๐๐๐๐ ๐
(Name) (Last name) adalah gadis cantik dengan postur tubuh ideal dengan netra hitam pekatnya yang menawan dan ranum merah mudanya yang tak kalah indah itu, membuatnya dikagumi seseorang dari fisiknya. Selain itu (Name) juga merupakan siswi yang cukup berbakat, dia cukup aktif di berbagai bidang mata pelajaran secara akademis maupun praktek.
Tapi sesungguhnya yang spesial dari wanita ini bukanlah tentang fisik maupun iq, tapi soal hati nuraninya.
๐ช ๐ ๐ฅ ๐ก !!
๐๐๐๐๐๐๐๐ข๐๐ ๐ข๐๐ ๐ข๐ ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐, ๐๐๐ ๐ก๐๐ข๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐๐, ๐ ๐๐๐๐ ๐ก๐๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐ก๐๐๐ ๐๐ ๐ฆ๐โ๐๐๐๐๐ฆ๐๐๐ โ๐๐๐๐. ๐ฝ๐๐๐ ๐ข๐๐ก๐ข๐ ๐ฆ๐๐๐ ๐๐๐๐ข๐ ๐๐๐๐๐ ๐ ๐๐๐โ๐๐๐ ๐ ๐๐๐ ๐๐๐๐๐ก๐ ๐๐๐, ๐ก๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐โ.
โโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโโ
๐ : ๐๐+
๐angkah kaki (Name) terdengar pelan, gugup menapaki lorong sekolah yang ramai. Hari ini adalah hari pertamanya di SMA Blue Lock, dan ia merasa seperti ikan yang terdampar di lautan luas. Ia mencari kelasnya, matanya berputar-putar membaca papan nama kelas yang terpasang di setiap pintu.
"Permisi, kelas X-A dimana ya?" tanyanya pada seorang siswa yang sedang berdiri di dekat loker.
"Di ujung lorong, belok kiri," jawab siswa itu singkat, lalu berlalu.
(Name) menghela napas, mencoba menenangkan debar jantungnya. Ia berjalan menuju ujung lorong, matanya tertuju pada papan nama kelas yang dicarinya.
"Awas!"
Sebuah suara mengagetkannya. (Name) tersentak, tubuhnya terhuyung ke belakang dan menabrak seseorang. Ia terjatuh, buku-bukunya berserakan di lantai.
"Lo buta?"
(Name) mendongak, matanya bertemu dengan tatapan tajam seorang pemuda yang berdiri di hadapannya. Pemuda itu berwajah tampan, dengan surai merah muda kecoklatan yang agak berantakan dan poni yang disibak kebelakang dan seragam sekolah yang terpasang sempurna. Ia adalah ketua OSIS yang terkenal disegani di sekolah ini, Itoshi Sae.
"Maaf, aku gak sengaja," ucap mu, terbata-bata. Kamu buru-buru merangkak untuk mengambil buku-buku yang jatuh.
"Gak sengaja? Lo jalan sambil ngelamun, ya?" Sae mencibir, matanya menyipit tajam.
Setelah itu dia langsung melenggang pergi meninggalkan mu dengan cuek, kamupun merasa lega. Tapi rupanya inilah awalnya, awal dari kehidupan tak menyenangkan mu disekolah.
Kamu menghela nafas kasar dan mengacak rambutmu sejenak, setelah itu lanjut mencari kelasmu.
Dikelas barumu, tampaknya tak ada masalah, semua orang sangat baik dan memperhatikan mu meski kamu belum sepenuhnya menerima mereka.
Detik-detik jam istirahat tiba. Kamu pun bergegas keluar kelas. Namun, langkahmu terhenti saat seorang kakak kelas memanggil namamu. Kamu yang polos hanya mengangguk patuh dan mengikuti kakak kelas itu menuju suatu ruangan?
Ruang OSIS?
Hati (Name) berdebar-debar. Ia tak tahu apa yang terjadi. Rasa penasaran dan sedikit rasa takut bercampur aduk dalam dirinya. Pintu ruang OSIS terbuka, dan kamu melangkah masuk.
Di dalam ruangan, (Name) tertegun. Sae, pria yang tadi menabraknya di koridor, duduk di kursi dengan tatapan kosong. Kedua tangannya disilangkan di dada, seolah menunggu kedatangan mu. Tatapan Sae yang dingin membuat mu semakin gugup.
"(Name), kamu dipanggil ke sini karena..." Kakak kelas itu terdiam, seakan menunggu Sae untuk berbicara.
"Gw yang manggil," jawab Sae datar, matanya masih menatap mu.
"Sekarang kau boleh pergi Rin." Lanjutnya. Yang diperintah pun hanya memutar bola matanya, lalu berjalan pergi meninggalkan kalian berdua diruangan itu.
Hening.
Hanya tatapan tajam yang Sae berikan padamu beberapa saat, dan kamu hanya menanggapinya dengan menunduk. Suasana canggung ini terus berlanjut beberapa menit.
(Name) terdiam. Ia tak mengerti apa yang sedang terjadi. Kenapa Sae memanggilnya ke sini? Apakah ada masalah? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benak mu.
"Ada apa?" tanya mu gugup. Untuk memulai pembicaraan.
Sae hanya diam, tatapannya masih tertuju pada (Name). Ia tidak menjawab pertanyaan (Name). Keheningan menyelimuti ruangan, hanya suara detak jantung mu yang terdengar semakin keras.
Tiba-tiba Sae mendekat, pria jangkung itu terus semakin dekat dengan tatapan matanya tak lepas dari wajahmu. Kamu semakin gugup apalagi Sae tak kunjung mengatakan apapun.
"(Name) murid baru kelas X, kau... Baru saja membuat kesalahan besar." Ucapnya singkat, suaranya terdengar kecil tapi berat dan itu cukup untuk membuat tanganmu bergetar.
"Kalau boleh tau apa salah saya? Apakah karena saya menabrak anda tadi pagi?"
Sae menggeleng, "Tidak, lebih dari itu. Kau membuatku tertarik, mulai sekarang kau adalah mainanku tanpa penolakan."
"Ha? What do you mean?"
Sae hanya bungkam kemudian mendekat, bayangannya jatuh tepat di hadapan gadis itu. Tatapannya tajam, menusuk, dan tiba-tiba gelap seperti badai yang akan datang. (Name) terpaku, terpojok di dinding, tubuhnya gemetar. Rasa takut merayap ke dalam dirinya, membungkam suaranya. Sae mendekat, jari-jarinya menyentuh pipi mu, sentuhannya dingin dan kasar.
"Lo tahu, gw bisa buat lo di DO," bisik Sae, suaranya dingin dan mengancam. (Name) menelan ludah, matanya membulat ketakutan. "Hanya dengan satu kata."
(Name) hanya bisa mengangguk, matanya berkaca-kaca. Rasa takut menguasai dirinya, ancaman Sae tentang Drop Out jika tidak menurutinya masih terngiang di telinganya. Ia tak berani melawan, hanya bisa mengikuti Sae, langkahnya berat dan penuh ketakutan.
Sae mencondongkan tubuh, wajahnya mendekat ke wajah sang gadis. Napas Sae terasa panas di pipi mu. "Tapi, gw ada tawaran yang lebih baik." Sae mengelus pipi (Name) dengan jari-jari dinginnya. "Ikut gw setelah pulang sekolah. Kita akan bersenang-senang."
(Name) hanya mengangguk untuk mengiyakan setelahnya (Name) diperbolehkan keluar oleh Sae. (Name) masih merasa was-was dan ragu untuk menemui Sae pulang sekolah tapi ia pikir itu tidak lebih buruk dari DO.
"Sae-nii kau dipanggil guru" ucap pria surai hijau gelap tadi.
"Cih,"
'๐๐ข๐ฆ?'
"Ini belum selesai, Ryouka." -Sae
Kamu kembali ke kelas, kamu membuka pintu dan mencoba menyeka keringatmu yang masih sedikit menetes. Semuanya kembali menyapamu dan bertanya untuk basa basi.
"(Name) tadi lo kemana? Enak bet njir kita aja suruh ngerjain MTK."
"Ah masa? Ywdh deh, bagi soal gw mau ngerjain juga." Ujarmu. Yang lain hanya menghela napas kasar dan memberikan mu soal latihan tadi.
"Padahal kalau sedang keluar tak perlu dikerjakan loh (Name)"
"Gapapa kok^^"
"(Name)!" Satu panggilan itu terdengar pelan dari belakang mu, sang empunya nama menoleh dan berhadapan dengan rekan sekelasnya.
"(Name).. Kalau boleh pulang sekolah aku mau pergi denganmu, bagaimana menurutmu?"
"Namamu? Maaf aku belum bisa mengingat nama kalian semua."
"Lia, that's my name, kau tidak mengingat ku?
"Maaf aku tidak ingat, tapi untuk ajakan mu barusan kurasa tidak bisa.."
"Seorang jenius memang mudah ya melupakan seseorang,"
"Aku adalah ketua club bola voli wanita saat SMP dulu, kau tidak ingat? Dulu kita lumayan dekat loh, oh! Aku juga masih menyimpan nomor mu."
"Hidekawa Lia?"
"100 point untukmu!! Yh Aku paham sih kau pelupa apalagi setelah sekian lama kita tidak bertemu."
"Omong-omong Aku belum memaafkan mu karena tiba-tiba pindah sekolah saat kelas 2 padahal kita membangun club voli bersama."
"Setelah kau pergi, kita punya banyak anggota baru loh, tak kusangka kita bisa bertemu lagi."
"Baguslah kalau begitu, kalian tetap hebat tanpa aku kan."
"Kau selalu dingin, btw kenapa kau menolak reunian denganku, jenius?"
"Aku sudah ada janji dengan orang lain, maaf ya, mungkin lain kali."
"Dan jangan panggil aku jenius!"
"Begitu ya, alright."
"Btw tadi kau dipanggil ke ruang OSIS, apakah Sae senpai yang memanggilmu?"
"Eummm iya?"
"Ohh, tidak apa apa, tapi saranku jaga jarak saja dengannya."
'๐๐ฑ๐ข ๐ฎ๐ข๐ฌ๐ด๐ถ๐ฅ ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ฌ๐ข๐ต๐ข๐ข๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข?'
.
.
.
Sepulang sekolah.
Sae sudah menunggumu di gerbang sekolah, tepat di dekat mobilnya. Kamu hanya menghampirinya dengan lesu, tubuhmu terasa lelah dan berat.
"Kau baik-baik saja?" tanya Sae dengan nada dingin.
"Baik," jawabmu pelan sambil tersenyum pahit.
Sae hanya berdehem, lalu membuka pintu mobil dan menyuruhmu masuk. Ia melajukan mobil dengan cepat, tak banyak bicara.
"Kita mau kemana?"
"Nanti juga kau tau"
Tak lama kemudian, mobil Sae berhenti di depan sebuah bar. Sae menarikmu keluar dari mobil dan membawamu masuk ke dalam bar yang remang-remang.
"Kenapa kita disini?"
"Berisik, jangan banyak tanya dan ikuti saja aku." Ucapnya dengan dingin, kamu hanya bisa menunduk sambil mengikutinya.
"Duduk," perintah Sae, menunjuk sebuah kursi di dekat meja bar.
Kamu duduk dengan ragu, matamu tertuju pada minuman-minuman yang berjejer di bar.
"Apa kau mau minum?" tanya Sae, matanya masih memancarkan emosi yang aneh.
"Aku masih di bawah umur," jawabmu pelan.
"Tidak apa-apa," kata Sae, senyum tipis terukir di bibirnya. "Aku akan memesankanmu."
Sae memanggil bartender dan memesankan minuman untukmu. Kamu mencoba menolak, namun Sae malah menarik tanganmu dan memaksamu untuk minum.
"Minumlah," kata Sae, suaranya dingin. "Jangan bersikap bodoh." Tatapannya sekita berubah menjadi gelap, visualnya kini sangat menakutkan dimatamu.
Kamu tetap menggeleng tapi Sae justru mencengkram dagumu dan memaksamu minum.
Kamu terpaksa menelan minuman yang pahit itu. Rasa panas menjalar di tenggorokanmu.
"Kau terlihat cantik," kata Sae, matanya menatapmu dengan penuh gairah. "Aku suka melihatmu minum."
Sae terus memaksamu untuk minum, meskipun kamu sudah merasa pusing. Ia memperlakukanmu seperti pasangannya, menciummu, memelukmu, dan berbisik kata-kata mesra di telingamu.
"Mmhh~ hmmph" air matamu mengalir ketika Sae menciummu dengan paksa dan menggigit bibirmu. Mendengarmu terus merengek Sae mulai jengkel dan..
*๐๐ก๐๐ ๐
Satu tamparan berhasil membuatmu bungkam langsung terlihat luka lebam di pipi mu. Sae kembali mencengkram rahangmu dengan kuat.
"Seorang boneka tidak boleh menangis."
Kamu merasa terjebak, tak berdaya. Kamu tak tahu bagaimana cara menghentikan Sae.
"Aku ingin pulang," bisikmu pelan.
"Tidak," kata Sae, menggeleng. "Kita akan bersenang-senang di sini."
Sae kembali memesankan minuman untukmu, dan memaksamu untuk minum lagi. Kamu merasa semakin pusing, tubuhmu terasa lemas.
"Aku mohon, senpai," bisikmu. "Aku ingin pulang."
Sae hanya tersenyum sinis. Ia terus memaksamu untuk minum, tak peduli dengan keadaanmu.
Kamu merasa terjebak dalam mimpi buruk. Kamu tak tahu bagaimana cara menghentikan Sae.
Kamu bahkan sudah muntah beberapa kali karena Sae yang memaksamu untuk minum setelah beberapa saat kamu akhirnya tertidur. Melihat itu Sae hanya tersenyum miring dan membawamu ke suatu tempat.
.
.
.
Sae membawamu ke sebuah hotel? Ia langsung membaringkan tubuhmu dikamar yang telah ia pesan. Dan siapa sangka sudah tersedia beberapa alat disana.
Sae mulai dengan mengikat kaki mu di ranjang dan mengikat kedua tanganmu dengan seutas tali. Sae menyematkan tanganmu diatas kepalamu dan mulai melucuti pakaian mu. Ia juga menyumpal mulut gadisnya dengan kain.
Akhirnya Sae berhasil melepaskan kemeja mu dan membuat tubuh bagian atas (Name) terekspos itu membuatnya semakin bernafsu.
Sae juga melepaskan kancing kemejanya satu persatu, memperlihatkan tubuh atletis nya yang terbentuk. Saat itu kamu masih belum sadar ketika Sae mulai mengambil sebuah alat.
Sae ternyata mengambil vibrator ia memasangnya padamu Dan mengaturnya dengan kecepatan maksimal. Mendapat rangsangan, (Name) akhirnya terbangun mendapati tubuhnya terikat tak berdaya dikamar yang tak ia kenali.
"Good, sudah bangun ya?"
Kamu sangat terkejut mendapati dirimu terikat tak berdaya, bahkan mulutmu saja sudah disumpal dengan Sae yang telanjang dada didepanmu.
"Shh tidak akan yang menolong mu (Name)" Sae membelai pipimu lembut sebelum menamparnya dengan keras.
...
"Apakah enak? Oh aku sudah tak sabar untuk memberi tanda disini." Ia menunjuk ke lehermu.
Wajahmu mulai memerah karena getaran vibrator dibawahmu, air matamu kembali mengalir kamu ingin teriak tapi mulutmu disumpal.
"Hmmphh!!"
"Tidak seru ya, aku ingin mendengarmu mendesahkan namaku. Bolehkah?"
Sae akhirnya menarik kain yang menyumpalmu dan menggantikannya dengan satu ciuman yang sangat dalam. Ia tak memberimu kesempatan untuk bernafas lagi-lagi ia menggigit bibirmu agar lidahnya bisa masuk untuk mengabsen deretan gigimu.
Setelah sepuluh menit lamanya akhirnya ciuman panas itu berakhir, membuat benang saliva terbentuk diantaranya.
Sae menjilat bibirnya sendiri kemudian kembali mencium mu kali ini ia mencium dan memberi tanda ke lehermu, hingga kedada sampai perut.
"Hmm kau sangat manis. Maaf ya kalau seluruh tubuhmu jadi merah~" ujarnya seolah tak bersalah.
"Sae....kenapa?"
"Apa salahku sampai kau melakukan ini?" Bisikmu lemas.
"Ini keinginan ku. Kau membuatku melihat apa yang tidak ingin kulihat (Name)."
Dengan cepat Sae melepaskan celananya. Pupil matamu seketika membulat sempurna melihat adik Sae yang sudah tegak terlihat besar dan berurat dibawah sana.
Sae lanjut mengendus tubuhmu dan meremas dadamu. Dia juga menyusu padamu dan menggigitnya, kamu mengerang pelan sambil terus menangis saat itu. Sae juga menciumi perutmu sampai ke pahamu.
"You still virgin?"
"Please stop.." Seolah tuli Sae tidak menghiraukan kata kata mu dan mulai menjilat ilang kewanitaan mu.
Malam itu Sae melakukannya.
"๐๐ฎ๐ฎ๐ฑ๐ฉ๐ฉ ๐ฎ๐ฎ๐ฉ~"
Sae terus mulai membuka lebar kakimu yang tertutup, tenagamu tentu saja tak sebesar Sae.
Setelah berhasil melakukannya Sae langsung memasukkan miliknya yang besar kedalammu, menggerakkan nya tanpa ampun, kamu terus menitikkan air mata, tapi kemudian Sae mencium dan menjilat air matamu itu.
"๐๐ฌ๐ฉ~!"
Pikiranmu sudah sangat kacau sekarang, kamu tak tahu bisa jadi seburuk ini dengan Sae.
Akhirnya keluar darah segar dari kewanitaan mu, jackpot bagi Sae.
"Ternyata benar kau masih perawan~"
Akhirnya kamu melalui pelepasan pertamamu membuat Sae makin semangat menggempur mu. Dia terus menghentakkan miliknya dengan keras sambil terus menyusu padamu dan sesekali menggigit mu.
"๐๐ถ๐ค๐ฌ (Name) ๐ต๐ฆ๐ณ๐ฏ๐บ๐ข๐ต๐ข ๐ณ๐ข๐ด๐ข๐ฏ๐บ๐ข ๐ด๐ฆ๐น ๐ด๐ฆ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฌ ๐ช๐ฏ๐ช ๐บ๐ข."
"๐๐ฎ๐ฎ๐ฑ๐ฉ๐ฉ ๐๐ข๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฉ๐ฉ ๐ฑ๐ญ๐ฆ๐ข๐ด๐ฆ ๐ด๐ต๐ฐ๐ฑ~!!"
"Teriakkan namaku lagi (Name)~"
"๐๐ฉ๐ช๐ต, (Name) ๐ ๐ธ๐ข๐ฏ๐ต ๐ต๐ฐ ๐ค๐ถ๐ฎ ๐ฏ๐ฐ๐ธ~"
Sae mencabut miliknya darimu lalu ia arahkan ke wajahmu hingga cairan cintanya menyembur keluar memenuhi wajahmu. Lanjut setelahnya ia menciumi wajahmu lagi.
"(Name) you.. It's beautiful like this"
"Sekarang kulumlah!" Ujarnya sambil mencengkram rahangmu lagi. Tidak hanya itu Sae juga terus mencambuk mu dengan gesper yang ia punya sampai berbekas ke tubuhmu. Itu sangat mengerikan.
Kamu juga tidak tahu berapa lama penderitaan ini berlanjut, padahal kamu baru masuk ke sekolah ini dan Sae malah memperlakukan hal ini padamu. Kamu bahkan tak tau apa motifnya melakukan ini.
Keesokan harinya.
Malam yang panjang itu berakhir, Sae terus menyiksamu sampai kamu pingsan. Ntah apa saja yang ia lakukan pada tubuhmu saat kamu kehilangan kesadaran mu. Tapi keesokan harinya beruntungnya kamu bangun lebih cepat dari Sae, dan melarikan dari sana.
Kamu merapihkan pakaian mu dan berlari tanpa arah dan tujuan. Kakimu sebenarnya terlalu ngilu untuk menapak tanah tapi inilah jalan satu-satunya. Untungnya kamu sempat mengambil handphone mu yang terdapat di nakas tanpa sepengetahuan Sae.
Satu-satunya harapan, kamu langsung menelpon Lia, karena cuma dia yang kamu punya sekarang. Keluarga mu? Tidak akan ada yang peduli, kalau bukan karena bakatmu mungkin kamu sudah ditelantarkan sekarang.
Akhirnya, (Name) berhasil menghubungi Lia. "Lia... Maaf bisa tolong aku?" Suara (Name) kecil namun bergetar, penuh kepanikan. Lia langsung panik. "Di mana lo? Cepetan kasih tau!" Lia langsung bergegas menjemput (Name) dengan mobil kakaknya. Tak ada waktu untuk berpikir panjang, yang penting (Name) segera diselamatkan.
Saat bertemu (Name), Lia tercengang. "Eh, (Name), lo kenapa? Kok muka lo lecet-lecet gini?" Seisi tubuh (Name) lebam, rambutnya kusut, wajahnya penuh air mata dan keringat. Melihat kondisi (Name) yang memprihatinkan, Lia langsung membawanya pulang.
Di rumah, Lia mencoba menanyakan apa yang terjadi. "Cerita dong, (Name), kenapa lo bisa begini?" tanya Lia. Namun, (Name) masih terdiam, tak ingin menjawab. Ia hanya mengucapkan terima kasih karena telah ditolong dan meminta maaf karena merepotkan Lia. "Gak papa kok, (Name), yang penting lo selamat," kata Lia.
(Name) yang masih trauma absen dari sekolah beberapa hari. Untungnya, orang tua (Name) tidak tahu karena kalau tahu, pasti (Name) langsung dijadikan samsak. Hal ini membuat Lia semakin khawatir.
(Name) tinggal di apartemen berbeda dengan orang tuanya, ia sudah tinggal disana sejak kelas 3 SMP karena pertengkaran hebat dengan orang tuanya dan agar lebih bebas saja. Bahkan tak seorangpun tahu tempat tinggal (Name) sekarang termasuk orang tuanya. Mungkin itu karena (Name) adalah gadis yang sangat tertutup.
"Duh, baru awal masuk sekolah, (Name) udah izin. Gimana nih?" gumam Lia, khawatir. Meskipun izin tapi tetap saja sudah hampir seminggu (Name) izin, pesan darinya juga tidak dibaca belum lagi Lia tidak tau di mana keberadaan (Name) sekarang.
---
Meanwhile
Sae pun semakin frustasi. Ia tak bisa melacak lokasi (Name) dan tak bisa menemui (Name) di sekolah. Bahkan sekedar ngestalk? (Name) tak punya akun pribadi, itulah kenapa Sae sulit untuk mencari yang tahu nomor ponselnya. Sejauh ini yang Sae tahu hanya alamat orang tuanya saja.
Sejak hari itu, keadaan Sae semakin memburuk, emosinya sudah tak terkontrol dia sangat obsesi pada (Name) ntah karena apa. Adiknya Rin yang biasanya cuek saja sampai lelah karena mendengar suara isak tangis dan pekikan dari kamar kakaknya.
"(Name), ๐ธ๐ฉ๐ฆ๐ณ๐ฆ ๐ณ ๐ถ ๐จ๐ฐ๐ช๐ฏ๐จ? ๐ ๐ฎ๐ช๐ด๐ด ๐ถ."
Atas dasar apa Sae terus menyebut nama (Name) apakah ia menyesal atau karena hal lain?
๐๐๐ฅ๐จ๐ก๐๐ฅ๐จ ๐ฉ๐๐ซ๐ญ ๐ ๐ง๐ฒ๐ ๐ฎ๐๐ก ๐ฌ๐๐ฅ๐๐ฌ๐๐ข ๐ฒ๐, ๐๐ข๐ฌ๐ ๐๐ก๐๐๐ค ๐๐ค๐ฎ๐ง ๐๐ฎ๐ญ๐ก๐จ๐ซ ๐ค๐๐ฅ๐๐ฎ ๐ฆ๐๐ฎ ๐ฉ๐๐ซ๐ญ ๐.