Malam sudah larut, dan hujan deras menyiram kota. Di tengah keremangan, Clara, seorang wanita muda yang baru saja mengalami penculikan, akhirnya berhasil meloloskan diri dari cengkeraman para penjahat yang tak dikenal. Dalam keadaan terdesak dan gemetar, dia melarikan diri ke sebuah bangunan besar yang tampaknya seperti rumah sakit tua. Tanpa banyak pilihan, Clara menerobos masuk ke dalamnya, berharap menemukan tempat yang aman.
Rumah sakit itu tampak suram dan menyeramkan. Kegelapan menyelimuti lorong-lorong yang sepi, dan lampu neon yang berkedip-kedip membuat suasana semakin menakutkan. Clara berlari melewati area yang penuh debu dan sarang laba-laba, mencari jalan keluar. Namun, saat ia menyusuri lorong-lorong yang tak berujung, dia mulai merasakan kehadiran yang mengintai dari bayang-bayang gelap.
Tak lama kemudian, Clara mendengar suara gemericik langkah kaki tidak beraturan dan bisikan-bisikan aneh di sekelilingnya. Tiba-tiba, dia melihat sosok-sosok yang melayang di belakang kaca jendela ruangan-ruangan rawat inap yang tertutup rapat. Terdapat pelat-pelat nama yang sudah pudar, menyebutkan nama-nama pasien yang seolah-olah hilang dalam waktu yang lama.
Ketika Clara melanjutkan pencariannya, dia tiba di sebuah ruang penyimpanan peralatan medis yang tampaknya sudah lama ditinggalkan. Di dalamnya, alat-alat medis tua berserakan, dan bau busuk dari jasad yang membusuk memenuhi udara. Saat dia mencoba menenangkan dirinya, Clara tiba-tiba dikejutkan oleh suara teriakan nyaring yang berasal dari sebuah ruangan yang tidak terkunci.
Dia memberanikan diri untuk membuka pintu, dan apa yang dilihatnya membuatnya hampir terjatuh. Di dalam ruangan itu, seorang pria bertubuh besar dengan mata kosong dan tangan yang berlumuran darah sedang memegang alat bedah. Di sampingnya, ada seorang wanita dengan belenggu di tangan dan wajahnya dipenuhi luka-luka mengerikan. Clara menjerit ketakutan dan berbalik untuk melarikan diri, tetapi teriakan pria itu memecah keheningan.
Pria itu berlari mengejar Clara, dan dia merasakan nafas panas di tengkuknya. Clara berlari tanpa arah, melewati lorong-lorong yang semakin gelap dan penuh dengan suara-suara aneh. Setiap pintu yang dia coba buka mengarah ke ruangan yang lebih mengerikan—ruangan yang penuh dengan alat-alat penyiksaan, darah yang mengalir dari dinding, dan potongan tubuh yang berserakan.
Keputusasaan mulai merayapi Clara saat dia mendapati dirinya terjebak di ruang bawah tanah. Lorong-lorong yang berliku-liku tampaknya menyusut ke dalam kegelapan yang tak berujung. Dalam keadaan putus asa, dia mendengar bisikan lembut yang tiba-tiba berubah menjadi teriakan histeris. Terlihat sosok-sosok dengan wajah tertutup topeng yang terbuat dari kulit manusia, berjalan dengan perlahan-lahan, membawa alat-alat tajam yang bersinar di bawah cahaya redup.
Saat Clara hampir menyerah, dia menemukan sebuah ruangan yang terletak di sudut yang paling dalam. Di dalam ruangan itu, ada sebuah jendela kecil yang mengarah ke luar, namun tertutup dengan jeruji besi yang berkarat. Clara memutuskan untuk mencoba segala cara untuk membuka jeruji tersebut, meskipun tangannya mulai berdarah dan kelelahan menyergap tubuhnya.
Sementara dia berjuang, suara langkah kaki semakin mendekat. Clara akhirnya berhasil membuka jeruji dan melarikan diri melalui jendela kecil. Dia terjatuh di halaman belakang rumah sakit, penuh dengan rumput tinggi dan semak belukar. Meskipun terluka dan kelelahan, dia melanjutkan pelariannya menuju tempat yang lebih aman.
Kembali ke luar hujan, Clara melarikan diri jauh dari rumah sakit yang mengerikan itu, berlari menuju cahaya lampu jalanan yang samar. Dia akhirnya menemukan bantuan dan dibawa ke tempat yang aman.
Kembali ke luar hujan, Clara
melarikan diri jauh dari rumah sakit
yang mengerikan itu, berlari menuju
cahaya lampu jalanan yang samar.
Dia akhirnya menemukan bantuan
dan dibawa ke tempat yang aman.
Namun, dia tahu bahwa kengerian
yang dialaminya di rumah sakit itu
akan menghantuinya selamanya-
sebuah kenangan mengerikan dari
lorong terlarang yang hampir
merenggut nyawanya.