Di sebuah desa kecil yang tenang, terdapat seorang anak perempuan bernama Lia yang baru berusia enam tahun. Lia adalah gadis kecil yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, tetapi kehidupannya tidak selalu penuh kebahagiaan. Ibunya, Maria, sering kali sibuk dengan pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan mereka, sementara Lia merasa terabaikan dan kesepian.
Pada suatu sore yang cerah, Lia melompat ke dalam kamar ibunya, mata berbinar penuh harapan. "Ibu, bisakah aku mendapatkan pelukanmu?" tanyanya dengan lembut. Dia mengangkat tangan kecilnya dan tersenyum malu-malu.
Maria, yang sedang duduk di meja dengan setumpuk pekerjaan, tersenyum sekilas. “Nanti ya, Lia. Ibu masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” jawabnya tanpa mengalihkan perhatian dari dokumen yang sedang ditangani.
Lia kembali ke kamarnya dengan rasa kecewa yang mendalam. Meskipun matahari bersinar di luar, hatinya terasa dingin dan kosong. Ia merasa tidak diperhatikan oleh ibunya yang selalu sibuk. Hari-harinya di sekolah juga tidak lebih baik. Teman-teman sekelasnya sering kali menganggapnya aneh dan mengabaikannya. Mereka kadang-kadang mengolok-oloknya dan membuatnya merasa semakin sendirian.
Suatu malam, setelah mengalami perlakuan buruk dari teman-teman di sekolah, Lia pulang dengan luka-luka kecil dan rasa sakit di hatinya. Dia berjalan dengan lemah menuju kamar ibunya, mata berbinar penuh harapan. “Ibu, aku merasa sangat sedih dan terluka. Aku ingin pelukanmu,” katanya, suaranya nyaris putus asa.
Maria, yang tengah lelah setelah seharian bekerja keras, hanya menjawab dengan suara lelah, “Nanti ya, Lia. Ibu benar-benar capek. Biar ibu istirahat dulu.”
Lia duduk di lantai kamar ibunya, merasa hatinya hancur. Dia memeluk bonekanya erat-erat dan mencoba menghibur dirinya sendiri dengan bercerita pada bonekanya. “Kita harus kuat, meski ibu tidak punya waktu untuk kita.”
Malam itu, Lia terjatuh dari ranjang dan tidak sadarkan diri akibat luka-lukanya. Tubuh kecilnya tidak mampu menahan rasa sakit yang semakin parah. Maria terbangun ketika mendengar suara terjatuh dan segera berlari ke kamar Lia. Hati Maria hancur melihat anaknya terbaring tak bergerak di lantai.
Dengan panik, Maria membawa Lia ke rumah sakit. Dalam perjalanan, Maria menggenggam tangan Lia dengan erat, merasakan betapa dinginnya tangan anaknya. “Tolong, selamatkan anakku. Dia tidak berdaya!” teriak Maria kepada dokter yang sedang memeriksa Lia.
Namun, meskipun usaha medis dilakukan dengan segala upaya, nyawa Lia tidak dapat diselamatkan. Dokter mengonfirmasi bahwa Lia telah meninggal dunia akibat luka-lukanya yang parah. Maria merasa seluruh dunianya runtuh saat mendengar kabar tersebut. Dia duduk di samping tubuh kecil Lia, air mata mengalir deras di pipinya.
Di ruang rumah sakit yang sunyi, Maria memeluk tubuh Lia yang telah tidak bernyawa. “Maafkan ibu, Lia. Maafkan ibu karena tidak bisa memberimu pelukan yang kamu butuhkan. Ibu sangat mencintaimu dan sangat menyesal,”