***
Di perumahan AD (Angkatan Darat) Brawijaya Surabaya. Malam itu bulan purnama, saat aku di dalam kamar sedang membaca buku, tiba-tiba rasanya kebelet kepingin buang air kecil.
"Haduh! ada-ada saja ini, malam-malam mau pipis lagi. Jalan untuk ke kamar mandi pun harus melewati halaman rumah. Ya, Tuhan sudah enggak tahan banget mau ke kamar mandi."
Aku beri gambaran sedikit, di rumah itu ada sebuah halaman luas untuk menjemur pakaian, sekaligus ada ayunan di tamannya.
Jam di dinding menunjukkan pukul 00.30. lewat tengah malam, ingin rasanya menahan buang air kecil. Tapi, rasa kebelet mengalahkan rasa takutku. Pada saat aku beranikan untuk keluar dari dalam kamar, bulu kudukku terasa mulai berdiri semua. Aku mencoba menengok kanan dan kiri, tidak ada satupun penghuni rumah yang terlihat. Namun, tiba-tiba saja pandanganku terarah pada halaman rumah, dan melihat ayunan di taman bergerak dengan sendirinya.
Mungkin hanya angin dan halusinasiku saja, pikirku saat itu Kuamati kembali penglihatanku, ternyata aku melihat di halaman rumah, ada sosok laki-laki memakai jas berwarna hitam, yang sedang asyik bermain ayunan. Lantas saja aku berlari menuju kamar mandi. Detak jantungku rasanya sudah tidak beraturan, kemudian segera kupercepat aktifitasku di kamar mandi,
Aku berharap penampakan itu sudah pergi dari halaman rumah, kemudian akupun memberanikan diri untuk memeriksa kembali sosok yang mengenakan jas hitam itu. Benar saja ternyata sosok itu sudah hilang entah ke mana. Aku pun cepat-cepat berlari sekencang-kencangnya kembali ke kamarku.
***
Di malam hari yang lain, entah mengapa aku merasa takut sekali untuk tidur di kamarku sendiri, lantas aku meminta Bibi Ratih pembantu rumah untuk menumpang tidur di kamarnya. Kebetulan tempat tidur Bibi Ratih bertingkat, ia tidur di bawah dan aku di atasnya. Sesudah, itu kuperhatkan di dalam kamar Bibi Ratih itu ada sebuah lemari yang cukup besar. Mungkin itu salah satu lemari peninggalan di rumah Belanda ini.
Aku pikir dengan tidur di kamar Bibi Ratih aman dari gangguan mahluk halus, ternyata semakin menyeramkan lagi. Tak lama, aku melihat sesosok penampakan yang turun dari atas lemari. Sosok mahluk tersebut besar dan berbulu, kemudian sosok itu kuperhatikan turun dari atas lemari secara perlahan-lahan. Jantungku pun mulai berdegup dengan kencang dan mulai tidak beraturan. Ingin rasanya aku menjerit malam itu, sekuat-kuatnya, tetapi mulutku seperti terkunci rapat. Kulihat ke bawah ranjang Bibi Ratih sudah tertidur pulas, dan kuperhatikan mahluk itu berjalan keluar dari kamar Bibi Ratih, lalu menembus pintu kamar.
Belum hilang rasa ketakutanku, aku merasakan seperti ada seseorang yang sedang memelukku dari arah belakang.
"Ya Tuhan! Apa lagi ini?" pikirku. Saat aku membalikkan badan, astaga yang memelukku ternyata hantu yang wajahnya seperti jeruk purut.
Aku ketakutan setengah mati malam itu, tubuhku amat sulit untuk kugerakkan dan rasanya jantungku mau copot. Malam itu terasa begitu panjang sekali bagiku, dan tak lama aku mendengar suara azan subuh berkumandang. Akupun merasa lebih tenang, kemudian membaca doa-doa yang aku bisa.
Menurut penuturan dari warga sekitar, rumah itu dahulunya tempat markas serdadu Belanda juga tempat penyiksaan pribumi di jaman penjajahan Belanda. Saat itu aku sering sekali ke kamar Bibi Ratih untuk sekedar mengobrol ataupun bercanda saja. Namun, pada malam itu, aku mendengar seperti ada seseorang yang membuka pintu garasi.
Bibi Ratih menyuruh aku untuk melihat siapa yang membuka pintu garasi, saat aku lihat dari atas tempat tidur, tidak ada orang yang membuka pintu, tetapi sekilas aku melihat ada dua sosok mahluk halus sekitaran anak berusia 6 tahun.
Salah satu dari makhluk-makhluk kecil itu memandang ke arahku dan tertawa. Aku perhatikan mulutnya bukan seperti anak kecil pada umumnya, tetapi bentuk mulutnya memanjang. Sangat mengerikan sekali.
***
Di lain waktu saat musim liburan, salah satu sepupuku baru pulang dari bandung, namanya Mas Ryan, ia termasuk orang yang tidak percaya akan adanya mahluk halus. Aku pun mulai menceritakan tentang angkernya rumah Belanda ini, tetapi setelah mendengar ceritaku Mas Ryan meremehkan cerita-ceritaku dan ucapannya sesumbar seperti ingin menantang mereka.
"Mana ada setan, makhluk halus! Halusinasi saja kamu Nurul! Kalau pun ada hantu di sini. Akan aku jadikan pacar. Ha ha ha!" ucap Mas Ryan.
Pada malam itu, Mas Ryan menempati kamarku, tetapi saat memasuki tengah malam Mas Ryan malah berlari ke sana- kemari, seperti orang yang melihat sesuatu. Dan, sampai tidak sadar kalau ia menabrak kaca di depannya. Seisi rumah pun menjadi gempar, aku Pakde dan Budeku karena terbangun terkejut melihat Mas Ryan teriak-teriak di tengah malam.
Mas Ryan cerita, kalau ia baru saja melihat hantu wanita bentuk wajahnya tidak memiliki mata hidung dan juga mulut. Rata semua! Sosok wanita itu bicara pada Mas Ryan.
"Siapa yang ingin jadi pacarku?"
Setelah kejadian itu Mas Ryan sering kerasukan dan bertingkah seperti orang yang tidak waras. Pakdeku pun segera memanggil orang pintar dari Kediri untuk menyembuhkan Mas Ryan.
***
Di perumahan AD (Angkatan Darat) Brawijaya Surabaya. Walaupun aku sering ditemui makhluk halus di rumah itu, tetapi tidak mempengaruhi keluarga di rumah itu, semua baik-baik saja. Sampai pada suatu hari, Pakde mengeluh sakit di dadanya, ternyata Pakde terkena jantung koroner. Setelah di diagnosa jantung Pakde semakin melemah.
Seetelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya pada waktu yang telah menjadi takdir, Pakde meninggal dunia. Kesedihan kami sekeluarga pun memuncak, kami sangat kehilangan teladan pengayom yang baik pada sosok diri Pakde sebagai suami, dan juga seorang paman untukku.
***
Setelah di makamkan pada saat malam hari, kami sekeluarga menunggu anak-anak Pakde yang tinggal di luar kota untuk pulang ke rumah. Kami juga menunggu penghormatan terakhir dari kesatuan AD (Angkatan Darat) Brawijaya Surabaya saat itu. Setelah Pakde tiada, kembali lagi kejadian-kejadian aneh yang bermunculan di rumah Belanda itu.
Pada malam harinya setelah Pakde di makamkan, aku melihat seolah-olah Pakde masih hidup, dan sedang beraktivitas seperti biasa di kamarnya. Akal sehatku seakan sudah tidak berfungsi secara normal saat itu. Setelah wafatnya Pakde, Bude pun pindah dari kamar yang di tempatinya bersama Pakde ketika itu. Bude mengatakan, ia sulit untuk tidur di kamar itu. Bilamana Bude butuh sesuatu di kamar itu, pasti ia menyuruh aku untuk mengambilnya.
***
Pada malam berikutnya, ketika aku membuka pintu hendak menyapu di kamar Pakde. Kembali aku melihat Pakde sedang duduk di meja rias sedang mencukur kumis serta jenggotnya. Aku semakin stres dengan keadaan ini, dengan munculnya penampakan sosok Pakde. Namun, tidak ada satupun di dalam rumah yang berani masuk ke kamar Pakdeku itu. Apalagi berani menggantikan aku untuk membersihkan kamar Pakde.
Selama beberapa tahun tinggal di rumah Belanda itu, banyak sekali kejadian aneh yang kualami. Rumah tersebut memang cukup besar, dari tampak luar rumah sudah terlihat menyeramkan dan terkesan angker. Lebih-lebih jika telah memasuki malam hari.
***
Pada saat itu belum genap tujuh hari, Pakde di makamkan. Pakde meninggalkan kami semua karena usianya yang sudah senja dan akhirnya kami harus kehilangan sosok yang begitu menjadi panutan. Aku ingat malam itu hujan rintik-rintik, kami memilih untuk diam di kamar masing-masing. Waktu itu tepat pukul 01.00. malam, aku merasa sukmaku seperti melayang keluar dari ragaku. Sukmaku melihat sosok makhluk berwajah kuda, berkaki tiga, dengan mata berwarna merah tajam hendak masuk ke dalam rumah.
Aku amati makhluk itu tidak dapat masuk ke dalam rumah karena dalam diamku aku terus menerus membaca ayat kursi. Waktu itu aku ingat, Pakde dimandikan di halaman belakang rumah di taman itu. Selama empat puluh hari aroma bunga pemandian jenazah masih segar tercium. Di dalam penglihatanku, di taman itu banyak sekali anak-anak kecil dari bangsa halus yang sedang bermain saat hari mulai gelap.
***
Di malam berikutnya, waktu semua keluarga di dalam rumah semua terlelap tidur, tubuhku lelah sekali, tetapi mataku sulit untuk kupejamkan. Dalam suasana hening dan sepi, aku mendengar langkah kaki yang diseret dengan berat. Suara langkah kaki itu seperti berputar-putar di depan kamarku. Entah aku tidak tahu itu penampakan sosok apa lagi.
Teror makhluk halus di rumah itu seperti belum selesai, pada malam berikutnya aku mendengar di atas genting rumah terdengar jelas banyak sekali suara serdadu Belanda yang sedang baris berbaris.
Prak... Prak... Prak...!
Setiap malam aku mendengarnya. Aku pun bertanya pada Bude dan juga anak Bude, mereka mengatakan tidak mendengar suara apa-apa. Padahal aku mendengar sangat jelas sekali orang sedang berbaris, yang diikuti suara orang yang sedang berbicara dengan bahasa Belanda. Dan, aku juga mendengar suara desingan peluru yang bising sekali di rumah itu.
Suara-suara serdadu berbaris di atas genting menggangguku selama empat puluh hari, dan selama empat puluh hari aku selalu dicekam rasa ketakutan. Setiap harinya tubuhku berkeringat dingin, dari telapak tangan hingga telapak kakiku. Setelah aku periksa ke dokter, aku diagnosa lemah jantung karena mengalami rasa ketakutan yang berlebihan.
***
Di malam terakhir empat puluh harinya Pakde, selain mendengar suara serdadu Belanda berbaris. Burung peliharaan Pakde cucak rowo berisik sekali tak mau diam, terus terbang ke sana
-kemari di dalam sangkarnya. Kami pun sekeluarga memeriksa burung itu, ternyata si Petruk burung cucak rowo kesayangan Pakde kami lihat sudah tidak bernyawa.
Semasa hidup Pakde, ia selalu menggunakan mobil Katana. Namun, setelah Pakde tiada, aku melihat mobil Katana itu menyala sendiri dengan suara sound musik di dalamnya, sampai tiga kali aku melihat kejadian itu. Akhirnya penglihatanku juga syaraf otakku tidak bisa menerima sosok penampakan-penampakan makhluk halus yang beruntun di rumah itu. Sementara itu, kondisi kesehatanku dalam pengawasan dokter karena mengalami lemah jantung yang semakin parah.
Di dalam proses penyembuhan, aku terpaksa pulang ke rumah orang tuaku di desa. Selama dua minggu di desa membuat aku sangat tenang dan tentram. Tubuhku pun terasa lebih begitu segar sekali. Dan, tidak ada lagi bayang-bayang makhluk halus di rumah Belanda itu. [ ]