Sekitarku berputar sangat cepat, kepalaku juga terasa berat. Kepingan-kepingan ingatan orang lain seolah beradu dengan ingatanku. Ku coba duduk dengan sekuat tenaga dari tempat tidur ini. Mencoba menfokuskan mataku ke sekeliling, ada tirai samping, kasur lain, p3k, dab timbangan?
"Haaa... Uks?" Teriakku saat melihat lambang uks.
"Ssstttt.. kalo udah sehat dan bisa teriak-teriak kembali aja ke kelas Raen!", kata petugas uks kak Dahlia.
"Raen?", tanyaku.
Sebentar, jelas-jelas tadi aku ketabrak bus gara-gara reflek nylametin orang yang mau bunuh diri. Aku udah mati dan ini kehidupan ke dua?. Ibu? Ayah? Alvis adikku? Theo? mereka pasti sedih.
Kebiasaanku yang sok superhero sangat tidak keren. Aku menyesal ikut campur masalah orang lain, kalo akhirnya kehilangan segalanya. Orang yang aku selamatkan dari bis itu apa dia selamat? Kalo ngga sia-sia pengorbanan ini. Dan uks ini, SMP ya? Kenapa harus kembali ke masa-masa ini sih.
"Huhh.. mati di umur sangat muda, sangat menyedihkan!" Kataku.
"Tidurlah lagi,Raen. Halusinasimu makin parah! Kepalamu pasti masih berat seperti ingin mati karena terkena bola voli, tapi jangan mengatakan mati semudah itu." Kata kak Dahlia.
"Kak sekarang tahun berapa? Sama ada kaca?" Tanyaku.
"Heh?? Raen, tadi ngga lagi bercanda? Hpku mana, kode ambulans berapa, 119 ya? Apa pake mobil guru aja ya, biar lebih cepet? Tunggu disini!",jawabnya meninggalkanku.
"Raen lagi? Apa jiwaku tertukar dengannya? Anak cantik dan terkenal salah pergaulan. Hah... Kalo diem aja kayaknya ngga akan ada jalan keluar." Gumamku.
Akupun mencoba berdiri,lalu berjalan merambat berpegangan dengan benda-benda sekitar dan mencoba berjalan dengan benar. Mengelilingi sekolah yang sangat familiar.
"Sekolah sepertinya jam kosong karena banyak yang keluar kelas. Syukurlah, semakin mudah mencoba keberuntungan dengan melihat teman sekelas yang duduk-duduk di depan kelas" ucapku.
Sekolahku SMP ini tidak ada rolling kelas, seperti SMP lain. Karena sistem sekolah ini dibuat sangat kompetitif tiap kelasnya. Ada sepuluh kelas tiap tingkatnya, kelas A-J. Sepuluh kelas tersebut bersaing dalam akademis. Kelas dengan nilai rata-rata teratas akan menikmati fasilitas terbaik sekolah. Seperti kolam renang khusus, pemandian air panas, perpustakaan khusus, dan kamar pribadi. Selain itu, rangking kelas akan mempengaruhi dimana kalian akan bersekolah SMA nanti. Bagaimana dengan siswa yang berada di kelas terbaik tapi dapat nilai buruk?, tentu saja mereka akan mengucilkannya, membuat mereka tidak betah dan akhirnya mereka akan sadar sendiri itu bukan tempatnya dan keluar sekolah atau pindah kelas.
Segitunyalah pentingnya nilai, jika nilai kalian baik tapi kelas kalian berada di urutan 3 terakhir kalian akan di diskualifikasi masuk SMA Antera. SMA dengan prospek terbaik di negaraku. Pengecualian bagi kalian yang minimal juara 1 tingkat negara. Tiga kelas terakhir juga harus masuk sekolah saat liburan akhir semester untuk kelas tambahan. Untungnya kelasku ada Raen, anak penyumbang nilai tertinggi sekolah jadi kelas kami selalu masuk 5 besar.
"Ah, aku tidak kuat berjalan. Bahkan berdiri, tubuh rapuh macam apa ini?" Gerutuku sambil menyenderkan diri ke pohon mangga.
"Butuh bantuan? Di kelasku ada yang pake kursi roda sih, sebentar ya aku pinjam ke dia. Seingetku tadi ngga kepake." Kata seorang laki-laki tinggi 170 an itu berlari menuju kelasnya.
"Terimakasih, sepertinya ngga kedengeran? Hah, untung baju olahraga yang kupake jadi bisa duduk menyila dibawah pohon,"kataku.
Time travel, reinkarnasi, isekai atau apalah ini, kenapa tidak ke manhwa atau manga yang aku baca aja. Jadi seorang villain putri terkaya dan menyukai protagonis atau jadi pembantu pemeran villain masih lebih baik dari tempat ini. Tempat SMP ku adalah tempat penjara legal menurutku, tempat yang tidak bebas, kejadian berulang, penderitaan, pengucilan, hanya karena nilai-nilai dan nilai. Mengulang lagi masa-masa ini, belum apa-apa aku sudah mual.
"Sepertinya aku dikasih kesempatan ke dua untuk pindah sekolah?" Gerutuku.
"Heh...pindah? Kenapa? Bukannya kamu selalu juara sekolah" tanya siswa tadi kembali dengan kursi roda.
"Maaf bantu papah dulu dong," kataku.
"Oh iya maaf, aku dorong sampe ke kelasmu ya,"katanya sambil memindahkanku.
"Stoooppp! Yura bawa dia ke mobil bu Nita. Pak Andre guru olahraga yang bakalan anter dia ke rumah sakit. Aku juga udah bawa kacanya" teriak kak Dahlia. Sontak seluruh orang di luar kelas mengarahkan pandangan padaku.
Yura? Bukannya dia orang yang sangat menyukai sekolah ini, karena cinta pertamanya. Bahkan jadi donatur yang merubah peraturan sekolah lebih manusiawi?. Siswa tertampan di sekolah dengan julukan malaikat tanpa noda. Jadi yang membantuku adalah malaikat sekolah?. Orang yang sekali lihat bisa langsung jatuh cinta. Bahkan pemenang model pria senegara dan jadi model untuk sampul buku-buku romantis waktu kuliah. Dan dia akan menjadi orang tersukses di angkatan kami dan sering jadi pembicara ketika reuni sekolah. Disaat penting seperti ini malah kepalaku sangat pusing, mukanya jadi blur tidak kelihatan. Mirip dengan sensor di buku-buku dewasa. Ah tidaaakkk, wajah malaikatnya tidak kelihatan, sungguh kejam sekali... aku mati dan sekarang aku tidak bisa melihat malaikat.
"Ke kelas atau ke rumah sakit? Jangan bengong dulu," tanya nya mendekatkan kepalanya ke telingaku.
"Huh,, ke rumah sakit aja. Siapa yang tahan dengan tatapan menyedihkan sampe pelajaran berakhir," Kataku berusaha cool.
"Bukannya biasanya kamu menikmatinya?", kata Yura.
"Ah,, tidak hari ini. Siapa juga yang mau perhatian dari rasa kasihan, perhatian biasanya adalah rasa kagum dan segan kan," jawabku lagi.
"Benar juga," jawabnya sambil mendorong kursi roda menuju mobil.
"Kamu tuh suruh nunggu di tempat, kenapa malah keluyuran? Untung ada Yura yang bantuin kamu. Kacanya nih, kamu pegang!" Omelan kak Dahlia padaku.
"Terimakasih banyak Yura," kataku.
"Sama-sama, maaf tidak bisa mengantarmu ke rumah sakit" katanya sambil memapahku ke mobil, lalu menutup pintu mobil.
"Gapapa, sekali lagi terimakasih," jawabku setelahnya aku menutup kaca jendela.
"Hati-hati," katanya sambil melambaikan tangan sampai mobio keluar sekolah.
Aku pun pergi ke rumah sakit dengan kak Dahlia. Dia sangat mengkhawatirkanku, dan menanyakan banyak pertanyaan. Pak Andre kemudian menegurnya dan menyuruhnya tidur saja. Saat kak Dahlia tertidur, aku pun membuka kaca yang tadi dikasihnya.
Beneran masuk ketubuh Raen ya, terus tubuhku Nuha? Apa jiwa Raen ditubuhku? Kalo pun tertukar apa bisa kami kembali ke tubuh kami? Kalo pun tidak bisa, setidaknya keberadaan Nuha masih ada. Tapi kalo ternyata malah keberadaan Nuha ngga ada dan dihapus, ah... Kejam sekali woyy, apa salah Nuha? Mati muda dan belum ada pencapaian. Sekarang keberadaannya dihapus, malang sekali nasib kamu Nuha. Ah,, benar aku Nuha yang nasibnya sangat malang. Sudahlah besok lagi dipikir, kepalaku udah sangat berat menerima kejadian-kejadian hari ini yang ngga pernah berhenti dan bertubi-tubi.