dan bebatuan sekelilingnya.
"Aduh, sakit, Mak! Niat mau sambil refresing jalan malem. Kenapa jadi sial begini, sih!" rutuk Salim menggerutu.
"Ini gara-gara kau terlalu berisik dari awal perjalanan!" sentak Raja Jintul.
"Ah, Raja jin 1000 alasan macam Zaskia Gotik!" celetuk Salim tak kalah sewot.
"Sudah-sudah kita berhenti di sini, perjalanan kita batalkan dahulu," perintah Raja Jintul.
"Huh! Apes-apes!" gerutu Salim lagi.[ ]
Janga lupa follow😉