Lahir sebagai anak pertama adalah anugrah.
Lahir sebagai anak perempuan juga anugrah.
Tetapi lahir sebagai anak perempuan pertama adalah hal yang kompleks. Selalu menjadi yang pertama di dalam suatu keluarga. Menjadi yang pertama melangkah, pertama mencoba, dan pertama melakukan.
Sudah tidak terhitung seberapa banyak membaca kalimat anak pertama masa depan keluarga atau anak pertama harapan keluarga. Anak pertama selalu dituntut untuk menjadi andalan keluarga, harus menjadi panutan, menjadi payung pelindung dikala badai menerjang, serta menjadi pembuka jalan untuk masa depan adik-adiknya kelak.
Tumbuh dewasa bersama dengan harapan orang tua tentu bukan hal yang mudah. Harapan yang seharusnya menjadi motivasi untuk terus berproses, malah lebih sering menjadi beban yang membuat overthinking. Sering terpikir apakah nanti aku mampu memikul harapan sebesar ini, apakah nanti aku mampu menjadi panutan untuk adik-adikku, apakah aku bisa berhasil?.
Menjadi dewasa sebelum waktunya pasti dirasakan oleh seluruh anak pertama, terkhusus anak perempuan. Di Indonesia menjadi perempuan saja sudah sulit, ditambah lagi embel-embel anak pertama. Semakin bertambah dewasa ekspektasi orang-orang akan semakin tinggi yang berarti membuat diri kita harus lebih keras lagi dalam mencapai ekspektasi-ekspektasi tersebut sehingga nantinya tidak ada orang yang dikecewakan.
Menjadi anak perempuan pertama adalah takdir bukan pilihan. Untuk itu jalani setiap prosesnya, nikmati setiap alurnya karena kalau bukan kita siapa yang akan menjalaninya. Belum tentu orang lain mampu menjadi sekuat kita.
(Btw cerita kisah seorang anak perempuan pertama ini aku tulis untuk ngeluarin semua unek unek aku sebagai anak perempuan pertama ya, cerita dikit hehe🙂↕️..)