Namaku maria Delila, anak perempuan dari 3 bersaudara, ketika aku merenung sendiri dan di kala kesedihan dan kerinduan itu datang. Hal pertama yang kuanggap tabu adalah ketika salah satu temanku mengungkapkan, "Kamu kan punya bapak. Minta saja ke ayahmu." Aku tertegun diam, bukan karena marah atau sedih tapi sesuatu yang lain ada di dalam pikiran dan hatiku bangkit mempertanyakan kembali kisahku pada diri sendiri. Ketika aku ditanya demikian jujur aku tak bisa menjawab, kalaupun aku bisa menjawab akan kujawab bagaimana, jika aku jawab tidak karena aku tak punya ayah, tentu aku punya, mengatakan ya lalu ayahku yang mana yang bisa kumintai tolong.
Seketika itu aku mulai bertanya terngiag-ngiang terus dalam benakku, mengapa aku harus seperti ini, dan mengapa hidupku tak seperti yang lainnya. Pertanyaan itu terus ada hingga saat ini di benakku, karena aku belum mengerti apa sebenarnya tujuanku hidupku ini.
Aku mendapat masalah sejak aku mulai dewasa karna meninggikan watakku tersebut, ya tak hanya sekali bahkan bekali-kali. Awalnya adalah karena kemarahanku pada bunda yang menurutku mereka berlebihan ketika menasihatiku, dan memperbincangkanku di belakang bersama orang lain di luaran sana, aku kesal marah da kecewa karena apa. Karena aku merasa dipojokkan dari pembicaraan mereka, menjelekkanku kalau aku mungkin kecewa dan marah karna memikirkan pendapat orang lain nantinya terhadapku lupakan saja hal itu, sungguh aku tak begitu perduli tanggapan orang lain padaku.
Aku kecewa dan marah karena bunda telah menghancurkan kepercayaanku selama ini, dia yang kuberikan kepercayaan paling besar, nyatanya menohok diriku seperti itu. Aku mulai berpikir saat itu, mengapa aku harus menjadi pemenang dulu untuk bisa membuahi sel telur bundaku, dan mengapa aku harus terlahir di tengah keluarga tak harmonis sepeti ini?
Aku iri pada yang lain dan aku mulai berandai-andai kalau saja bundaku bersamaku mungkin tak semengecewakan dan sesakit ini yang aku alami. Bunda membicarakanku seolah aku adalah orang lain di hidupnya, seolah aku adalah parasit dan seolah aku hanya bisa menyusahkan saja baginya. Ya seperti itu aku menyimpulkan perkataan mamakku.