"Eh, kamu ngapain bengong?" tanya Rian, sambil mengacak rambut Anya.
Anya tersentak, lalu tersenyum. "Nggak, lagi mikirin kamu aja," jawabnya, pipinya memerah·
Rian terkekeh. "Sok imut deh. Udah, sini, aku peluk."
Anya mendekat dan bersandar di dada Rian. Mereka berdua duduk di bangku taman, menikmati sore yang cerah·
"Aku nggak nyangka, ya, bisa pacaran sama kamu," kata Rian, suaranya lembut.
"Aku juga nggak nyangka, bisa ketemu orang kayak kamu," jawab Anya, matanya menatap Rian penuh kasih.
"Aku sayang banget sama kamu, Anya," ucap Rian, sambil mengelus pipi Anya.
"Aku juga sayang banget sama kamu, Rian," jawab Anya, matanya berkaca-kaca.
Mereka berdua terdiam, menikmati keheningan dan saling merasakan kasih sayang mereka.
Beberapa bulan kemudian, Anya mulai merasakan perubahan di tubuhnya. ia sering lelah, mudah lelah, dan sering merasa mual.
"Rian, aku kok akhir-akhir ini sering lemes ya?" tanya Anya, sambil mengelus perutnya.
Rian menatap Anya dengan khawatir. "Kamu kenapa, Anya? Sakit apa?"
"Aku nggak tahu, Rian. Aku sering lemes, mudah lelah, dan sering mual. Kayak ada yang nggak beres di perut aku," jawab Anya, suaranya sedikit gemetar.
Rian langsung mengajak Anya ke dokter. Setelah diperiksa, dokter memberikan kabar yang mengejutkan.
"Anya, kamu mengidap penyakit yang cukup serius," kata dokter, suaranya terdengar serius.
"Penyakit apa, Dok?" tanya Rian, dengan cemas.
"Anya mengidap kanker stadium awal," jawab dokter. "Tapi jangan khawatir, dengan pengobatan yang tepat, penyakitnya bisa diatasi"
Rian dan Anya saling berpandangan, matanya dipenuhi dengan ketakutan dan ketidakpastian.
Anya menjalani pengobatan dengan tekun· Ia berjuang melawan penyakitnya dengan semangat, dengan dukungan Rian di sisinya.
"Rian, aku takut..." bisik Anya, suaranya lemah.
Rian menggenggam tangan Anya erat-erat. "Jangan takut, Anya. Aku akan selalu ada buat kamu. Kita akan lawan penyakit ini bersama-sama."
"Tapi aku takut ninggalin kamu," ucap Anya, air matanya menetes.
"Nggak akan, Anya. Kamu nggak akan ninggalin aku. Kita akan baik-baik saja," kata Rian, berusaha menenangkan Anya.
Rian selalu menemani Anya ke rumah sakit, memberikan semangat, dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Ia selalu berusaha membuat Anya merasa bahagia, meskipun di tengah perjuangan melawan penyakitnya.
Namun, kondisi Anya semakin memburuk. Ia semakin lemah dan sering merasakan sakit.
"Rian, aku capek..." bisik Anya, suaranya sangat pelan.
Rian mendekatkan telinganya ke bibir Anya. "Aku di sini, Anya. Aku nggak akan ninggalin kamu·"
"Aku sayang kamu, Rian," ucap Anya, sambil tersenyum lemah.
"Aku juga sayang kamu, Anya. Selamanya," jawab Rian, matanya berkaca-kaca.
Anya memejamkan matanya, tangannya menggenggam erat tangan Rian. Ia merasa tenang, karena Rian selalu ada di sisinya.
Anya menghembuskan napas terakhirnya, dengan Rian yang setia menemaninya hingga akhir.
Rian menatap wajah Anya yang tenang. Ia merasa hampa, kosong. Namun, di balik kesedihannya, ada tekad yang kuat dalam dirinya.
"Anya, aku janji, aku akan selalu mencintai kamu. Walaupun kamu sudah nggak ada, cintaku untuk kamu nggak akan pernah pudar," bisik Rian, air matanya menetes deras.
Rian mencium kening Anya, lalu melepas pelukannya. Ia berdiri, menatap langit yang mendung·
"Aku akan selalu inget kamu, Anya. Aku akan selalu sayang kamu. Sampai kapan pun," ucap Rian, suaranya bergetar.
Rian berjanji, ia akan mencintai Anya selamanya. Ia akan menyimpan kenangan mereka di dalam hatinya, dan akan terus mencintai Anya, meskipun mereka tak lagi bersama.
Rian tahu, cinta mereka akan abadi, meskipun Anya telah pergi.
"Mencintaimu selamanya, Anya," bisik Rian, dengan suara yang penuh kesedihan dan cinta. Ia menunduk, air matanya menetes membasahi pipinya.
Rian meninggalkan rumah sakit, hatinya dipenuhi kesedihan. Ia berjalan di jalanan yang sepi, pikirannya melayang pada kenangan bersama Anya. Tawa mereka, canda mereka, dan semua momen indah yang mereka lalui bersama.
Rian mengingat janjinya pada Anya. Ia akan menjaga kenangan mereka, dan akan terus mencintai Anya, meskipun mereka tak lagi bersama.
Rian memutuskan untuk melakukan sesuatu yang istimewa untuk Anya. Ia ingin membuat sebuah taman kecil di halaman rumahnya, tempat yang akan selalu mengingatkannya pada Anya.
Ia mulai mengumpulkan berbagai jenis bunga yang disukai Anya. Bunga mawar merah, bunga lavender ungu, dan bunga matahari kuning. Ia menanam bunga-bunga itu dengan penuh cinta, sambil membayangkan Anya tersenyum bahagia melihat tamannya.
"Anya, ini untuk kamu," bisik Rian, sambil menanam bunga mawar merah. "Aku harap kamu suka."
Rian juga menanam pohon sakura, pohon yang selalu menjadi favorit Anya. Ia membayangkan Anya duduk di bawah pohon sakura, menikmati keindahan bunga-bunga yang bermekaran.
"Anya, aku akan selalu ingat kamu," bisik Rian, sambil menanam pohon sakura. "Aku akan selalu mencintai kamu·"
Rian menghabiskan waktu berjam-jam di tamannya, merawat bunga-bunga dan pohon-pohon yang ditanamnya. Ia merasa dekat dengan Anya saat merawat taman itu.
Saat tamannya selesai, Rian duduk di bangku taman, menatap bunga-bunga yang bermekaran. Ia teringat pada Anya, dan hatinya dipenuhi dengan rasa rindu.
"Anya, aku harap kamu bahagia di sana," bisik Rian, sambil tersenyum. "Aku akan selalu mencintai kamu·"
Rian berjanji pada dirinya sendiri, ia akan terus merawat taman itu, sebagai simbol cintanya untuk Anya. Ia akan selalu mengingat Anya, dan akan terus mencintainya, selamanya.
Rian tahu, cinta mereka akan abadi, meskipun Anya telah pergi.
"Mencintaimu selamanya, Anya," bisik Rian, dengan suara yang penuh cinta dan kenangan.