Pagi hari yang kacau, dimana jadwal dan buku-bukumu, Raen. Setiap mau mengingat satu aja barang aku harus berdiam diri selama lima menit, waktuku habiss. Sepatu? Dasi? Apa lagi yang kurang? Oke baju seragam sudah lengkap. Buku tulis, buku Bahasa Inggris, buku matematika, buku gambar, laptop, HP, oke udah beres. Ah, softlenst dan parfum? Atau ngga usah? Tapi penglihatannya normal, dimasukkin tas dulu deh. Masih 30 menit, oke waktu yang sangat pas dengan berlari ke sekolah. Dari go*gle m*ps sekitar 20 menit tapi tau sendiri maps kecepatan jalan sama kayak sepedahan. Oke, satu, dua, tiga, lets go!.
Jarak sekolah dengan rumah Raen hanya 2 km aja, sebenernya cukup deket dari pada kostku yang 4 km dari sekolah. Biasanya aku dan Raen pake sepedah, tapi saatku cek rantai sepedahnya patah. Ya, aku ngga masalah sih lari, kurasa?.
"Ngga masalah apanya, tubuh ini sangat ngga guna! Ini baru satu kilo aja sunscreenku luntur parah, ini mah banjir keringetnya ngalahin pemain timnas yang main full-time, nafasku juga abis kayak orang butuh oksigen, ah...tidakkk kembalikan tubuh kuatku!" Kataku sambil menyenderkan diri ke tiang lampu jalanan.
Kring.. kring... (Suara sepedah berhenti di belakangku)
"Yura kan?" Tanyaku.
"Udah ngga buram kan wajahku? Bareng yuk, tapi berdiri ya di belakang. Kamu pasti capek kan lari-lari" jawabnya.
"Huh huh.. cape banget sih, tapi kamunya gapapa?" Tanyaku lagi.
"Aku kan nawarin, jelas ga masalah. Kalo di depan mau?", tanyanya lagi.
"Ngga usah belakang aja" jawabku.
"Pegang yang erat bahuku loh ya, kalo jatoh gak bakalan aku tebengin lagi. Helm nya aku pakein dulu, angkat dagunya. Oke udah pas kan?" Tanyanya.
"Iya udah pas kok, makasih ya" jawabku.
Sepedah Yura modelnya sepedah gunung. Belakangnya sudah diganti pijakan kaki yang aga panjang. Diperjalanan dia menanyakan keadaanku setelah di rumah sakit kemaren. Dia juga minta maaf karena tidak menjenguk ke rumah sakit sepulang sekolah. Ya, kemaren bukan masalah besar. Dokter bilang aku hanya kekurangan darah dan darah rendah kambuh aja. Aku juga udah ngerasa enak setelah minum obat dan tidur, makanya aku langsung berangkat sekolah hari ini. Karena dia lumayan aktif mencari obrolan, ngga kerasa udah di pintu gerbang.
"Terimakasih lagi ya" kataku.
"Sama-sama, Raen" jawabnya.
Aku pun segera menuju kelas setelah melambaikan tangan dan berterimakasih lagi.
Oh,, iya aku sudah melihat ingatan Raen tentang orang sekitarnya, alamat rumahnya, dan beberapa kebiasaannya. Hal itu muncul saat aku tertidur di perjalanan rumah sakit dan saat aku mencoba fokus dengan ingatan yang aku ingin dengan diam selama 5 menit. Hal pertama yang aku lihat adalah Raen yang berusia 5 tahun dan neneknya. Nenek Raen menceritakan cerita perjuangannya dan teman-temannya melawan penjajah dan juga memberinya beberapa nasehat bijak. Sungguh mengharukan menurutku, karena nenekku dua duanya telah meninggal sebelum aku lahir. Kenangan orang tuanya cukup rumit, cuman aku bersyukur karena mereka tidak tinggal seatap saat ini. Tentang teman, entah kenapa tidak ada kenangan teman yang muncul, mungkin lain kali?. Seingatku dia dekat dengan teman teman satu kelas dan kelas lain.
Yang jelas sekarang masih 3 november 2015, jadi aku kelas 2 SMP dan ujian semester masih 1 bulan lagi. Sepertinya tidak masalah karena tubuh ini memiliki kapasitas otak yang besar. Karena tubuh ini pintar, pasti mudah mengerjakan ujian dan mendapatkan teman kemudian mengorek informasi kan?.
"Pagi" sapaku ke teman satu kelas yang sudah berada di bangku masing-masing. Mereka semua hanya memandangku dengan tatapan keheranan sambil berbisik-bisik.
"Bukankah penampilannya berbeda? Dan hampir telat" gumam Rima.
"Tapi, bukankah lebih manusiawi?" Gumam Ratna menimpali.
"Tentu saja berbeda, aku Nuha guys" kataku dalam hati sambil duduk di bangku paling depan sebelah kiri.
Tentu saja aku tidak ingat kebiasaan-kebiasaan teman-teman SMP ku, itu sudah 8 tahun yang lalu. Ingat dengan nama dan wajah kalian saja sudah bagus. Aku juga bekerja di luar kota yang ngga bisa ikut reuni dan hanya bisa jadi pembaca grup aja. Tubuh dan jiwaku juga belum menyatu, sangat sulit kalo harus jadi Raen sesungguhnya.
Dulu juga, aku ngga deket dengan Raen, kebiasaan atau hal-hal tentangnya hampir terhapus semua. Aku cuman ingat dia cantik, pintar, dan cool. Dalam hal cool atau keren sepertinya aku akan menghancurkannya demi misi-misiku. Aku akan menjadi anak ramah dan mudah bergaul dan mengetahui penyebab merasuki tubuh ini. Misi lainnya akan aku fikirkan jika misi utama selesai. Bukankah tokoh-tokoh utama biasaya bodoh dan berfikir pendek seperti ini? Keberuntungan tokoh utama, kumohon berpihaklah padaku!!.
"Nuha, kamu udah kerjain paket halaman 124-126?" Tanya seorang laki- laki berteriak dari pintu belakang kelas.
"Nuha? Bukannya tadi ngga ada?" Kataku keheranan dan menoleh.
"Sudah" jawabnya sambil membawa buku, dan mendekati pria tadi yang ternyata Theo.
Kalo tubuhku ada, siapa jiwa di dalamnya? Apa dia Raen? Kenapa dia tidak langsung mendekatiku? Atau dia menunggu waktu yang tepat karena kami tidak dekat?. Badanku masih memutar dan mataku masih memelototi mereka. Aku masih tidak percaya, aku melihat diriku sendiri seperti ini. "Ternyata seperti itu aku dulu, ternyata cukup manis. Karena dia yang memiliki tubuh itu aku membolehkan kalian memanggil Nuha. Tapi sepertinya karena jiwa orang lain sih yang merawat tubuhku, bahkan difoto ijazahku tidak secantik itu" kataku lirih.
"Aku mencarimu tadi, aku rasa nilai hari ini dari soal halaman itu" kata Theo.
"Aku tadi ke kamar mandi. Difoto di laptop aja biar ngg ketahuan, mana laptopnya?" jawab Nura.
"Oke, thanks ya. Nanti pulang aku jemput ya" kata Theo lagi.
Saat selesai dengan Theo, kami tidak sengaja bertatapan sebentar, tapi dia hanya tersenyum. Senyum biasa, seperti orang menyapa. Aku tidak mengerti arti senyum itu, gilaaa? Dia tidak ingat apapun, dan hanya senyum padaku karena aku memperhatikannya? Atau dia pura-pura tidak tahu apapun. Dia juga sangat akrab dengan Theo melebihi persahabatanku dulu dengannya waktu SMP. Maaf aku tidak jelous karena Theo bukanlah tipe idealku. Hanya saja feelingku bilang kalo misiku semakin tidak mudah.
Pelajaran pertama telah berakhir, sekarang sudah waktunya istirahat pertama. Aku ingin mendekati Nuha tapi dia sudah tidak ada saat aku menoleh ke belakang. "Hei, tidak mungkin dia menghindariku kan!" Kataku lirih.
Semalam aku sudah memutuskan akan mencari dari lingkup sekolah dulu, karena jika yang jadi masalah adalah keluarga, kenapa tidak dari kecil atau bayi aja di ulangnya kan? Baik kehidupan Raen atau Nuha, menurutku lebih masuk akal jika ada sesuatu yang belum selesai dimasa ini. Mengembalikan ingatan Raen ditubuhku dulu, atau mengetahui siapa jiwa didalamnya adalah yang terpenting sekarang. Semua ini akan mudah setidaknya jika dua orang yang bekerjasama kan!.
"Raen, ajarin soal yang ini dong" pinta Diah mendekatiku sambil membawa buku matematika.
"Soal ini rumusnya.. sebentar ya" jawabku sambil menfokuskan ke soal selama 5 menit.
"Sudah? Inget Raen?" Tanya diah cemberut karena lama menungguku.
"Jadi mines ini di luar kurung, yang di dalem kurang di kali minus ini, walapun ngg ada angka, sebenernya ada yaitu satu. Terus ketemu kan tinggal di jumlah x nya, terus satuan pindah ruas kesini, terus dibagi, ketemu kan c jawabannya" jawabku.
"Kamu masih sakit? Biasanya kamu seperti komputer langsung ketemu rumus dan jawaban dalam 3 detik" tanya Diah dengan nada mengejek.
"Sedikit, tapi aman kok" jawabku biasa.
"Menurutku bolos 2-3 hari juga gapapa lagi, ga akan juga nurunin peringkat kamu. Dasar gila belajar" katanya sambil meninggalkan bangku sampingku.
"Nih anak anj* ya, udah ngga makasih, malah ngatain! Kalo bukan tubuh Raen yang cool dan keren ini, udah aku jambak rambutnya. Sabaarr,, jangah di denderin okee" teriakku dalam hati.
Aku harus ke uks istirahat nanti. Disana cukup sepi untuk aku fokus dan mengetahui sikap teman-teman Raen kepadanya. Benar, dulu teman- teman sekelas atau luar kelas selalu ke bangkunya dan lalu pergi setelah 5-10 menit. Dia tidak pernah ke bangku teman-teman sekelasku atau ke kelas lain. Bukankah ini fakta yang sangat aneh, normalnya sesama teman sering bergantian mengunjungi kan? Dan sikap Diah, Rima, dan Ratna sangat terlihatkan kalo Raen sangat tidak disukai di kelas?. Mereka butuh tapi mereka benci? Bahkan anjing sangat lebih baik dari pada sikap mereka. Raen juga kenapa dibantuh sih! Semakin lama, semakin menyebalkan mengetahui kebenaran ini.
Dan juga mengetahui ingatan selama 5 menit bengong tidak akan berguna saat ujian, mau tidak mau aku harus belajar setengah bab dan mengandalakan ingatan tubuh ini setengah bab lainnya. Belum apa-apa aku sudah lelah!!