Pagi itu, sinar matahari menyusup perlahan melalui celah-celah jendela kamar Dani. Hembusan angin lembut menggoyangkan tirai-tirai tipis, membawa aroma embun pagi dan harum bunga melati dari halaman belakang rumah. Dani bangkit dari tempat tidurnya dengan rasa malas yang mendera. Sudah satu bulan berlalu sejak ia lulus kuliah, namun bayangan masa depan yang cerah seperti yang diharapkannya masih samar di kejauhan.
Satu hal yang Dani tahu pasti, ia punya mimpi besar. Sejak kecil, dia selalu bercita-cita menjadi seorang arsitek yang sukses. Dani ingin membangun gedung-gedung tinggi yang megah dan memukau, tempat orang-orang bekerja, berkreasi, dan bermimpi seperti dirinya. Namun, setelah lulus, kenyataan ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Tidak ada panggilan kerja, tidak ada proyek besar. Hanya lamaran yang dikirim dan balasan yang tak kunjung datang.
Orang tuanya mulai mengkhawatirkan keadaannya. Mereka sering kali menyarankan Dani untuk mencari pekerjaan lain terlebih dahulu, sekadar untuk bertahan hidup. "Yang penting bekerja dulu, Dani. Nanti bisa pelan-pelan mengejar mimpi," ujar ayahnya suatu sore. Namun, bagi Dani, itu berarti menyerah pada mimpinya. Dia tidak ingin terjebak dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan passion-nya. Dia yakin, jika terus berusaha, suatu hari ia akan berhasil.
Suatu pagi, ketika Dani sedang duduk di teras sambil menyeruput kopi hangat, teleponnya berdering. Nomor yang tidak dikenal muncul di layar. Dengan rasa penasaran dan harapan kecil di hatinya, Dani mengangkat telepon itu.
“Selamat pagi, ini Dani, benar?” Suara di seberang terdengar formal namun ramah.
“Benar, dengan saya sendiri. Maaf, ini siapa ya?” tanya Dani dengan hati-hati.
“Saya Raka dari PT Bangun Cipta. Kami menerima lamaran Anda dan ingin mengundang Anda untuk mengikuti seleksi wawancara. Apakah Anda bisa datang ke kantor kami besok pagi jam 10?”
Dani hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. PT Bangun Cipta adalah salah satu perusahaan arsitektur terbesar di kota. Dengan bersemangat, ia segera menyetujui undangan tersebut dan berterima kasih kepada penelepon. Setelah telepon ditutup, Dani melonjak kegirangan. Akhirnya, kesempatan yang selama ini ia tunggu-tunggu datang juga.
Keesokan harinya, Dani mengenakan pakaian terbaiknya dan bergegas menuju kantor PT Bangun Cipta. Gedung perusahaan itu tinggi menjulang, seperti menara impian yang selama ini ia bayangkan. Rasa gugup mulai menjalari tubuhnya, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Wawancara berlangsung cukup baik. Raka, manajer perekrutan yang mewawancarainya, terkesan dengan portofolio desain Dani dan ide-ide inovatif yang ia sampaikan.
“Kami akan mempertimbangkan lamaran Anda, Dani,” ujar Raka di akhir wawancara. “Jika semuanya berjalan lancar, Anda akan menerima kabar dari kami dalam waktu dekat.”
Hari-hari berlalu, dan Dani menunggu dengan penuh harap. Setiap kali teleponnya berdering, ia berharap itu panggilan dari PT Bangun Cipta. Namun, seminggu berlalu tanpa kabar. Dua minggu, dan akhirnya tiga minggu. Harapan yang semula berkobar kini mulai meredup. Mungkin ini bukan saatnya, pikir Dani.
Suatu sore, Dani memutuskan untuk berkeliling kota dengan motornya. Ia melewati banyak gedung tinggi, beberapa di antaranya masih dalam tahap pembangunan. Setiap kali melihat bangunan megah, Dani merasa hatinya berdesir. Inilah yang ingin ia lakukan dalam hidupnya—merancang sesuatu yang akan bertahan puluhan, bahkan ratusan tahun. Ia ingin meninggalkan jejaknya di dunia ini.
Dalam perjalanan pulang, Dani berhenti di sebuah taman kecil di pusat kota. Ia duduk di bangku taman, memandangi langit yang mulai memerah. Tanpa disadari, seorang pria tua duduk di sebelahnya. Pria itu terlihat tenang, dengan rambut putih yang tersisir rapi dan wajah yang penuh dengan kerutan pengalaman.
“Kamu kelihatan seperti seseorang yang sedang memikirkan sesuatu yang besar,” kata pria tua itu tiba-tiba.
Dani terkejut, tapi ia tersenyum sopan. “Ya, mungkin Anda benar. Saya sedang berpikir tentang masa depan.”
“Ah, masa depan,” gumam pria itu. “Itu sesuatu yang selalu kita kejar, tapi seringkali terasa jauh sekali, bukan?”
Dani mengangguk pelan. “Saya baru lulus kuliah dan sedang mencari pekerjaan. Saya ingin menjadi arsitek, tapi rasanya sulit sekali mencapai impian itu.”
Pria tua itu tertawa kecil. “Impian memang selalu sulit dicapai. Kalau tidak sulit, itu bukan impian namanya.”
Dani merenung sejenak mendengar kata-kata itu. “Tapi, bagaimana jika saya tidak bisa mencapainya? Bagaimana jika saya gagal?”
Pria tua itu menatap Dani dengan mata yang bijak. “Gagal itu bagian dari proses, anak muda. Kalau kamu takut gagal, kamu tidak akan pernah berani mengambil langkah pertama. Mimpi bukan soal seberapa cepat kamu mencapainya, tapi seberapa jauh kamu berani mengejarnya. Yang penting, jangan pernah berhenti berusaha.”
Kata-kata pria tua itu mengendap di benak Dani sepanjang perjalanan pulang. Mungkin dia benar, pikir Dani. Mungkin yang terpenting bukan seberapa cepat ia meraih impiannya, tapi seberapa kuat tekadnya untuk terus mengejar mimpi itu, meskipun harus jatuh bangun.
Seminggu kemudian, kabar yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Dani menerima email dari PT Bangun Cipta yang memberitahukan bahwa ia diterima sebagai junior arsitek. Itu bukan posisi tertinggi, tapi bagi Dani, ini adalah langkah awal yang luar biasa. Ia bersorak gembira, berterima kasih kepada Tuhan dan orang-orang yang selalu mendukungnya.
Hari-hari pertama di PT Bangun Cipta penuh dengan tantangan. Dani harus beradaptasi dengan lingkungan kerja baru, menghadapi tenggat waktu yang ketat, dan bekerja sama dengan tim yang kadang-kadang sulit diajak kompromi. Namun, ia menikmati setiap prosesnya. Ia belajar banyak hal baru, dan setiap kali ia berhasil menyelesaikan proyek kecil, rasa percaya dirinya semakin tumbuh.
Satu tahun berlalu, dan Dani mulai menunjukkan bakatnya. Raka, manajernya, semakin mempercayainya dengan proyek-proyek yang lebih besar. Pada suatu hari, perusahaan mendapatkan tender besar untuk merancang sebuah gedung pencakar langit di pusat kota. Ini adalah proyek terbesar yang pernah diterima oleh perusahaan tersebut, dan Dani terkejut ketika Raka menunjuknya sebagai salah satu tim inti untuk proyek tersebut.
“Ini kesempatanmu, Dani,” kata Raka saat memberikan arahan. “Kami percaya kamu bisa memberikan yang terbaik untuk proyek ini.”
Dani merasa campuran antara kegembiraan dan ketakutan. Ini adalah proyek impiannya—sesuatu yang selama ini ia kejar. Namun, tanggung jawab yang besar juga membuatnya merasa terbebani. Dia tahu, ini adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa mimpinya bukan hanya angan-angan, tapi sesuatu yang bisa ia wujudkan dengan kerja keras.
Malam-malam panjang Dani dihabiskan dengan merancang konsep, memperbaiki desain, dan berdiskusi dengan timnya. Ada kalanya ia merasa lelah dan putus asa, terutama ketika revisi terus berdatangan atau ketika hasil desainnya belum sesuai harapan. Namun, setiap kali perasaan itu datang, ia mengingat kembali kata-kata pria tua di taman: “Yang penting, jangan pernah berhenti berusaha.”
Akhirnya, setelah berbulan-bulan bekerja tanpa henti, desain gedung tersebut selesai. Ketika hasil akhir presentasi proyek dipajang di hadapan klien, Dani merasa hatinya penuh dengan kebanggaan. Gedung yang ia rancang bersama timnya tidak hanya indah, tapi juga fungsional dan inovatif. Klien sangat puas, dan proyek tersebut menjadi salah satu proyek terbesar yang pernah berhasil dikerjakan oleh PT Bangun Cipta.
Di atas gedung yang hampir selesai dibangun, Dani berdiri memandangi pemandangan kota dari ketinggian. Angin berhembus kencang, tetapi itu tidak mengurangi perasaan damai yang meliputi dirinya. Gedung ini adalah bukti nyata dari mimpinya yang berhasil ia wujudkan. Mimpi yang ia kejar selama bertahun-tahun, dengan jatuh bangun yang tak terhitung jumlahnya.
Dani tersenyum, mengingat perjalanan panjang yang telah ia lalui. Ia tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanannya, tapi hanya awal dari mimpi-mimpi yang lebih besar. Mimpi memang sulit dicapai, tapi bukan berarti mustahil.
Dengan keyakinan yang kuat, Dani berbisik pelan, "Aku akan terus mengejar mimpiku, sampai kapan pun, sampai semuanya tercapai."