Kejadiannya waktu itu malam rabu di tahun 2004. Aku kumpul bareng waktu itu di Jalan Angsana II bareng teman-teman. Ada Javan, Ipang dan Bowok. Tidak terasa waktu sudah jam dua belas malam.
Tidak lama, turun hujan rinti-rintik kecil. Kami pun semua bubar kemudian pulang ke rumah masing-masing. Kebetulan rumah Javan dan Bowok berdekatan, mereka pulang dan sampai lebih cepat dari tempat kami berkumpul. Kini tinggal aku dan Ipang yang berbeda Rt. Saat itu kami pulang dengan berjalan kaki.
"Pang, cepatan jalannya, gerimis nih! Sudah sepi banget lagi, biasanya ada yang dagang pada keliling kok ini malam sepi banget ya?" tanyaku kemudian.
"Ah, sudah sepi ngomongnya aneh-aneh lagi!" rutuk Ipang tak senang.
"Aku, kan cuma tanya, Pang? Kenapa jalannya itu sepi!" kataku coba menjelaskan.
"Iya, ya? Ha ha ha, ya sudah, ayo kita jalan," kata Ipang dengan santai.
Suasana malam itu memang begitu sepi sekali tidak ada satu orangpun yang lalu lalang di jalan.
"Lim, aku nginap di rumah kamu saja, ya?" pinta kemudian.
"Ha ha ha... pasti kamu takut pulangnya, kan?"
"He he he, nggaklah! Aku cuma mau nginap, boleh, kan?"
"Ah, basi kamu pasti takut!"
"Siapa yang takut. Sorry ya!"
"Ya, sudah jalannya cepat!"
"Iya, iya ...."
Sesampainya di tempat, aku lihat sekeliling rumah tetanggaku tampak sudah sepi. Mungkin karena turun hujan, jadi orang memilih untuk tidur cepat.
"Pang, kamu kalau mau nginap, masuk lewat pintu belakang. Kalau lewat pintu depan aku takut ibu bangun!"
"Kamu jangan lama-lama, takut aku sendirian!"
"Iya, nggak lama. Nanti aku buka pintu belakang terus panggil kamu lewat jendela!"
Setelah aku masuk ke dalam rumah, keluargaku sudah tidur semua. Tidak lama barulah aku memanggil Ipang.
"Pang, sudah aku buka pintunya, cepat masuk!" Sambil menunggu, aku sempat berpikir, kok Ipang lama banget. Sesudah itu, aku coba melihatnya ke belakang.
"Woi…! Lama banget ngapain berdiri saja di situ. Bukannya masuk!"
Dengan napas terengah-engah dan raut wajah begitu ketakutan, Ipang menabrakku dan terburu-buru masuk ke dalam rumahku.
"Lim, cepat tutup pintunya! Nanti aku baru cerita," kata Ipang begitu ketakutan dan juga kesal.
"Ah, gila kamu lama banget buka pintunya!” kata Ipang lagi setelah berada di dalam kamar.
“Waktu di jendela tadi aku sudah bilang, pintu belakang sudah aku buka. Kuping kamu saja yang rapet!" celetuk Salim.
"Tadi aku sudah di belakang rumah kamu, tapi aku tunggu lama banget. Sudah gelap banget nggak pakai lampu lagi!"
"Memang ada apa sih, Pang?"
“Barusan aku lihat orang, aku pikir tetangga kamu yang tinggal di belakang. Awalnya cuma lihat bayangan, terus, nggak lama makin jelas terlihat sosok yang sedang berdiri, karena ada kilatan petir. Di belakang rumah kamu, aku lihat sosok bertubuh kurus tinggi. Rambut panjang, kukunya juga panjang sedang berdiri di tembok!"
"Itu sih bukan orang, Pang! Mana ada orang malam-malam berdiri di tempat gelap, terus waktu hujan lagi!"
"Aku hampir nggak bisa napas lihatnya, serem banget!" keluh Ipang lagi.
"Ha ha ha, syukurin!"
"Sialan! Ya, sudah kita tidur saja. Nanti dia ngintip di jendela kamar lagi!”
Aku sempat membayangkan dengan sosok yang diceritakan Ipang. Saat aku menulis akhir cerita ini, tiba-tiba ada hembusan angin dari ruang kamar sampai kalenderku bergerak-gerak sendiri. Kebetulan kipas angin memang belum aku hidupkan. Dan, saat ini aku merasakan kalau sosok itu sedang tepat berada di belakangku.[]