Malam minggu kelabu, buat Salim yang tidak punya pacar. Hatinya gundah-gulana. Ke sana-sini serasa serba salah, teringat akan pujaan hatinya.
"Sedih banget, deh, gue. Habis diputusin sama si Sari. Malam Minggu jadi bengong begini!" gerutunya seorang diri.
"Ah, mendingan gue keluyuran. Bosen gue di rumah bengong melulu. Kemaren ayam Pak RT bengong kesambet," katanya lagi.
Tak lama, Salim keluar dari rumahnya. Ia berjalan menyusuri jalan-jalan kecil yang sedikit becek karena desanya habis diguyur hujan. Tidak ketinggalan, mulutnya sepanjang jalan terus saja ngedumel.
"Keluyuran begini, kali aja gue dapet cewek baru lagi. Hahaha ...," katanya bicara sendiri.
Di seberang jalan, Salim melihat anak muda ramai sekali. Rupanya banyak kawan-kawannya yang sedang bergembira ria.
"Ada Ipin, Arif, sama Agus, lagi pada ngapain, tuh? Wah, pasti pada mabuk-mabukan."
"Asyik...! Ayo, minum terus!" Terdengar suara Ipin yang sudah setengah teler, meracau.
"Tepat, dugaan gue! Emang pemabuk semua. Dasar pemuda-pemuda geblek…!" celetuk Salim sewot sendiri.
"Ah, gue lewat aja, deh. Yang penting mereka enggak ganggu gue," lanjutnya lagi.
Mendadak, salah seorang yang sedang mabuk minuman itu, memanggil Salim.
"Eh, Bang Salim! Udah gue dengar, Bang Salim jago minum sekampung. Ayo, kita minum sama-sama di sini, Bang!"
"Hehehe... boleh aja. Bawa kemari, sebotol!"
Sialan ...! Gue dibilang jago minum. Terlanjur kesohor gue. Malu kalau nolak, batinnya.
"Seger, kan, Bang? Habisin aja! Buat Abang sendiri minumannya!"
"Geblek! Bang Salim yang enggak biasa minum, disuruh minum. Nanti kita yang repot!"
"Hahaha... biarin! Gue mau lihat, Bang Salim kalau teler kayak apa, sih!"
"Nih, satu botol lagi, Bang! Kalau kurang, kita lagi yang beli. Tenang aja!" Setelah menghabiskan dua botol minuman, Salim berniat ingin pergi.
"Udah habis, tuh, dua botol. Minggir sekarang! Gue mau lewat!"
"Wow! Gue salut sama Bang Salim, jago minum beneran ternyata!"
"Oke! Lain kali kita minum lagi. Gue mau pergi dulu, ya!"
"Sip, Bang! Hati-hati di jalan, ya…!"
Tidak lama, Salim meninggalkan Ipin, Arif, dan Agus. Tiba-tiba, di tengah jalan langkah kakinya berhenti.
"Sialan...! Kepala gue, kok, jadi pusing banget rasanya."
"Gila, Bang Salim pasti teler! Pada tega lo, suruh orang yang enggak biasa minum!"
"Halaah! Biar aja! Bang Salim udah gede ini!"
"Kasihan Bang Salim. Gue harus ngikutin dia," kata Ipin lagi.
Sementara, sudah jauh Salim berjalan. Di persimpangan, tempat yang ia lewati serasa mendadak jadi berubah semua.
"Ah, kepala gue kok makin berat aja! Wow... wow...! Bumi jadi goyang. Apa ada gempa? Haduh, masih goyang aja. Pusing kepala gue!"
Belum juga Salim menguasai dirinya, muncul makhluk yang begitu mengerikan di depannya.
"Heh, siapa lo? Gue lagi mabok. Awas, minggir!"
"Hik... hik... hik...! Gue Kolong Wewe. Mau bawa lo ke alam gue. Ayo, ikut, Bang!"
"Idiiih! Setan bisa merayu. Lo kelewat porno. Pake BH lo, tuh! Enggak malu apa?"
"Sialan lo, Bang! Setan enggak ada yang pakai BH!"
"Mau enggak, gue beliin? Hayok, kita pergi ke pasar!"
"Enggak mau! Lo yang harus ikut gue, Bang! Sekarang!"
"Aduh! Lo jangan tarik-tarik tangan gue! Sakit, niiih ...."
Temannya yang mengikuti dari belakang itu, spontan melihat Salim yang dibawa Kolong Wewe. Dia pun langsung lari ketakutan.
"Amit-amit ... Bang Salim dibawa Kolong Wewe. Hiiih, Serem! Gue harus kasih tahu para tetangga nih!"
Akhirnya, Ipin yang melihat Salim dibawa Kolong Wewe itu, berteriak-teriak ke setiap rumah warga.
"Tolong...! Tolong...! Bang Salim diculik Kolong Wewe. Tolong... tolong...!"
Tidak lama, para tetangga yang mendengar teriakan Ipin, segera keluar dari rumah.
"Di mana, Salim diculiknya, Pin?"
"Tuh, dekat jalan yang mau ke sawah!"
"Ya, udah! Ayo, kita cari Salim!"
"Eh, buset...! Salim diculik Kolong Wewe? Kan dia bukan bocah yang bau kencur lagi?"
"Udah, jangan pada bercanda! Kita ambil panci, dandang, ompreng di rumah kita masing-masing! Kita gebukin yang keras! Biar Kolong Wewe itu lepasin Salim."
Para tetangga pun berkeliling kampung, sambil berteriak-teriak memanggil nama Salim.
“Salim... Salim...!”
"Salim... cepat pulaaang...!"
"Wah ... gue rasa, Salim udah diperkosa sama Kolong Wewe itu, Pin."
"Ah, ngaco aja lo! Tapi bisa jadi juga, ya. Hahahaha .... " Ipin tertawa terbahak-bahak.
"Salim... pulang...!" Suara teriakan para tetangganya makin keras.
Di alam Kolong Wewe, Salim masih dalam keadaan mabuk. Tangannya masih dicengkeram kuat-kuat oleh makhluk menyeramkan itu.
"Aduh...! Kepala gue masih pusing aja," keluh Salim.
"Sialan! Rewel banget, sih! Habis teler, lo, Bang?"
"Udah tahu gue lagi mabuk. Ngapain culik gue ke alam Kolong Wewe? Dasar setan kecentilan, lo!"
"Jangan banyak bacot, lo, Bang! Enak aja, gue dibilang kecentilan! Keganjenan kali. Hik... hik... hik...."
Tidak mampu menahan rasa mual di perutnya akibat minuman beralkohol itu, mendadak Salim muntah-muntah.
"Sialan, dia muntah! Muntahnya sayur kangkung lagi!" celetuk Kolong Wewe kesal.
"Ah, cerewet! Urusin, tuh, BH lo…!" Setan itu dibentak Salim.
"Kurang ajar, lo, ya, Bang…!"
Tidak lama, makhluk menyeramkan itu mengangkat tubuh Salim, lalu dilemparkan tinggi ke udara.
"Sialan! Gue dilemparin sampai melayang kayak burung cici. Jatuh pasti mati, nih, gue!"
Sementara itu, para tetangga Salim masih berusaha mencari di semak-semak dan pohon besar yang tumbuh di sekitar tempat itu, sambil tak lepas memanggil namanya.
"Salim... pulaaang, Lim...!"
"Saliiim... pulaaang!"
"Lim, pulang, Lim! Nanti gue beliin sate Madura!" teriak salah seorang tetangga Salim, sambil meringis kesakitan karena teman yang berada di sampingnya menginjak sebelah kakinya.
Sesaat kemudian, mereka mendengar suara orang yang jatuh begitu kerasnya di bawah pohon besar.
"Kayak, Salim, tuh."
"Eh, iya, itu Salim!"
Dengan Sigap, para tetangga membopong tubuh Salim dan cepat-cepat meninggalkan tempat itu.[]