"Hari ini aku menangis karena aku baru sadar aku telah salah memberikan cintaku yang tulus padamu. Tapi kelak, mungkin kamu yang akan menangis karena telah menyia-nyiakan orang yang telah begitu tulus mencintaimu."
***
Aku tahu, jodoh ada di tangan Tuhan. Tapi dalam kisah menyedihkan ini, aku sepenuhnya menyalahkan dirimu yang bermuka dua itu. Tamak dan mungkin bisa kusebut kau wanita tak tahu diri. Atau mungkin, munafik?
Ahh, sepertinya kata terakhir itulah yang pantas untuk kau sandang. Wanita munafik yang sialnya aku mencintai wanita sepertimu. Tentu saja, semua karena aku tertipu. Tertipu oleh kemunafikan dirimu. Kau hanya memperlihatkan wajah bak malaikat-mu di depanku. Dan ternyata, di belakangku masih ada satu wajah yang tak pernah kau tampakkan padaku.
Harus ku akui, kau benar-benar hebat dalam berkamuflase. Kau seperti wanita bunglon. Memiliki kemampuan mimikri yang hebat. Kau hebat dalam hal menyembunyikan sosok dirimu yang sebenarnya. Kau mempunyai kemampuan hebat dalam hal mengelabui.
Lagi-lagi, sialnya akulah orang yang tertipu itu.
Semua berawal dari 7 tahun yang lalu. Kisah menyedihkan ini dimulai sejak saat itu. Kisah yang kuharapkan bisa sampai pada kata 'Happy Ending' nyatanya malah kandas dengan mengenaskan dalam 'Sad Ending'. Ending yang tak pernah diinginkan oleh siapa pun yang telah serius menjalin sebuah hubungan.
Percayalah! Tak ada yang menginginkan ending yang menyedihkan dalam kisah cintanya.
Seperti benang takdir yang normal. Aku mengenalmu tanpa sengaja karena ternyata kau adalah teman dari sahabatku. Pertemuan pertama kita pun karena sahabatku itu. Semua benar-benar serba kebetulan. Seperti rencana takdir yang sungguh manis atas sebuah pertemuan tanpa sengaja.
Cinta pada pandangan pertama. Itulah yang aku rasakan saat pertama kali melihatmu. Gadis cantik, sopan, ramah, bersahaja, sedikit lugu, tapi sangat manis. Senyummu yang hangat dan perhatian kecil yang kau berikan berhasil membuat hatiku bergetar. Perlahan namun pasti, benih-benih cinta itu pun tumbuh kian subur di dalam sanubariku.
Kau adalah definisi indah di mataku.
Meski kau bukan yang pertama, tapi bagiku kaulah cinta pertamaku. Karena bagiku, kekasihku sebelumnya hanyalah sebuah cinta monyet. Belum ada keseriusan didalamnya. Sebelumnya, hanya ada keingintahuan akan cinta yang menggebu di dalam dada. Rasa ingin tahu yang mungkin dirasakan semua remaja-rejama yang baru akan beranjak dewasa.
Sangat berbeda dengan saat aku mengenalmu.
Kau memang bukan yang pertama yang menyandang gelar kekasihku, tapi sekali lagi bagiku kaulah yang terindah. Bagiku, kaulah yang termanis. Karena denganmu, aku benar-benar ingin menjalin sebuah hubungan yang serius. Hingga mencapai jenjang pernikahan. Itulah yang tertanam di hatiku sejak pertama kali rasa itu muncul di hatiku.
Aku ingin serius denganmu dan kelak akan menikah denganmu.
Saat itu, kita sama-sama masih menyandang gelar Mahasiswa Baru. Setelah melakukan segala macam pendekatan serta meminta bantuan kepada sahabatku, akhirnya aku berhasil meluluhkan hatimu. Kita akhirnya menjalin hubungan pacaran.
Kupikir begitu.
Aku mengambil jurusan Diploma Ilmu Pelayaran, sementara kau mengambil jurusan Analisis Kesehatan. Tentu saja kita berada di Universitas yang berbeda. Jarak kampus kita pun terbilang jauh meski masih dalam kota yang sama. Namun, sebisa mungkin aku sesering mungkin mengunjungimu di akhir pekan. Sekedar mengusir rindu dan mungkin kecurigaan yang bisa saja muncul di benakmu bahwa aku tidak serius padamu.
Segala hal sudah aku lakukan. Semua demi meyakinkanmu bahwa aku serius dengan hubungan kita. Aku tidak main-main dengan hubungan ini. Karena kata serius benar-benar tertanam di dalam lubuk hatiku jauh sebelum kau menerima ungkapan cintaku.
Waktu berlalu cepat, hari berganti bulan, bulan berganti tahun dan tahun pun berganti tahun. Semua berjalan baik-baik saja. Tidak ada rintangan yang berarti dalam hubungan kita. Aku sudah cukup dekat dengan ibumu selaku satu-satunya orang tua yang kau miliki karena ayahmu telah tiada. Aku pun sudah sangat dekat dengan keluargamu.
Bahkan saudari kembarmu sudah seperti saudariku sendiri. Dia bahkan sudah mengenalku luar dalam karena kita pun sudah cukup dekat sejak 7 tahun lalu. Begitu pun denganmu yang sudah mulai dekat dengan keluargaku. Bahkan saat aku mengajakmu ke rumahku, keluargaku selalu menyambutmu bak tamu yang teramat istimewa. Keluarga kita juga sudah cukup saling mengenal.
Aku mencintaimu dan kamu mencintaiku. Aku serius padamu, kau pun sama. Aku menginginkan hubungan yang serius hingga ke jenjang pernikahan, begitu pun kamu. Yah! Aku pikir seperti itu.
Tapi ternyata aku salah. Aku salah karena terlalu percaya diri bahwa kau juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Aku salah karena kupikir kau juga mencintaiku. Aku salah karena menganggapmu baik seperti yang kedua mataku lihat. Aku salah karena berpikir aku telah mengenalmu dengan cukup baik.
Nyatanya, aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentangmu.
7 tahun bersama membuatku berpikir aku telah mengenalmu, tapi ternyata aku salah. Kamu yang sesungguhnya bukanlah kamu yang ada di depan mataku selama ini. Kamu yang sebenarnya bukanlah wanita bak malaikat yang selama ini aku kenal. Ternyata, yang nampak oleh kedua mataku selama ini hanyalah kamuflase dari dirimu.
Itu tidak nyata. Melainkan hanya ilusi semata.
Padahal aku sudah benar-benar serius denganmu. Aku bahkan sudah memberimu sebagian uang untuk "Uang Panai" dari hasil pekerjaanku sebagai seorang Nahkoda. Aku jelas mendapatkan uang lebih besar dari yang telah kuberikan padamu. Tapi selaku anak sulung dari lima bersaudara, aku masih mempunyai kewajiban untuk membiayai sekolah adik-adikku sebelum membangun dan menahkodai rumah tanggaku sendiri. Aku hanya memintamu menunggu sebentar lagi.
Hanya sebentar saja.
Sampai keuanganku selaku Nahkoda yang masih baru benar-benar telah stabil untuk kuberikan kepada keluargaku dan juga untukmu yang kelak kuharapkan akan menjadi permaisuri dalam kerajaanku. Sekali lagi, aku hanya memintamu menunggu sedikit lagi. Uang Panai yang kuberikan pun sudah menjamin keseriusanku. Meski tidak sepenuhnya bisa kau percayai, tapi setidaknya itu bisa menjamin keseriusanku.
Toh, orang bodoh mana yang akan memberikan uang kepada orang yang tidak dicintainya dalam jumlah yang tidak sedikit secara cuma-cuma?
Jawabannya tidak, kecuali orang dermawan yang benar-benar berhati malaikat yang menyumbangkan sebagian dari hartanya kepada mereka yang membutuhkan. Tapi, disini kau bukanlah orang yang membutuhkan uluran tangan dari orang-orang dermawan itu. Jadi, alasan mengapa aku memberimu materi itu jelas karena aku mencintaimu. Aku serius denganmu.
Waktu terus berlalu. Saat aku sibuk berlayar, kau pun sibuk dengan pekerjaanmu di sebuah rumah sakit. Untuk dua tahun ke depan kau akan bekerja tetap di rumah sakit itu. Aku turut bahagia atas pencapaianmu itu. Tidak mudah menjadi tenaga kesehatan di sebuah rumah sakit yang terbilang besar dengan gaji tetap selama dua tahun. Meski hanya dua tahun, tapi itu sungguh sudah sangat luar biasa.
Aku benar-benar bahagia untuk itu. Karena yang aku pikirkan, kau tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membuat hubungan kita retak apalagi membuatku tersakiti. Aku terlalu mempercayaimu. Menganggap kebaikanmu selama ini adalah bukti bahwa kau pun tidak main-main padaku. Kepolosanmu yang membuatku selalu percaya bahwa hatimu pun sama polosnya. Jadi, tak ada yang harus kutakutkan.
Aku mencintaimu dan kau pun mencintaiku.
Itulah yang selalu aku katakan pada diriku sendiri. Meski aku bisa saja mendapatkan wanita lain yang mungkin lebih baik dan lebih cantik darimu, tapi tidak pernah aku lakukan. Karena aku berpikir, aku telah memilikimu. Aku bahkan tidak pernah sekali pun berpikir ingin menduakanmu atau mencari penggantimu. Bagiku, kau adalah segalanya bagiku. Wanita polosku.
Namun kabar tak mengenakkan tiba-tiba terdengar oleh kedua telingaku. Tidak! Lebih tepatnya bukti nyata yang terpampang begitu nyata di depan kedua mataku. Diakhir bulan September 2020 yang lalu, aku melihat salah seorang teman dekatmu memposting foto yang akan menjadi bom waktu dan Boomerang bagiku, bagi hubungan kita. Foto dirimu dengan sebuah cincin emas di jari manismu. Tak lupa caption "Selamat atas pertunangannya!" yang ditulis oleh temanmu.
Aku menatap foto itu dengan sangat terkejut. Foto yang memperlihatkan wajahmu yang biasanya kalem tampak tersenyum sumringan. Bahagia, itu jelas terpancar dari wajahmu yang tengah memamerkan cincin yang melingkar di jari manismu.
Pertunangan?
Hey! Aku bahkan tidak pernah bertunangan denganmu. Aku tidak pernah memberikan dan menyematkan cincin itu di jarimu. Jadi, siapa yang temanmu sebut sedang bertunangan itu? Siapa?
Tapi, kenapa gadis yang sedang tersenyum lebar dan memamerkan jari manisnya yang tak lagi sepi seperti kuburan itu malah kamu?
Kenapa kamu?
Kau bertunangan dengan siapa?
Aku kan pacarmu. Kita bahkan masih resmi menjalin hubungan sampai detik ini. Hubungan kita bahkan baik-baik saja. Kita tidak sedang bertengkar, berselisih, apa lagi break. Kita baik-baik saja.
Bagaimana mungkin kau bertunangan dengan pria lain?
Ahh, atau sejak awal hanya aku yang menganggap kita sedang menjalin sebuah hubungan yang serius?
Jadi, seperti itu?
Aku tidak ingin merusak hubungan kita yang telah terjalin selama 7 tahun. Sudah cukup lama bukan untuk hanya sekedar main-main? Karena itu, aku mencoba berpikiran positif. Mungkin saja itu hanya sekedar lelucon. Atau mungkin kau sedang memberiku kode agar kita bertunangan?
Yah! Itu mungkin saja benar.
Aku tidak ingin berpikir terlalu jauh yang pada akhirnya memicu kesalahpahaman. Daripada otakku membuat premis-premis yang semakin melenceng, aku memutuskan untuk bertanya langsung pada temanmu itu. Untuk mencari tahu semua kebenarannya.
Dan, yah! Semua ternyata memang benar hanyalah sebuah lelucon. Temanmu bilang itu hanya prank. Kalian hanya ingin mengerjaiku dengan membuat postingan seperti itu. Yah, aku percaya padamu seperti biasa. Seperti 7 tahun ini.
Untuk memperkuat jawaban kalian itu, aku bahkan meminta bantuan pada sepupuku yang juga bekerja sebagai seorang bidan. Dia mempunyai teman yang kebetulan bertetangga denganmu. Dan yah, sekali lagi ia mengatakan hal yang sama.
"Mungkin dia hanya sedang mengerjaimu." katanya.
Aku puas, karena sejak awal aku memang selalu mempercayai kata-katamu. Apalagi sekarang kita baik-baik saja. Bahkan sangat baik malah. Kita jarang berselisih paham karena aku selalu mengalah. Seperti laki-laki pada umumnya, aku pun akan melakukan apapun untuk wanita yang aku cintai.
Setelah itu, untuk meluruskan kesalahpahaman orang-orang yang sudah terlanjur melihat postingan pertunanganmu itu, aku memutuskan untuk memposting ulang foto kita berdua. Foto termanis yang pernah kita ambil. Aku masih sangat ingat saat kita mendatangi sebuah studio foto untuk mengambil foto kita berdua. Foto dimana aku dan kamu sama-sama tengah memakai seragam kebanggaan kita masing-masing.
Manis sekali!
Kupikir kelak kita akan memperlihatkan foto-foto itu kepada anak-anak kita. Foto yang bahkan sudah aku cetak dengan ukuran besar dan kupajang di rumahku. Yah, aku secinta itu padamu.
Tapi...
Sekali lagi aku tertipu.
Ahh, padahal Hari Halloween masih ada beberapa hari lagi tapi aku malah sudah mendapatkan kejutan yang jauh lebih menyeramkan daripada Hari Halloween. Lagi-lagi kau memberiku sebuah kejutan yang tak kalah mengejutkan. Kejutan yang sudah jelas adalah bom atom untukku. Tanpa kata apa-apa sebelumnya tiba-tiba kau pergi meninggalkanku. Hanya berselang beberapa minggu kemudian setelah hari itu, aku tiba-tiba menerima telpon dari ibumu.
Dan apa yang dia katakan?
"Maaf!" katanya sambil terisak.
Aku yang saat itu sedang berada di atas kapal yang akan dinahkodai olehku dibuat sangat terkejut. Aku yang tidak tahu apa-apa mencoba menenangkan sosok wanita baya yang kuharapkan kelak akan menjadi ibu mertuaku. Mencoba menanyakan perihal apa yang sebenarnya terjadi sampai ia meminta maaf pada diriku, pria yang bahkan masih bergelar pacar dari anak gadisnya.
"Maaf, nak!" ulangnya semakin terisak.
Aku tersenyum pedih mendengarnya. Meski beliau belum menjelaskannya tapi hatiku telah lebih dulu menebaknya. Tentang kabar buruk yang akan beliau sampaikan. Ahh, jadi hari ini akhirnya datang juga, yaa. Hari yang tak pernah aku inginkan terjadi.
"Maafkan Ibu, nak! Anak Ibu telah dilamar pria lain. Ibu pikir pria itu adalah kamu, dan dia tidak mengatakan apa-apa jadi Ibu dan kakaknya langsung menerima saja lamaran itu. Maafkan Ibu, nak!" terdengar isakan wanita baya itu semakin keras.
Hatiku?
Ohh, tak perlu ditanyakan lagi. Andai hati yang hancur bisa mengeluarkan suara, mungkin satu samudera bisa mendengar suara retakan hatiku. Andai hati yang terluka bisa dilihat oleh mata, maka percayalah! Orang-orang mungkin akan sangat iba melihat luka di hatiku. Luka menganga nan cukup dalam. Luka yang mungkin waktu saja akan sulit untuk mengobatinya.
Aku diam tak berkutik. Aku bahkan tidak bisa menjawab permintaan maaf wanita baya itu. Toh, itu bukanlah kesalahannya. Aku hanya terus diam mendengar penuturannya yang dihiasi oleh suara isakan. Aku yang sudah terlampau hancur hanya diam hingga sambungan telepon terputus.
Setelah itu, lagi-lagi panggilan masuk. Kupikir itu adalah kamu. Kupikir kamu yang menelepon untuk sekedar berbasa-basi menjelaskannya padaku. Meski itu hanyalah alibimu tapi aku ingin mendengar penjelasan darimu.
Kenapa?
Tapi nihil, itu bukan kamu. Melainkan saudari kembaranmu. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar penjelasannya yang sama saja dengan yang ibumu katakan. Saat semua salah paham bahwa itu adalah aku, kamu hanya diam tanpa mengatakan bahwa pria yang melamarmu itu bukanlah aku yang bergelar pacarmu.
Dia adalah pria lain. Pria yang kebetulan bekerja di rumah sakit yang sama denganmu waktu itu. Pria yang lebih kaya dariku. Pria yang menurutmu memiliki segalanya. Pria yang baru kau kenal. Pria yang menurutmu bisa membahagiakanmu.
Aku tidak mengerti bagaimana defenisi bahagia menurutmu. Aku yang selama ini berjuang bersamamu dari nol, selalu ada untukmu, selalu mengalah untukmu, selalu melakukan yang kamu inginkan, selalu menomor satukan dirimu. Aku yang hanya seorang Nahkoda kapal ternyata tidak ada artinya di matamu. Aku benar-benar ingin tertawa. Begitu teganya kau, wahai gadis lugu!
Ahh, jadi memang benar seperti itu?
Jadi, selama 7 tahun hanya aku yang berjuang sendiri. Memperjuangkan seseorang yang nyatanya sedang memperjuangkan orang lain. Ahh, betapa bodohnya aku. Kenapa aku bisa tertipu olehmu selama 7 tahun lamanya. Menyia-nyiakan waktuku yang berharga selama 7 tahun hanya untuk menjaga dan memanjakan jodoh orang lain.
Menyedihkan!
Aku ?
Tidak! Tentu saja bukan aku.
Kamulah orang yang menyedihkan itu. Mempermainkan perasaan orang lain dengan muka duamu. Menipu banyak mata dengan penyamaranmu. Dan tentu saja, menemukan pria lain saat kau masih dalam mode penyamaran. Bukankah itu sangat menggelikan?
Aku yang benar-benar terpuruk mendengar kabar itu memutuskan untuk tidak melanjutkan pelayaranku. Aku turun kapal dan memutuskan pulang ke kampung halamanku. Ayah dan Ibu yang tahu jelas bagaimana perasaan anak laki-lakinya ini pun memintaku untuk pulang. Menenangkan diriku lebih baik daripada melanjutkan pelayaranku yang bisa saja berakibat fatal. Aku bisa membahayakan orang lain dan juga kapal yang aku nahkodai.
Tidak! Aku tidak ingin mengacaukan banyak hal hanya karena hatiku sedang hancur.
Kalian pikir laki-laki tidak akan menangis jika sedang patah hati? Kalian pikir laki-laki tidak akan terpuruk jika hatinya terluka? Kalian pikir hanya wanita yang akan drop saat ditinggal pergi oleh orang yang ia cintai?
Tidak!
Mungkin tak banyak, tapi laki-laki juga adalah manusia. Kami pun bisa menangis saat kami tersakiti. Kami pun bisa terpuruk saat ditinggalkan oleh orang yang kami cintai. Katanya, laki-laki pelayaran itu semuanya playboy, katanya kami hanya bisa mempermainkan hati wanita. Katanya kami adalah raja di lautan dan buaya di daratan.
Katanya!
Tapi, tidak! Tidak semua seperti itu. Dan aku bukanlah buaya di daratan itu. Aku tidak akan berpaling setelah aku menambatkan hatiku pada seorang wanita. Terbukti! Akulah yang ditinggalkan.
Miris!
Buaya darat?
Cih! Nyatanya wanita itulah yang kadal.
🍁
Berselang beberapa hari kemudian. Barulah kau menghubungiku. Mengucapkan ribuan kata maaf yang malah terdengar menjijikkan di telingaku. Kata maaf yang sudah tidak ada lagi artinya bagiku. Kata maaf yang bahkan mungkin tidak pantas diucapkan olehmu. Kata maaf yang berharga itu tiba-tiba terdengar hina karena diucapkan olehmu.
Maaf katamu?
Hah! Aku benar-benar ingin tertawa sekarang.
Kau mau minta maaf karena telah menghancurkan hatiku?
Kau mau minta maaf karena telah mengkhianatiku?
Ahh, atau minta maaf karena kau meninggalkanku untuk menikah dengan pria lain yang menurutmu lebih kaya dariku?
Begitu?
Menggelikan sekali!
Aku muak dengan semuanya. Apalagi saat tiba di rumah dan mendapati foto kita yang terpajang di dinding dengan ukuran yang cukup besar. Hatiku kembali tercabik melihat senyum lebarku di sana, berdampingan denganmu yang juga sedang tersenyum malu-malu. Benar-benar memuakkan.
Aku melepas semua foto-foto itu. Semua foto kita yang sedang berdua kugunting, membuat sepasang manusia yang sebelumnya terikat hubungan, berpisah oleh guntingan itu. Tak ada lagi foto kita berdua. Hanya tinggal foto 'aku' dan 'kamu'. Tak ada lagi foto kita yang saling berdampingan. Tak ada dan takkan pernah ada lagi.
Aku teringat dengan perlengkapan sholat yang waktu itu kau berikan padaku. Sajadah, Al-Qur'an, semua akan kukembalikan. Begitu pun dengan foto-fotomu, dan semua yang pernah kau berikan padaku akan aku kembali padamu. Aku tak sudi menyimpan barang dari pengkhianat sepertimu. Toh, itu tak ada lagi artinya sekarang. Semua hanya akan menjadi benalu dalam hidupku kedepanya.
Tak perlu khawatir!
Aku melepaskanmu dengan ikhlas. Aku merelakanmu tanpa beban. Aku membiarkanmu pergi padanya. Aku tak akan mempersulit kalian. Aku tak akan mengusik kalian. Itu pilihanmu, aku bahkan tak ingin lagi menanyakan alasanmu pergi. Karena aku tak ingin mendengar kata-kata yang lebih menjijikkan lagi keluar dari mulut berbisamu itu.
Aku melepaskanmu bersama semua cinta tulusku padamu. Kau pergi, begitu pun cintaku padamu. Pergi, lenyap tak tersisa. Aku tak lagi dan tak akan lagi mencintaimu. Cintaku tak pantas untuk kau dapatkan. Cinta tulus tak layak diberikan padamu.
Dengan senyuman, aku membiarkan kepergianmu padanya. Menatap dari kejauhan kau yang tersenyum bahagia bersamanya. Senyum yang membuatku ikut mengulum seulas senyuman. Senyum yang jelas memiliki makna yang sangat berbeda.
Berbahagialah, duhai wanita manis yang berbisa!
Berbahagialah bersamanya yang akan memberikanmu materi yang lebih besar dariku. Berbahagialah karena pria yang pernah mencintaimu dengan tulus ini tak akan lagi mencintaimu. Berbahagialah karena cinta tulus ini tak lagi untukmu.
Berbahagialah dengannya, karena aku juga akan berbahagia dengan hidupku tanpamu!
Smile in pain. Ini yang terakhir!
Aku berjanji pada diriku sendiri untuk tersenyum kesakitan yang terakhir kalinya. Menangisi kepergianmu jelas tidak berfaedah. Karena itu aku juga tersenyum dalam tangisku.
Percayalah!
Ini yang terakhir kalinya. Besok, tak akan ada lagi setetes air mata untukmu. Sangat sia-sia aku meneteskan air mataku untukmu, bukan?
Hari ini aku menangis karena aku baru sadar aku telah salah memberikan cintaku yang tulus padamu. Tapi kelak, mungkin kamu yang akan menangis karena telah menyia-nyiakan orang yang telah begitu tulus mencintaimu.😊
~
~
~
~
Hay, semua!🤗
Ini benar-benar sebuah kisah nyata, yaa. Kisah yang bahkan dialami oleh kakak sepupu aku sendiri. Sumpah, sedih bangat pas dengar kabarnya. Sepupu aku benar-benar sedih bangat bahkan sampai membatalkan pelayarannya. Padahal kan lumayan susah untuk bisa dapat kontrak gitu, tapi dia terpaksa turun kapal.
Beberapa hari yang lalu pas aku ketemu, kaget bangat liat dia kurusan dari terakhir kali aku ketemu. Padahal belum lama nggak ketemu. Dia sih terlihat baik-baik saja dari luar. Masih bisa senyum-senyum gitu. Tapi, jelas bangat dia masih terluka. Wajar sih, baru berapa hari. Ahh, sedih ! Aku bahkan sampai mewek pas dengar kabarnya. Soalnya aku tahu bangat kakakku ini benar-benar cinta bangat sama tuh cewek.😢😢
Cewek itu akan menikah bulan Desember, nggak lama lagi. Kalau ada yang tanya apa sepupu aku akan pergi, jawabannya TIDAK! Tante dan Om ngelarang dia pergi dan aku setuju, sih. Ngapain juga pergi!😬😡
Yang bikin kesal sih karena tuh cewek nggak mutusin kakak sepupu aku bahkan sampai hari lamarannya. Nelfon-nelfon, tau-tah bilangnya, "Maaf, aku akan menikah!". Kan annyiimm!!
Ahh, aku benar-benar kesal bangat sama tuh cewek.😈😈😈
Btw, cerita ini murni aku tulis sendiri tanpa campur tangan sepupu aku, yaa! Sebenarnya dia juga nggak tahu sih aku posting ceritanya. Jadi, kalau kesannya kasar dan penuh makian, itu murni luapan emosi dari saya sendiri.😅😁😂