Aku berjalan dengan langkah malas memasuki area sekolahku. Tungkaiku terus berayun ogah-ogahan menyusuri setiap inci tempat menuju neraka yang membuat mual itu.
Sekolah? Persetan. Nyatanya sekolah hanyalah tempat bulshit berkedok 'keharusan' padahal tempat yang katanya untuk menimba ilmu itu tidak lebih dari sarang tumbuh kembang para calon orang-orang berkepribadian setan di masa depan.
"Pagiiii~" siswi dengan gigi kelinci juga tubuh yang super mini itu menyapaku.
Cih. Aku berdecih tanpa sepengetahuannya lalu dengan 'ramah' aku membalas sapaannya itu.
"Haiii jugaa," ujarku dengan nada yang hampir membuatku muntah ditempat. Persetan, aku benci sapaan-sapaan tidak penting yang hanya sekedar formalitas ini. Begitu Annoying dan menjijikan menurutku.
Siswi tersebut tersenyum manis lalu melambaikan tangannya. Ia bersiap untuk melanjutkan langkah.
Pftt.. aku terkekeh ketika jarakku dengan si siswi sudah tidak bisa dibilang dekat.
Munafik sialan.
Aku kembali mengayun tungkai untuk melanjutkan langkah. Ingat! Ini sarang setan, tidak ada yang bisa diharapkan apalagi dipercaya.
Teman omong kosong, guru sayang murid omong kosong, semua omong kosong.
Ck! Tanpa aku sadari sedari tadi tanganku membentuk gumpalan kuat.
Aku benci, benci, benci, benci dan akan selalu benci dengan ini semua.
Sedari menduduki bangku sekolah dasar sampai sekolah menengah atas seperti sekarang tidak ada yang bisa membuat pendirianku berubah. Aku benci, pendirianku adalah benci, aku adalah pembenci.
Pembenci mereka yang pantas dibenci tepatnya.
"Hai! Pagi, pr nya udah selesai belom?" Seorang wanita berpakaian rapih menyapa. Huwek, dia adalah salah satu guru disini.
Dan seperti biasa, aku memasang senyum termanis yang kupunya juga suara seorang mungkin yang kumiliki.
"Udah buk ehehee,.."
"Ouuhh udah ya n2k? Pinter." Itu kalimat penutup wanita tersebut sebelum ia bergerak lebih dekat lagi denganku lalu dengan sialan menepuk bahu kananku dua kali.
Menjijikan. Jangan mendekatiku, apalagi sampai menyentuhku.
Aihh.. lagi-lagi tanpa sadar tanganku mengepal.
Sedari kecil aku diremehkan, sedari kecil aku menjadi bahan perbincangan para guru.
Aku yang saat itu masih sangat kecil, ouuhh... Diriku yang malang.
Aku menggeleng kuat. Tidak-tidak, lupakan semua itu lupakan! Namun.. aku tidak akan bisa. Aku tidak akan bisa melupakannya.
Tidak akan pernah bisa..
..tidak akan.