Di dunia yang penuh dengan warna, setiap hari seperti lukisan hidup yang bergerak melakukan berbagai aktivitas. Manusia dilahirkan dengan berbagai warna, memenuhi dunia dengan warna warni yang indah. Semakin banyaknya warna yang ada di kota, itu menandakan betapa berkuasanya manusia dengan warna tersebut.
Di antara semua itu, ada satu warna yang tak pernah berubah, yaitu abu-abu. Abu-abu atau yang biasa disebut Gray, dia menyebut dirinya seperti itu karena tidak pernah ada orang yang memanggil namanya. Di kota yang penuh dengan warna, abu-abu merupakan warna yang hampir tidak ada. Dahulu di kota itu, warna abu-abu cukup banyak, mulai dari awan mendung, asap rokok, lantai beton, sampai bulan di angkasa. Tapi karena menurut orang-orang warna abu-abu terlihat jelek, benda-benda tersebut warnanya di ubah menjadi warna lain, dan satu-satunya hal bukan manusia yang memiliki warna abu-abu adalah kucing yang Gray rawat.
Gray merawat kucing itu dengan penuh kasih sayang karena menurutnya, kucing itu dan dirinya berbagi nasib yang sama. Gray mampir di sebuah warung untuk makan, tapi warna yang ia dapatkan sejak lahir dipandang dengan tatapan merendahkan.
"Pergi sana! tidak ada tempat untuk warna jelek sepertimu!" Bentak pemilik warung sambil melempari Gray dengan sampah, kucing di pelukannya menggeram marah kepada pemilik warung.
Di kota ini, tidak ada yang menyukai warna abu-abu, warna yang jelek dimata orang, tapi warna ini merupakan warna yang didapatkan oleh Gray dari lahir.
Gray kadang iri dengan warna yang dimiliki oleh orang lain. Orang yang memiliki warna biru mendapatkan kekuasaan terbesar karena langit indah yang terhampar berwarna biru. Warna merah, hijau, oren, dan warna-warna lainnya disukai oleh banyak orang karena menghiasi kota ini dengan warna yang indah. Meskipun ada banyak warna yang dipandang lebih baik dari dirinya, Gray berusaha untuk selalu mensyukuri warna yang telah ditakdirkan untuknya.
Gray meninggalkan kucing abu-abu miliknya di sebuah kardus tempat biasa mereka tidur di pinggir bangunan, anak laki-laki itu berpamitan untuk memancing di pinggiran kota di sebuah sungai kecil. Gray berharap ikan yang dia dapatkan cukup banyak agar mereka bisa tetap hidup di kota ini. Gray pulang dengan beberapa ikan di tangan, di malam yang gelap dan dingin, Gray dan juga kucing abu-abu menikmati makanan mereka.
Keesokan harinya, Gray melihat seorang gadis yang terlihat serius sedang melakukan sesuatu di taman, warna kuning yang melambangkan keceriaan. Gray yang penasaran mendekat dan menyapanya.
"Hei! apa yang sedang kamu lakukan?" tanyanya dengan ramah. Gray yang tidak terbiasa dengan orang lain dan tidak pernah ingin akrab dengan mereka karena perlakuan yang telah mereka lakukan kepadanya, untuk pertama kalinya dia mengabaikan perasaannya karena kalah pada rasa penasaran.
"Ah, aku sedang membuat sesuatu, sebuah bunga." Gadis itu membalasnya dengan ramah. Gray tidak menyangka, dirinya yang selalu direndahkan dan diabaikan oleh orang lain, untuk pertama kalinya dapat berbicara dengan seseorang.
Kucing abu-abu meringkuk di salah satu kursi tidak jauh dari mereka, memperhatikan tuannya dari kejauhan.
"Kelihatannya menarik. Kenapa kamu melakukan ini?" Gray bertanya lagi, raut wajahnya terlihat tertarik dan penuh ingin tahu.
Gadis itu tersenyum kepadanya sebelum menjawab. "Aku menyukainya, dan aku ingin membagikan apa yang kumiliki pada orang lain."
Jawaban dari gadis itu membuat Gray bersemangat, anak laki-laki itu berpikir dengan membuat bunga, dirinya bisa lebih diperhatikan dan tidak diabaikan oleh orang lain. Karena benda yang dibuat dengan warna yang ia miliki pasti akan diingat oleh orang yang melihatnya.
"Hei, ajari aku dong" tanpa pikir panjang Gray langsung meminta hal tersebut pada gadis kuning itu.
"Boleh. Ah, ngomong-ngomong namaku Canary, dan kamu?" Canary tersenyum hangat.
"Aku Gray, mohon bantuannya ya." tanpa sadar Gray ikut tersenyum melihat Canary tersenyum.
Sejak saat itu, Gray dan Canary sering bertemu untuk membuat sesuatu, kucing abu-abu juga ikut menemani Gray di taman itu.
Gray mencoba membuat bunga seperti Canary. Dia berusaha membuat bentuknya terlihat seperti bunga yang selalu Canary buat, tapi beberapa percobaan selalu gagal. Bagi Gray, bentuk bunga terlalu rumit dengan banyaknya lengkungan lengkungan yang menjadikan benda itu seperti bintang, tapi meskipun gagal berkali-kali, Gray tidak menyerah, anak laki-laki itu tetap gigih mencoba membuat bunga seperti milik Canary selama berhari-hari.
Setelah lebih dari dua puluh hari berlatih, akhirnya bunga yang Gray buat mulai terlihat, meskipun tidak sebagus milik Canary, tapi baginya ini adalah hal yang bagus. Gray merasa bangga atas pencapaiannya, Canary ikut mengapresiasi hasil kerja keras yang Gray lakukan. Sekarang waktunya memberikan warna kepada benda yang telah Gray buat. Dengan perlahan, Gray menyalurkan warna abu-abu miliknya kepada bunga kosong itu, tapi setelah warna abu-abunya masuk, bunga itu meledak dan hancur, seketika Gray merasa putus asa, seolah hal yang ia kerjakan selama berhari-hari sia-sia, tapi Canary menyemangati Gray dan berkata bahwa tidak apa-apa gagal asalkan jangan menyerah.
Setelah sekitar 4 bulan Gray membuat bunga dengan warna abu-abu, hasilnya tetap sama. Bunga itu hancur setelah Gray memasukkan warnanya, anak laki-laki itu menjadi pesimis, dia bertanya kepada dirinya sendiri, "Apakah berbagi warna kepada dunia adalah hal yang salah untuk dilakukan?"
Tetapi Canary membantah perkataan Gray, gadis itu berkata kepada Gray untuk mencoba hal lain. Gray kembali berpikir positif dan mencoba sesuatu yang bukan bunga, dia memikirkan sebuah hal yang lebih kuat daripada bunga, yaitu batu.
Gray tidak menyerah, dia kembali mencoba membuat hal baru yang ia pikirkan. Sekarang pewarnaan bendanya lebih cepat, setelah 3 bulan Gray berhasil membuat batu segenggaman tangan dengan warna miliknya, yaitu abu-abu. Perasaan senang yang tak terlukiskan membuat hati Gray sangat hangat, dia begitu senang karena untuk pertama kalinya dia membuat sesuatu. Canary memuji kerja keras dan dedikasi yang Gray lakukan.
Hari ini, Gray pulang lebih cepat untuk memberitahukan apa yang telah ia buat kepada hewan peliharaannya, tapi sesuatu yang mengejutkan terjadi, kucing abu-abunya di tabrak oleh mobil putih. Darah mengalir dengan kucing itu yang mengeong lemah. Gray merangkul kucing kecil itu, mencoba memanggil bantuan tapi tidak ada seorang pun yang melihatnya, mereka tetap berjalan menghindari Gray dan berjalan seolah tidak ada yang terjadi. Pemilik mobil putih sudah pergi, dia tidak peduli dengan apa yang ia lakukan terhadap warna kecil yang tidak berharga.
Gray pergi dari tempat itu, mencari tempat yang sepi untuk menguburkan mayat kucingnya, biasanya orang yang kehilangan benda yang berwarna sama seperti dirinya akan menghilang, tapi Gray tidak menghilang, mungkin karena anak laki-laki itu telah membagikan warnanya ke sebuah benda, yaitu batu di tangannya. Dengan perasaan sedih, Gray menguburkan kucing yang senasib dengannya dan juga memiliki warna seperti dirinya, satu-satunya teman yang selalu menemaninya.
Gray kembali berpikir positif, dia berharap dengan batu di tangannya, warna abu-abu dapat dikenali dan menjadi salah satu warna indah di kota ini, demi dirinya sendiri dan juga kucing peliharaannya.
Gray melihat Canary meletakkan bunga buatannya dipinggir jalan, tidak perlu waktu lama bunga itu diambil oleh pejalan kaki yang lewat, seorang ayah memberikannya kepada anaknya, dan sang anak terlihat bahagia menerima hadiah tersebut dari ayahnya. Gray berpikir untuk mencoba hal tersebut, mungkin saja benda buatannya juga bisa disukai oleh orang lain.
Gray meletakkan batu buatannya dipinggir jalan, dia berharap ada yang menyukai dan mengambilnya. Anak abu-abu itu menunggu selama beberapa hari, tidak ada yang datang mengambil benda buatannya. Seorang pekerja kantoran hanya berjalan melewatinya, anak-anak yang sedang bermain berhenti kemudian kembali bermain, terakhir ada seorang remaja laki-laki yang berhenti dan memperhatikan batu abu-abu dipinggir jalan tersebut, Gray kira remaja itu akan mengambilnya, tapi ternyata tidak, remaja itu menendang batu itu dengan kuat sampai akhirnya batu buatan Gray masuk ke selokan. Hati Gray terasa hancur ketika apa yang dia buat selama kurang lebih 3 bulan dibuang seperti barang yang tidak berharga, hati kecilnya terasa sedih.
Saat ini, Gray sedang melihat sesuatu yang dibuat oleh Canary, sesuatu yang sangat besar, yaitu taman bunga. Bunga berwarna kuning terhampar sangat luas, orang-orang yang ada di sana terlihat bahagia dan Canary begitu bangga dengan kerja kerasnya yang disukai banyak orang.
"Tidak apa-apa, jangan menyerah, Gray. Aku juga selalu gagal sebelumnya dan tanpa aku sadari aku berhasil sekarang. Yang perlu kamu lakukan hanya terus berusaha." Kata-katanya terdengar hangat, Gray yang semulanya berputus asa dan sedih, kini dipenuhi dengan motivasi.
Gray mencoba memikirkan sesuatu yang baru. Hal yang lebih besar dan mudah terlihat oleh orang lain, dia terpikirkan untuk membuat batu yang besar di taman agar orang lain dapat melihat benda buatannya.
Selama 7 hari 7 malam Gray berjuang membuat batu yang besar, dan pada hari ke-8 orang-orang di taman terkejut karena munculnya benda abu-abu itu. Gray berpikir dia akan mendapat banyak pujian atau bahkan perhatian, baginya yang tidak pernah mendapatkan hal seperti itu, ini adalah yang akan membuatnya sangat bahagia. Tapi, ekspektasi nya terlalu tinggi, senyuman yang ingin dia lihat malah berubah menjadi raut wajah marah, pujian yang ingin dia dapatkan berubah menjadi cacian yang tidak terhitung dan menyakitkan. Gray terdesak, suaranya tidak terdengar, benda yang dia buat susah payah untuk membuat orang lain bahagia malah menjadi hal yang paling dibenci oleh warga sekitar.
"Jangan! Aku mohon, tolong jangan rusak baru itu!" Air mata Gray tidak terbendung, perasaan kesal, sedih, kecewa dan amarah tercampur menjadi satu. Dia ingin menunjukkan kepada orang-orang bahwa abu-abu bukanlah warna yang buruk, dia ingin membuat kucingnya senang karena Gray telah membuat warna abu-abu bisa dilihat oleh orang lain, Gray ingin membuat sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang lain, tapi tidak ada yang terjadi sesuai dengan harapannya. Karyanya dihancurkan, warnanya sekarang dibenci, dan tatapan orang-orang seolah memandang dirinya sampah, Hati Gray hancur tanpa ada yang peduli padanya.
"Tunggu!" Canary menghentikan para warga yang menghancurkan benda buatan Gray. "Lihatlah benda ini terlihat indah, coba alirkan warna yang kalian miliki, pasti akan menjadi indah, warna dari batu ini sangat indah." Canary mencoba memberikan semangat pada hal yang Gray buat, dia berharap dengan ini para warga akan menyukai abu-abu.
Gray terlihat senang karena orang-orang mulai melihat batu abu-abu besar itu yang sudah menjadi pecahan kecil. Mereka mulai mengalirkan warna mereka ke batu kecil yang mereka pegang. Hal menganggumkan terjadi dan mereka menjadi senang, orang-orang mulai menyoraki Canary karena menurut mereka ini adalah ciptaan yang hebat. Sedangkan Gray, orang yang membuat benda itu perlahan mulai menghilang, benda yang dia buat dengan tujuan membagi warnanya, sekarang telah tiada. Gray sadar bahwa dia tidak bisa apa-apa, dunia tidak membutuhkan warna jelek sepertinya, tidak peduli seberapa besar perjuangannya, warnanya tidak pernah disukai oleh orang lain.
Canary berteriak, tidak ingin Gray menghilang tapi semuanya sudah terlambat. Di kota yang penuh dengan warna— tidak ada abu-abu di kota itu.