Happy reading
Di sebuah SMA yang terletak di pinggiran kota, terdapat seorang gadis bernama Aira. Dia adalah siswi yang pendiam dan lebih suka menghabiskan waktu membaca novel di perpustakaan daripada bergaul dengan teman-teman sekelasnya. Meskipun cerdas dan berbakat, Aira merasa terasing di tengah keramaian dan kesibukan teman-temannya.
Di kelas yang sama, ada Farel, seorang pemuda tampan yang merupakan bintang sepak bola sekolah. Dia adalah sosok yang populer dan selalu dikelilingi oleh teman-teman. Meskipun terlihat sangat berbeda, Farel merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya. Di balik senyumnya yang cerah, dia menyimpan banyak tekanan dari harapan orang tua dan teman-teman.
Suatu hari, saat pelajaran seni, Aira memutuskan untuk menggambar potret. Dia selalu merasa nyaman ketika mengekspresikan dirinya melalui seni. Di tengah konsentrasinya, dia tidak menyadari bahwa Farel sedang memperhatikannya dari jauh. Ketika bel berbunyi, Farel mendekatinya dan berkata, “Gambarmu bagus. Aku suka cara kamu menangkap ekspresi.”
Aira terkejut dan tidak percaya. “Terima kasih,” balasnya pelan. Mereka mulai berbincang-bincang, dan tanpa disadari, perbincangan itu membawa mereka pada kedekatan yang tak terduga. Farel mulai sering mengunjungi perpustakaan untuk melihat karya-karya Aira dan bertanya tentang proses kreatifnya. Mereka menemukan banyak kesamaan dalam kecintaan mereka terhadap seni dan keinginan untuk mengejar impian.
Seiring waktu, perasaan Aira terhadap Farel semakin dalam. Dia menemukan kenyamanan dan kehangatan dalam kehadiran Farel. Namun, dia merasa ragu untuk mengungkapkan perasaannya, khawatir bahwa Farel hanya menganggapnya sebagai teman biasa. Di sisi lain, Farel juga merasakan ketertarikan yang sama, tetapi dia merasa terjebak dalam ekspektasi yang tinggi dari orang-orang di sekelilingnya.
Suatu malam, saat mereka mengerjakan proyek seni bersama di rumah Aira, suasana menjadi lebih intim. Lampu remang-remang dan musik lembut mengisi ruang. Farel menatap Aira dengan serius dan bertanya, “Aira, apa yang kamu impikan di masa depan?”
Aira merenung sejenak. “Aku ingin menjadi seorang seniman. Menggambarkan emosi dan pengalaman hidupku melalui karya seni,” jawabnya dengan tulus. Farel mengangguk, tetapi ada keraguan di matanya. “Tapi kadang aku merasa tidak mampu untuk mencapai impian itu. Semua orang mengharapkan aku untuk menjadi bintang sepak bola, dan aku tidak tahu bagaimana menghadapi tekanan itu.”
Mendengar kata-kata Farel, hati Aira terasa berat. Dia mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Farel. “Kamu tidak sendirian, Farel. Kita semua berjuang dengan harapan dan tekanan. Apa pun yang terjadi, aku akan mendukungmu.” Farel menatap Aira dengan penuh rasa syukur. “Terima kasih, Aira. Kamu membuatku merasa lebih baik.”
Sejak malam itu, mereka semakin dekat. Farel mulai berani mengekspresikan perasaannya dan berbagi tekanan yang dia rasakan. Aira merasa senang bisa menjadi tempat curhat bagi Farel, dan perlahan-lahan, hubungan mereka tumbuh menjadi cinta yang tulus.
Namun, tantangan datang ketika Farel mendapat tawaran untuk bermain di tim sepak bola junior yang bergengsi. Dia harus berlatih lebih keras dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk memenuhi harapan orang tua dan pelatihnya. Dalam proses itu, dia mulai menjauh dari Aira. Pertemuan mereka berkurang, dan Aira merasa kehilangan sosok yang sangat berarti dalam hidupnya.
Suatu sore, Aira memberanikan diri untuk menemui Farel di lapangan. Dia melihat Farel sedang berlatih bersama teman-temannya, dan rasa cemas menghimpit hatinya. Setelah latihan selesai, Aira mendekati Farel dan mengajaknya berbicara. “Farel, aku merasa kita semakin jauh. Apakah kamu masih ingat impian kita?”
Farel menunduk, “Aku tahu. Tapi aku harus fokus pada sepak bola. Semua orang mengharapkan aku untuk berhasil.” Air mata Aira mulai menggenang. “Tapi aku juga mengharapkan kamu bahagia. Jika sepak bola bukan yang kamu inginkan, jangan takut untuk mengatakan tidak.”
Mendengar kata-kata Aira, Farel terdiam. Dia merasakan betapa berharganya Aira dalam hidupnya. “Aku tidak ingin kehilanganmu, Aira. Kamu adalah satu-satunya yang membuatku merasa seperti diriku sendiri,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Aira menarik napas dalam-dalam. “Aku selalu ada untukmu, Farel. Tapi kita harus saling mendukung, bukan saling menjauh.” Farel mengangguk, menyadari bahwa cinta mereka bisa saling menguatkan.
Setelah pembicaraan itu, Farel memutuskan untuk mengejar impiannya tanpa mengabaikan Aira. Dia berjanji untuk lebih sering meluangkan waktu untuk mereka berdua. Cinta mereka bukan hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang saling mendukung dalam menghadapi tantangan.
Mereka belajar untuk mengatasi tekanan dan mengejar impian masing-masing sambil tetap bersama. Aira melanjutkan menggambar dan mengekspresikan diri melalui seni, sementara Farel berlatih untuk tim sepak bola, tetapi kali ini dengan semangat dan dukungan dari Aira.
Cinta pertama mereka mengajarkan tentang arti dari saling percaya, memahami, dan menghadapi dunia bersama. Di antara pelajaran dan ujian, mereka menemukan bahwa cinta yang tulus mampu mengatasi segala rintangan.
Akhir
Cerpen ini menggambarkan perjalanan cinta SMA yang penuh emosi dan tantangan, dengan fokus pada dukungan dan pengertian antara dua karakter yang berbeda. Semoga kamu menyukainya!