Kaki Laira terus melangkah, di antara ratusan orang yang berlari menghampiri pusat kembang api yang sedang mekar indah di langit, namun dia sebaliknya.
Dengan payung yang di seret, menabrak kerikil kecil di jalan. Laira kembali mengingat kapan terakhir kali menghabiskan waktu berdua dengan laki laki itu.
Malam semakin larut dan angin semakin kencang.
"Laira, tunggu"
Suara yang begitu akrab terdengar, Laira berbalik. Menoleh, siapakah kira kira pemilik suara.
Begitu matanya menangkap rupa seseorang, laki laki tinggi dengan memakai celana jeans biru tua senada dengan kaos biru muda miliknya. Melambaikan tangan menyuruh Laira untuk mendekat.
Dirinya masih mematung, ingat terakhir kali mencium kening laki laki yang sudah dingin itu.
"Apakah ini halusinasi, atau nyata?"
Laira bergumam. Wajah yang tegas itu, mata sipit dan kulit sawo matang. Bagaimana bisa seseorang tidak kenal dengan wajah orang yang di cintai nya.
Laira berlari, menghampiri seseorang yang dia pikir tidak akan pernah kembali.
"Lingga, aku pikir kamu benar benar sudah tiada"
Senyuman lebar tercetak jelas di wajah wanita manis itu. Tangan Laira menjulur, berusaha meraih tubuh pujaan hati.
"Aku rindu, tapi ini bukan lagi tempat ku"
Ucap Lingga dengan tubuh yang perlahan mundur kebelakang. Untuk sesaat semuanya terasa hampa untuk Laira, matanya mengerjap beberapa kali.
Tangan kurus nya masih berusaha meraih seseorang yang ada di depan. Tangis nya kembali pecah, bahkan suara kembang api dan keramaian hilang seketika.
Di sekitar nya menjadi gelap dan kosong. Selama hidup Lingga tidak akan menolak pelukan nya, tapi hari ini dengan jelas bahkan tidak ingin menatap dirinya.
Suara telapak kaki yang menjauh semakin membuat Laira histeris. Dirinya berlari mengejar Lingga yang semakin jauh tapi begitu nafas nya sudah terengah engah.
Tubuh Lingga memudar, melayang menembus tubuh Laira. Dan yang Laira lihat adalah senyuman hangat dari Lingga untuk terakhir kalinya. Sebelum tubuh itu terbang dengan angin.
"Inikah perpisahan yang kamu inginkan, Lingga"