Cerita ini malam minggu di tahun 2004, kami sedang berkumpul di rumah Icay....
Oh, iya lupa. Malam itu ada aku, Icay, Bowok, Javan dan Ipang, kami berlima sedang asyiknya ngobrol ke sana kemari.
"Semuanya ... aku tidur duluan ya? Ngantuk nih, kalau kalian mau nginap buka saja pintunya aku enggak kunci," kata Icay.
Oh, iya. Di belakang rumah Icay ada masjid dan pohon belimbing yang sudah cukup tua. Karena tuan rumah sudah tidur lebih dahulu, tinggallah kami berempat.
"Baru jam 1 sudah tidur saja. Ini, kan malam minggu, Cay!" celetuk Bowok.
"Ngantuk berat nih, Wok!" sahut Icay lagi.
"Lim, lapar banget nih perut. Kita cari makan saja, yuk!" kata Javan tiba-tiba.
"Ide bagus Van, perut aku juga laper nih!" timpal Bowok.
"Oke, deh! Oh iya, kenapa Pang kok kamu diam saja dari tadi?" tanya Salim.
"Hm, enggak apa, Lim. Aku enggak ikut, tunggu di sini saja deh."
"Huh! Mau enaknya saja kamu Pang!" celetuk Bowok kurang senang.
"Biarin saja, Wok! Ayo, kita pergi," kata Javan menimpali.
"Ngantuk banget Wok sumpah! Aku bungkus saja, ya?"
Kami pun lantas pergi dan kemudian pada saat sudah di tempat nasi goreng, kami makan dengan begitu lahapnya. Sehabis makan kami membayar dan membelikan satu bungkus nasi goreng untuk Ipang. Kemudian kami kembali ke rumah Icay ….
"Loh! Ipang kok enggak ada, Van?" tanya Bowok jadi heran.
"Hm, pasti dia pulang!" sahut Bowok cepat.
"Nasi gorengnya bagaimana, ini?" tanya Salim.
"Ya, sudah bawa pulang saja Lim, buat ibu kamu di rumah!" sahut Bowok lagi.
"Kita bubar nih? Enggak jadi bergadang di rumah Icay?" tanya Salim lagi.
"Kita pulang saja, Lim." Javan menyahuti.
"Ya, sudah. Aku pulang ya! Kalian berdua enak rumahnya berdekatan," kata Salim yang meninggalkan kedua kawannya itu.
"Hati-hati, Lim…!"
Sesampainya di rumah aku masuk kamar lantas langsung tidur. Pagi harinya, Ipang datang ke rumahku dengan wajah begitu kesal.
"Lim, kamu semalam sebenarnya ke mana sih? Beli nasi goreng saja hampir dua tahun!" kata Ipang menggerutu.
"Ha ha ha ... kamu sendiri ke mana? Pulang diam-diam saja! Nasi goreng jadi lebih satu bungkus semalam!"
"Ah, kalian tega! Beli nasi goreng lama banget, aku semalam tidur dipeluk kuntilanak!"
"Serius, Pang…?"
"Seriuslah! Masa aku bercanda! Waktu kalian pergi, aku itu ketiduran! Sudah angin malam dingin banget. Tidurnya dekat pohon belimbing lagi!" kata Ipang sewot.
"Ya, terus ceritanya bagaimana?" tanya Salim ingin tahu. Kemudian Ipang pun segera bercerita.
"Waktu aku tidur tiba-tiba saja badanku serasa hangat. Terus seperti ada orang yang peluk aku dari belakang. Sontak saja aku langsung bangun dan replek menengok ke belakang. Ternyata ada perempuan pakaiannya putih. Rambut panjang! Perempuan itu terkejut melihat aku! Aku juga terkejut. Sambil tertawa cekikikan perempuan itu terus terbang. Aku langsung berteriak. Kuntilanaaaak! Aku lari sekencang-kencangnya dan menabrak seng di depan. Sialan benar kataku! Terus lucunya waktu aku lari balik ke arah perginya kuntilanak itu tadi,” kata Ipang menahan tawa dari ceritanya itu.
"Ha ha ha ha ... bodoh!" celetuk Salim ikut tertawa geli.
"Aku benar-benar ketakutan malam itu, Lim! Rasanya jantungku sudah copot. Enggak mau lagi deh bertemu setan!" kata Ipang terus saja menggerutu.
"Ha ha ha ... iya maaf. Maaf Pang!"
"Ya, sudah aku maafin, terus nasi goreng aku di mana?"
"Sudah jadi bubur kali Pang. Ha ha ha!"
"Sakit jiwa kamu, Lim…!" kata Ipang sewot.
"Ha ha ha ha...! Salim terus tertawa geli. []