Aku Mey, ini kisahku yang lainnya menjadi seorang bidan di sebuah puskemas yang berada di desa terpencil. Menjadi seorang bidan memanglah tidak semudah yang aku kira pada awalnya. Apalagi harus menangani pasien yang akan melahirkan dan dianggapnya sangat aneh dan tidak wajar.
Pasienku yang bernama Ibu Rosa, di awal masa kehamilannya ia bercerita seringkali bermimpi buruk dan hal-hal aneh yang menyeramkan. Selama berumah tangga Ibu Rosa dan suami menuturkan padaku, bahwa ia tidak pernah mengenal pesugihan dan hal-hal mistis yang pada umumnya terjadi. Tetapi, pada saat kehamilannya memasuki dua bulan, ia bermimpi melihat sesosok wanita yang sangat cantik, bertubuh manusia dan berekor ular dengan mahkota di kepalanya.
Wanita setengah ular yang Ibu Rosa lihat di dalam mimpinya itu, ternyata seorang ratu ular dari kerajaan gaib. Dalam tidurnya, sang Ratu berpesan kepadanya.
"Titip anakku ...," ucap sang Ratu Ular itu.
Ibu Rosa begitu terkejut kemudian terbangun dari tidurnya, dengan napas terengah-engah dan keringat bercucuran deras. Saat itu Ibu Rosa seperti merasakan seolah-olah ada seekor ular yang baru saja merayapi kakinya. Tetapi, ketika ia mencoba memeriksanya, ternyata di bawah kakinya tidak ada apa-apa.
"Mungkin perasaanku saja," ucap Ibu Rosa saat itu.
Pada saat kehamilan memasuki empat bulan, Ibu Rosa setiap harinya selalu merasa diikuti sesosok anak kecil bertubuh merah, dan bertelinga panjang ke atas. Kemudian, pada saat kehamilannya memasuki lima bulan, pasienku mengalami pendarahan yang sangat hebat. Awalnya ia mengira hanya buang air kecil biasa. Namun, setelah ia memeriksanya, ternyata ada darah kental yang keluar dari kemaluannya.
Saat itu juga pasienku sangat panik, hingga berteriak-teriak histeris memanggil suaminya, kemudian Ibu Rosa pingsan seketika dan tak sadarkan diri. Suami Ibu Rosa bergegas membawanya ke puskemas, tempatku biasa bertugas. Di dalam ketidaksadarannya ia bercerita ditemui kembali oleh Ratu ular. Sang Ratu mengingatkan pesan kembali kepadanya.
"Kau jangan khawatir Ibu Rosa! Anakku akan segera lahir. Tenanglah, kau akan baik-baik saja. Jagalah baik-baik anakku. Biarlah aku sendiri yang akan melenyapkan gangguan-gangguan gaib yang selama ini menimpamu!"
Tidak lama, pasienku pun sadarkan diri dan ia begitu terkejut, penuh rasa heran, mendapati dirinya sudah berada di puskesmas. Selesai aku tangani dan memberikannya obat-obatan, barulah Ibu Rosa beserta suaminya pulang meninggalkan puskesmas. Waktu masa kehamilan Ibu Rosa yang sudah memasuki sembilan bulan sepuluh hari, tidak ada satupun tanda-tanda ia akan segera melahirkan.
Pada saat beberapa hari kemudian, barulah ia datang kembali ke puskesmas menemuiku, lalu secepatnya aku periksa keadaan kandungannya. Ketika aku periksa pasienku itu, aku merasakan adanya kejanggalan di dalam kandungan Ibu Rosa saat dilakukan USG. Aku merasa heran dan seperti merasakan keanehan, karena aku tidak melihat sama sekali kaki dari sang bayi. Yang kulihat hanyalah ekor ular berukuran kecil.
Aku begitu sangat terkejut saat itu. Dalam kecemasanku, dan mencoba menenangkan diri sebaik mungkin. Aku tidak ingin pasienku mengetahui jika bayinya lahir nanti dalam keadaan cacat.
Pada saat masuk hitungan kehamilan sepuluh bulan dua puluh tiga hari. Pagi hari itu Ibu Rosa datang kembali menemuiku di pukesmas, ia mengeluh dibagian perutnya begitu sakit. Akupun sudak tidak habis pikir, mengapa pasienku belum juga melahirkan. Sedangkan usia kandungannya sudah seharusnya melahirkan pada umumnya masa kehamilan sembilan bulan.
Kemudian, Ibu Rosa pun terus saja merasakan kesakitan di perutnya, seperti sudah tidak tahan lagi bahwa dirinya akan segera melahirkan. Akupun menyarankan agar pasienku dapat bersabar dan tetap tenang. Kemudian aku menyuruhnya untuk berjalan-berjalan kecil di dalam ruang persalinan.
Ketika itu waktu jarum jam kulirik menujukan sudah pukul 18.00. sore hari. Cuaca di luar begitu mendung dan gelap sekali, tetapi anehnya di ruangan persalinan saat itu sangat panas sekali. Dan, aku telah memperkirakan bahwa Ibu Rosa akan melahirkan selepas bada magrib.
Setelah bada magrib berlalu, di luar puskesmas angin bertiup begitu kencang. Hewan-hewan yang berada di sekitar pukesmas berisik sekali. Suara tikus-tikus di plafon pun mulai gaduh, saat itu aku sempat mendengar suara-suara yang begitu aneh. Entah datangnya darimana, konsentrasiku mulai terganggu dan aku mulai merasakan tidak tenang. Ibu Rosa sudah mulai pendarahan, ketubannya pun sudah pecah, pertanda pasienku akan segera melahirkan.
Namun di dalam kesibukanku menangani Ibu Rosa, tanpa sengaja sepasang mataku menangkap satu sosok wanita setengah ular di sudut ruang persalinan. Dan, pada saat itu aku teringat apa yang pernah diceritakan Ibu Rosa saat itu. Jika ia bercerita ditemui wanita berwujud ular.
Dengan sedikit keberanian yang kupunya, aku mencoba memberanikan diri untuk menoleh ke arahnya, dan aku memperhatikan mahluk itu ikut merasakan kecemasan menunggu kelahiran sang bayi.
Aku terus memberi semangat kepada Ibu Rosa untuk tetap tenang dan tidak boleh panik. Kemudian aku menyuruhnya untuk mengejan. Tak lama, barulah lahir bayi laki-laki yang mungil dan juga sehat. Namun yang membuat aku heran, mengapa bayi ini tidak menangis seperti bayi-bayi lain pada umumnya. Setelah kugendong dan memeriksanya, aku hanya mendengar suara mendesis berulang kali dari mulut sang bayi.
Andai saja aku tidak memegangnya kuat-kuat, bisa saja bayi itu terlepas dari tanganku, karena aku begitu sangat terkejut. Ternyata lidah bayi itu bercabang dua.
Pada saat kuamati kembali, bayi itu terus saja menjulur-julurkan lidahnya dalam gendonganku. Aku merasa gemetaran dan begitu sangat ketakutan, cepat-cepat aku letakkan bayi itu di sebuah boxs.
Belum hilang rasa takut dan kepanikanku. Aku melihat sosok wanita setengah ular itu menghampiri bayi Ibu Rosa, lalu menjilatinya. Ia menatapku tajam dan berkata, "Biarlah aku yang mengurus anakku. Kau urus saja Ibu Rosa agar ia sehat kembali," ucap Ratu Ular itu.
Aku pun lantas segera menghampiri Ibu Rosa dan memeriksanya. Kedua mataku selalu tak lepas mengawasi bayi yang sedang digendong wanita setengah ular tersebut. Aku sangat khawatir jika bayi pasienku dibawa pergi wanita setengah ular itu. Dan, apa yang dapat kuperbuat dengan mahluk yang sangat mengerikan di hadapanku ketika itu.
Kuamati suasana di luar puskesmas mulai tenang. Suara-suara hewan dan suara aneh lainnya yang tadi kudengar telah lenyap begitu saja. Kemudian aku mulai membersihkan tubuh bayi Ibu Rosa. Setelah selesai membersihkan bayinya, aku tidak melihat kembali ke mana perginya wanita setengah ular tadi.
Hari-haripun berlalu, aku sudah melupakan kejadian persalinan yang sangat mengerikan itu bagiku. Di lain waktu aku sibuk melanjutkan kembali pendidikanku. Namun secara tidak disengaja pada saat hari raya idul fitri, aku bertemu kembali dengan Ibu Rosa dan juga anak baiknya.
Ketika itu aku mencoba memperhatikan anak itu, ia sangat tampan dan sehat, usianya sudah mencapai satu tahun. Rasa penasaranku belum hilang saat persalinan satu tahun yang lalu. Kemudian aku meminta izin kapada Ibu Rosa memberikan anaknya padaku.
Lantas saja aku menggendongnya. Pada saat aku memeriksa anak itu kulihat kakinya normal-normal saja seperti anak-anak pada umumnya.
Rasa penasaranku masih belum juga puas dan terus memeriksanya kembali, sebabnya aku masih sangat penasaran sekali pada kejadian itu. Kubuka mulut anak itu lebar-lebar, dan aku sangat tidak percaya. aku begitu sangat shock sekali. Ternyata anak itu lidahnya masih bercabang dua. Nama anak itu berinisal 'M' []