Sarah sudah terbiasa dengan kondisi rumah tangganya. Sakit, marah, kecewa, sedih.. semua rasa sudah tertelan menjadi satu.
Menginjak usia pernikahan yang ke tujuh tahun, Sarah merasa hubungannya dengan suami telah hambar.
Dia terlalu sering dituntut untuk A, B, C, D.
Dia tidak pernah didengarkan keluhannya.
Dia tidak pernah dimengerti keinginannya.
Dia tidak pernah dibujuk saat merajuk. Dia ditinggalkan, dia didiamkan. Sendirian. Menyesali kesalahan yang bahkan buka kesalahannya.
Beberapa waktu yang lalu, kesedihan masih menguasai hatinya.
Pertanyaan mengapa suaminya berlaku demikian, menjadi satu- satunya pengisi kekosongan.
Hingga Sarah tersadar, bahwa kesedihannya tidak akan mempengaruhi suami. Kesedihan itu hanya akan membuat kesakitan bagi Sarah. Jiwanya akan terguncang, dan fisiknya akan terserang.
Satu- satunya cara adalah menghapus rasa. Rasa yang dulu menggebu, tidak seharusnya tersisa.
Matikan perasaanmu, dan kamu selamat. Itulah yang selalu diingat oleh Sarah.
Baginya menjadi WANITA YANG TIDAK PERNAH DIBUJUK oleh suami, sudah menjadi penjelasan gamblang bahwa Dia bukan seseorang yang berharga.
Dia hanya pelengkap, layaknya sepasang sandal yang harus dipakai bersamaan agar Kaki tak merasa kesakitan.
Terimakasih untuk segala yang kamu berikan padaku, Suamiku.. Termasuk kesakitan yang karenamu dia ada..
.
.
TAMAT