Alya terbangun dengan keringat dingin membasahi wajahnya. Ini adalah mimpi yang sama lagi—mimpi tentang seorang wanita muda yang hidup di zaman lampau, dengan gaun putih panjang, berjalan di antara pepohonan hutan yang lebat. Wanita itu selalu tampak gelisah, seolah-olah sedang mencari sesuatu yang hilang, tetapi Alya tidak pernah tahu apa yang terjadi selanjutnya. Setiap kali, mimpi itu selalu terputus sebelum Alya bisa menemukan jawabannya.
Namun, ada satu hal yang Alya selalu ingat dengan jelas dari mimpinya: sebuah suara halus yang memanggil, "Ingatlah, Alya. Ingatlah."
Alya merasa seolah-olah suara itu bukan sekadar bagian dari mimpinya, tetapi lebih seperti panggilan dari jauh, panggilan yang berasal dari bagian dalam dirinya yang terlupakan.
Hari itu, Alya melanjutkan rutinitasnya seperti biasa, bekerja sebagai desainer grafis di sebuah perusahaan besar di pusat kota. Namun, sejak beberapa minggu terakhir, mimpi yang terus berulang ini mulai memengaruhi kesehariannya. Ia merasa asing di dunia yang ia jalani, seolah-olah ada bagian dari dirinya yang tidak berada di tempatnya.
Suatu hari, setelah mimpi itu terulang lagi dengan intensitas yang lebih besar, Alya memutuskan untuk mencari bantuan. Ia mendatangi seorang teman dekatnya, Lusi, yang kebetulan seorang ahli hipnoterapi. Lusi percaya bahwa mimpi-mimpi yang dialami Alya bisa jadi adalah petunjuk dari kehidupan masa lalu.
"Alya, mungkin kamu sedang mengalami ingatan reinkarnasi," kata Lusi dengan serius. "Ada beberapa orang yang dapat mengingat kehidupan sebelumnya melalui mimpi atau perasaan deja vu yang kuat. Bagaimana kalau aku mencoba melakukan regresi hipnotis padamu?"
Awalnya Alya ragu, tapi rasa ingin tahunya semakin besar. Jika benar mimpinya adalah sisa ingatan dari kehidupan sebelumnya, ia ingin tahu siapa wanita itu dan mengapa ia terus menghantuinya. Akhirnya, Alya setuju untuk menjalani regresi hipnotis.
Sesi hipnotis dimulai di ruang kerja Lusi yang tenang, dengan aroma lavender mengisi udara. Alya duduk di kursi yang nyaman, sementara Lusi mulai memandu dengan suara lembut.
"Tarik napas dalam-dalam, Alya. Biarkan dirimu rileks. Bayangkan dirimu sedang berjalan melalui lorong waktu yang panjang, menuju masa yang lebih tua, lebih jauh…"
Suara Lusi semakin samar ketika Alya merasa pikirannya tertarik jauh dari tubuhnya. Ia merasakan semacam tarikan lembut, seperti ditarik ke dalam pusaran yang tidak terlihat. Saat ia menutup mata, bayangan wanita dalam mimpinya mulai muncul kembali, tetapi kali ini lebih jelas.
Alya melihat dirinya sendiri dalam sosok wanita itu, tetapi dengan kehidupan yang sangat berbeda. Dia mengenakan pakaian kuno, berjalan di hutan yang tidak asing, sebuah hutan yang sering ia lihat dalam mimpinya. Di sana, dia bukanlah Alya, melainkan seseorang bernama Kalya, seorang putri dari sebuah kerajaan kecil yang terletak di tengah pegunungan.
Dalam ingatannya, Kalya sedang lari dari sesuatu—atau seseorang. Ada ketakutan yang mendalam di hatinya, tetapi ia tidak bisa mengingat apa yang dikejar. Dalam hutan itu, ia mencari seseorang yang ia cintai, seorang pria bernama Arsan, yang hilang secara misterius pada malam yang sama ketika kerajaan mereka diserang.
"Lusi… aku melihat sesuatu," bisik Alya di bawah hipnosis. "Aku adalah seorang putri. Namaku Kalya… dan aku kehilangan seseorang."
Lusi tetap tenang, membimbing Alya untuk terus mendalami ingatan itu. "Apa yang terjadi, Alya? Apa yang kamu lihat?"
Alya mulai merasakan dadanya berat, seolah-olah merasakan kesedihan yang mendalam. "Aku mencintai Arsan. Dia seorang prajurit. Kami seharusnya melarikan diri bersama, tapi dia menghilang. Aku mencarinya, tapi aku tidak pernah menemukannya."
Dalam keadaan trance, Alya merasakan kembali perasaan yang kuat dari kehidupan masa lalunya. Kalya telah menghabiskan hari-hari terakhir hidupnya mencari Arsan, tetapi tidak pernah menemukannya. Sampai akhirnya, dia juga jatuh ke tangan para musuh yang membunuhnya di tengah hutan yang gelap.
"Arsan… aku tidak bisa meninggalkan dia," suara Alya semakin bergetar, matanya yang tertutup seolah berusaha keras menahan air mata. "Aku mati di sana, Lusi. Tapi aku masih merasakan perasaan itu—seolah ada janji yang belum terpenuhi."
Saat itu, Alya tersentak dari hipnotisnya, terengah-engah dengan perasaan campur aduk antara kesedihan dan kebingungan. Mimpi-mimpi yang dialaminya selama ini ternyata adalah sisa-sisa ingatan dari kehidupan masa lalunya. Ia dulu adalah Kalya, seorang putri yang mati dengan hati yang hancur karena tidak pernah bisa menemukan cinta sejatinya, Arsan.
Setelah sesi itu, Alya merasa ada yang berubah dalam dirinya. Meski kebenaran tentang kehidupannya di masa lalu telah terungkap, ia merasa bahwa ceritanya belum selesai. Ada sesuatu yang mendorongnya untuk mencari tahu lebih banyak—bukan hanya tentang kehidupan Kalya, tetapi tentang siapa Arsan dan apakah ia mungkin reinkarnasi dari seseorang di kehidupan saat ini.
Hari-hari berikutnya, Alya mulai merasakan perasaan deja vu yang lebih kuat saat berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Ia memperhatikan rekan kerjanya, teman-temannya, bahkan orang-orang asing yang ia temui di jalan dengan kecurigaan bahwa salah satu dari mereka mungkin adalah Arsan, terlahir kembali dalam bentuk yang berbeda.
Sampai pada suatu sore, di sebuah kafe kecil di sudut kota, Alya bertemu dengan seseorang yang tak terduga—Reza, seorang pria yang baru saja pindah ke kota itu. Mereka tak sengaja bertemu saat keduanya mencari tempat duduk yang kosong di kafe tersebut. Seketika, ketika mata mereka bertemu, ada sesuatu yang menarik di dalam hati Alya. Ia merasakan perasaan yang begitu familiar, seolah-olah sudah mengenal Reza selama berabad-abad.
Mereka berbincang ringan pada awalnya, tetapi obrolan tersebut semakin mendalam. Tanpa Alya sadari, mereka berbicara selama berjam-jam, dan perasaan kedekatan itu semakin kuat. Reza memiliki sesuatu yang membuat Alya merasa nyaman, seolah-olah ia telah menemukan bagian yang hilang dalam hidupnya. Tetapi yang membuat Alya semakin terkejut adalah ketika Reza, tanpa sadar, menyebutkan namanya dalam percakapan.
"Bukankah aku pernah memanggilmu… Kalya?" kata Reza sambil tersenyum canggung.
Jantung Alya berdegup kencang. "Apa maksudmu?"
Reza terlihat bingung. "Aku tidak tahu… Aku hanya merasa ada sesuatu tentangmu yang membuatku berpikir tentang nama itu. Mungkin aneh, tapi rasanya seolah aku pernah mengenal seseorang bernama Kalya."
Alya terdiam, hatinya bergetar dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan. Apakah ini mungkin? Apakah Reza adalah reinkarnasi dari Arsan, pria yang ia cintai dalam kehidupan sebelumnya?
Hari itu, Alya pergi dari kafe dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia tahu bahwa ada lebih dari sekadar kebetulan dalam pertemuannya dengan Reza. Namun, ia juga tahu bahwa jika ini benar-benar takdir, perjalanannya untuk menemukan jawaban sebenarnya baru saja dimulai.
Beberapa bulan kemudian, Alya dan Reza semakin dekat. Perasaan yang mereka miliki terasa begitu alami, seolah-olah mereka memang sudah ditakdirkan untuk bersama. Alya tidak pernah memberitahu Reza tentang mimpinya atau sesi hipnotis yang ia lakukan, tetapi di dalam hatinya, ia yakin bahwa Reza adalah reinkarnasi dari Arsan.
Suatu hari, di sebuah hutan di luar kota, tempat mereka sering menghabiskan waktu bersama, Alya dan Reza berjalan berdampingan di bawah naungan pepohonan yang rindang. Perasaan damai memenuhi hati Alya, dan ketika ia menatap Reza, ia tahu bahwa lingkaran kehidupan mereka akhirnya telah lengkap.
"Kamu percaya pada takdir, Reza?" tanya Alya pelan.
Reza tersenyum dan menatapnya dalam-dalam. "Aku percaya, terutama setelah bertemu denganmu."
Alya tersenyum, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa bahwa segalanya sudah berada di tempat yang seharusnya. Kehidupan lama mereka mungkin telah berakhir dengan tragis, tetapi di kehidupan ini, mereka diberi kesempatan untuk memulai kembali.
Mereka telah menemukan satu sama lain—lagi.
***
Tamat.