Pak Febri adalah sosok yang sangat mencintai tanah air. Beliau lebih suka berjalan kaki ke pasar daripada naik motor, alasannya? Takut jatuh! Begitu juga dengan tangga, lift, bahkan ayunan anak-anak pun beliau hindari. Pokoknya, segala sesuatu yang sedikit saja meninggi dari permukaan tanah, sudah pasti membuat Pak Febri merinding ketakutan.
Namun, nasib berkata lain. Sahabat karib Pak Febri, Dani, akan menikah di Bali. Sebagai sahabat sejati, Pak Febri merasa wajib hadir. Masalahnya, untuk sampai ke Bali, mau tidak mau Pak Febri harus naik pesawat. Bayangkan saja, sebuah kotak besi besar yang terbang tinggi di udara! Sungguh mimpi buruk!
Berbagai cara dilakukan Pak Febri untuk menghindari penerbangan ini. Mulai dari pura-pura sakit, hingga menawarkan diri untuk memberikan kado pernikahan yang sangat mahal. Sayangnya, semua usaha Pak Febri gagal total. Dani dan istrinya yang akan menikah, sudah memesankan tiket pesawat untuk Pak Febri jauh-jauh hari.
Hari keberangkatan pun tiba. Dengan wajah pucat pasi, Pak Febri berjalan gontai menuju bandara. Sejak dari dalam mobil, beliau sudah mulai merasakan jantungnya berdebar kencang. Sesampainya di bandara, Pak Febri langsung mencari tempat duduk yang paling dekat dengan pintu darurat.
“Tenang, Pak. Pesawat ini sangat aman kok,” ucap pramugari dengan ramah sambil tersenyum.
Pak Febri hanya bisa mengangguk lesu. Ia terus mengulang-ulang doa dalam hati, berharap pesawat ini tidak mengalami turbulensi.
Saat pesawat mulai meluncur di landasan pacu, Pak Febri memejamkan matanya erat-erat. Ia menggenggam tangan kursi dengan kuat, seolah-olah sedang memanjat tebing. Ketika pesawat akhirnya lepas landas, Pak Febri langsung menjerit sekencang-kencang.
“Ampun, Tuhan! Saya tidak mau terbang lagi!” teriak Pak Febri histeris.
Para penumpang lain yang mendengar jeritan Pak Febri hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum. Ada juga yang sampai tertawa terbahak-bahak.
Selama perjalanan, Pak Febri terus saja meronta-ronta ketakutan. Ia bahkan sempat meminta tolong kepada pramugari untuk mendaratkan pesawat di tengah laut.
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang panjang dan menegangkan, pesawat pun mendarat dengan selamat di Bandara Ngurah Rai. Pak Febri keluar dari pesawat dengan wajah pucat pasi. Ia langsung berlari menuju taksi dan meminta sopir untuk membawanya ke hotel.
Sesampainya di hotel, Pak Febri langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur. Ia merasa sangat lelah dan trauma setelah mengalami penerbangan yang menegangkan.
“Ah, nikmat sekali rasanya menginjak tanah lagi,” gumam Pak Febri sambil tersenyum lega.