Aku Renata, tumbuh di keluarga yang terpandang. Jadi harus pintar-pintar menjaga sikap.
Aku anak keempat dari lima bersaudara, punya satu kakak perempuan, dua abang, dan satu adik laki-laki.
Ini cerita tentang kakak tertuaku yang biasa dipanggil kak Chila, cerita ini berdasarkan dari sudut pandangku dan mendengar cerita orang lain.
Sifat kak Chila itu seperti sebilah pedang (dingin dan tajam), introvert (mudah membangun koneksi tapi lebih suka menyendiri) bicara hanya seperlunya, pembawaan yang sangat misterius (abang tertua mengatakan kak Chila sejak dulu seperti itu), berpikiran panjang (usulannya selalu tebaik), sangat tenang (tapi orangnya mencolok).
Kalau berdebat selalu tepat sasaran, orang lain langsung tak berkutik dengannya. Nggak jarang kakak melukai harga diri orang lain hanya dengan kata-katanya.
Ayah sering menjadi korbannya, karena hubungan antara ayah dan anak sulung itu kurang baik.
Lupa menjelaskan di sini, aku dan kak Chila itu beda Ibu. Hubungan ayah dengan anak pertama dan anak keduanya kurang baik, dan aku belum tau alasannya. Kata paman aku masih kecil untuk mengetahuinya.
Tapi ayah sayang banget dengan kak Chila, bahkan sampai menuruti apapun yang diinginkan kak Chila (tapi aku hampir tidak pernah melihat kak Chila meminta pada ayah). Dan kami biasa dibanding-bandingkan dengan kak Chila.
Sejujurnya waktu aku membenci kak Chila, tekanan dibawah kakak yang selalu dibanggakan membuatku tertekan (tapi kusadari kak Chila lebih tertekan lagi).
"Kenapa papa sangat sayang ke kak Chila padahal tidak ada apa-apanya?"
Itulah komentarku pertama ketika bersama paman dan abang Zack, saudara kak Chila, anak kedua ayah.
Tapi abangku menatapku tajam, tapi sebelum dia membentakku, paman menyela.
"Rena jangan bicara seperti itu yah, itu nggak sopan."
"Tapi kenapa?"
"Dulu Chila selalu menjunjung tinggi kesempurnaan, sangat sempurna seperti yang diinginkan ibunya dan ayah kalian."
"Seperti karakter anime." sahut bang Zack (maklum wibu).
Tapi di sini aku nggak paham, penjelasan paman terlalu berat di kepalaku.
"Haha ya, memang seperti anime. Jika hasil ujiannya atau pekerjaannya yang tidak sempurna, dia selalu nangis atau merajuk dipojokan."
Aku terkejut, sungguh?! kakakku yang ku kenal dingin itu Nangis? Merajuk??? Mereka membicarakan orang yang sama, kan??
Bang Zack tertawa seolah-olah mengenang masa lalu. Aku melirik nya sebentar sebelum menyahut pada paman.
"Paman bohong"
"Nggak kok, kak Chily selama aku kenal memang begitu. Dia bahkan menolak bakpao kesukaannya." sahut Bang Zack.
Ya itu mengejutkannya lagi, kak Chily satu hari tanpa bakpao, moodnya bakal turun drastis.
"Aku ingat waktu TK dulu, warnanya melenceng karena kesenggol teman dia langsung pulang. Untung nggak diculik."
"Etika juga begitu, jika etikanya tidak benar dia sangat tertekan. Bahkan sampai menulis kesalahan-kesalahannya di buku, aku masih punya bukunya omong-omong."
"Di terbiasa hukuman mama waktu kecil, mama selalu menyuruh dia menulis etika dan adab terhadap orang lain agar dia mengingatnya."
Paman dan bang Zack mengenang masa lalu sementara aku mendengarkan. Tapi jika di pikirkan lagi kalau dulu kak Chila menjunjung tinggi kesempurnaan, kenapa sekarang ogah-ogahan gitu? Nggak punya semangat hidup.
Seolah-olah membaca pikirannya, bang Zack menjawabnya.
"Kak Chily dulu sering berperingkat pertama, Rata-rata nilainya selalu 100, apalagi matematika, peringkatnya selalu pertama..." bang Zack menjeda ucapannya sejenak, karena memikirkan kata-katanya selanjutnya. "...tapi dia berpikir itu nggak ada gunanya, mau peringkat manapun nggak ada yang berubah."
Ada bagian yang dia sembunyikan, bang Zack lebih suka menjaga penilaiannya sendiri tentang kak Chila dari pada membagikannya.
"Kakak itu luar biasa." tambahnya seolah menekankan tidak ada yang boleh menghina kak Chila.
Saat itu aku bingung kata-kata bang Zack, tapi merekamnya dengan baik-baik di kepalaku.
Kak Chila tidak lagi peduli dengan nilainya atau peringkatnya karena tidak ada lagi ibunya yang menepuk kepalanya, dia tidak lagi bisa membanggakannya pada siapapun. Yah itu salah satu alasannya, tapi bagaimana dengan ayah?
Sebenarnya dia masih bingung jarak keduanya, bukankah itu ayah kandung mereka juga?
Berbeda dengan bang Zack, dia santai aja dengan keluarga meskipun aku yakin dia akan menjadi orang yang pertama membela kak Chila.
Apa yang menyebabkan kakak menjaga jarak? (bukan berarti aku kepo, hanya penasaran.)
Seperti yang Abang Zack bilang, kalau kak Chila itu sopan. Cara dia berbicara sopan meskipun dia dingin. Orangnya perhatian tapi anti banget menunjukkan kasih sayangnya.
Setiap dipuji baik, selalu mengelak. Melemparkan semua pujian untuk yang lain.
Contohnya ketika kerja kelompok (cerita dari teman kecil kak Chila), mendengarkan saran teman-temannya. Dia tidak menggunakan vote memilih mana yang lebih baik, sebaliknya menggunakan cara lain, menggabungkan dua saran dan memperbagusnya sedikit agar semuanya tidak kecewa dan dapat kebagian.
Setelah dikumpulkan, dia hanya mengatakan kelompoknya banyak berkontribusi.
Tapi jika sekelompok dengannya, kemudian kamu malas berkontribusi... dia tetap akan mencatat namamu dalam kelompoknya, tapi akan mempermalukanmu di depan kelas.
Kak Chila meskipun dingin seperti balik es, dia baik, sopan, ramah, rendah hati... tapi ketika dia memberikan pelajaran mereka jadi kejam.
Ketika kak Chila ketika orang menyatakan cintanya.... ada beragam jawaban yang pernah ku dengar.
"Sejujurnya aku tidak menyukai diriku sendiri, mengapa kamu menyukaiku."
*orang itu memberikan penjelasan rinci mengapa dia menyukai kak Chila*
"hmm... begitu. Jadi aku punya alasan mencintai diriku sendiri. Kalau begitu Terima kasih. aku pamit dulu karena adikku sudah menungguku."
atau...
"Aku benci Perselingkuhan."
"Aku tidak berselingkuh dengan siapapun, karena aku juga membencinya."
"Aku orangnya setia..."
"Aku selalu setia dengan pasanganku."
"Wah kita sama, cocok banget jadi sahabat, bisa berbagi pikiran nih."
"eh..."
"Sangking setianya, aku sulit banget memalingkan wajahku oppa ku, nggak bisa menduakan nya karena prioritas ku bisa terbagi dua... orang tuaku mengajarkan tidak boleh terlalu serakah."
atau standar malas kak Chila ketika badmood, enggan bersikap sopan.
"Hmm,"
"Um? tidak ada balasan apapun?"
"Haruskah? Soalnya aku hanya menjadi pendengar."
Atau ketika butuh pelepasan stress dan ada orang yang nyatakan perasaan.
"Kau suka sama aku? kalau begitu lawan aku."
'Turut berbelasungkawa'
Perlu diingatkan di sini, Kak Chila meskipun tidak mengikuti klub bela diri. Tapi dia punya dua master Karate sabuk hitam yang mengajarinya (guru Karate, tante kak Chila -saudara dari ibu kandung kak Chila- dan kakak sepupunya -dari pihak ibu kandung kak Chila- selalu ikut menang tapi sepupu kak Chila dilarang ikut lomba karena brutal).
Akan tetapi sesopan-sopannya kak Chila (yang tidak pernah mengumpat, ataupun berbahasa kasar -gunakan kata "Lo" dan "Gue" di depannya, Siap-siap disumpal lombok mulutnya- dan kalau marah tidak pernah membentak tapi kata-katanya tajem banget, buat orang kicep) dia memiliki kekurangan dalam kesopanannya...
Tidak pernah minta maaf, dia hampir tidak pernah mendengar kata itu keluar dari mulut kak Chila.
Kalau dia berbuat salah, dia hanya membalas tenang, "Ya saya yang salah..." kemudian melakukan perbaikan, seperti menganti barang yang telah di rusaknya, atau menebus kesalahannya.
Ketika tidak sengaja melukai orang, contohnya kakak kalau mukul sakit banget. Dia hanya bertanya "nggak terkilir, kan?" atau "Kalau memar kasih obat." atau "Kakak ambilin obatnya"
Nggak meminta maaf, meskipun dari tindakannya Kak Chila sudah menunjukkan hal itu.
Kak Chila itu terlihat nggak pedulian, orang dibully di depan matanya dia biarkan. Tapi setelah setengah semester tidak ada lagi pembullyan di sekolahnya.
Bagaimana aku tau? Tetanggaku yang satu sekolah dan sekelas dengan kak Chila yang menceritakannya. Dia mencurigai kak Chila yang melakukannya tapi tidak memiliki bukti.
SMA X yang selalu menjadi sarang bullying itu secara tiba-tiba para preman syaland itu tobat? Kan aneh.
"Kok bisa mbak Nada mencurigai kak Chila?" tanyaku pada suatu hari, ketika aku bermain ke rumah tetangga.
"Hmmm... waktu itu di kelas Chila nggak ada dengan dua temannya, jadi aku samperin temannya yang lain ’kemana Chila dan yang lainnya?‘ karena kebetulan aku wakil ketua kelas dan pada saat itu sudah jam pelajaran."
Note: Teman yang dimaksud adalah teman masa kecilnya karena hanya itu teman kak Chila. Ayah berteman lama dengan kolega kerjanya semasa SMA dan mereka memiliki anak yang seumuran dengan kak Chila (kok bisa punya anak barengan, emang bisa janjian punya anak?). pada akhirnya anaknya teman-teman ayah menjadi teman kecil kak Chila.
"Mereka menjawab Chila punya urusan dengan kepala sekolah. Jadi aku bingung karena Chila bukan orang yang mau terlibat dengan masalah."
Benar, kak Chila orangnya acuh banget. Tidak ingin terlibat dengan orang lain, menghindari masalah sebisa mungkin.
"Besoknya tidak ada kelas karena guru lagi rapat, nggak lama setelah hari rapat para pembully itu di skorsing 10 hari."
Apakah disebut kebetulan jika terjadi setelah kak Chila menghadap kepala sekolah?
"Kelihatannya selain Chila dan teman-temannya, nggak ada yang tau kejadian sebenarnya."
"Kenapa tidak tanya teman-temannya kak Chila?"
Tetangganya hanya menjawab dengan senyuman. Yah... itu memang pertanyaan yang salah. Sungguh aneh kesetiaan yang dimiliki teman-temannya kak Chila, mereka tidak akan membuka mulut mereka bahkan jika ditanya oleh orang tua mereka sendiri.
Padahal kalau dilihat dari luar, teman-teman kak Chila bar-barnya luar binasa. Seperti binatang liar lepas dari kandang.
Sulit mengkategorikan kak Chila sebagai orang yang cuek...
Pernah juga suatu kejadian, seorang ibu dan anak mau nyeberang, itu hampir terjadi kecelakaan karena anaknya tersandung dan orang-orang langsung berkerumun, semua baik-baik saja, hanya belanjaan ibu-ibu itu saja yang rusak.
Kakakku di sisi jalan hanya menonton, aku nggak bisa gerak karena kakakku megang tanganku.
"kenapa kakak nggak ikut bantu?" tanyaku sambil melihat ke arah kakak yang meminum susu bear (susu sapi, iklan naga, kaleng nya binatang nasional rusia).
Darimana susu itu muncul?
"Sudah banyak orang membantu," jawabnya enteng.
Hmm... memang banyak orang, malu banget tuh ibu-ibu di kerumuni di tengah jalan.
"Darimana kakak dapat itu?" Nunjuk kaleng susu bear yang lagi diminum.
"Oh. Kalengnya tadi berjalan kemari"
"????"
Kak Chila tidak suka kucing (lebih tepatnya semua hewan) tapi anehnya semua jenis hewan menyukainya, (orang introvert bawaannya bisa positif yah pada hewan???)
Semua kucingku masuk ke kamarnya hanya untuk tidur siang bareng (nggak jarang kak Chila bangun dikelilingi kucing) , belum lagi anakku yang di dalam sangkar (burung) setiap kali kak Chila datang dia selalu berbunyi, dan baru aja keluar dari rumah untuk berkunjung ke rumah paman sudah di samperin ular.
Aku juga tidak pernah melupakan burung-burung di taman menghampirinya tanpa rasa takut pada manusia. Dan kak Chila dengan santainya membagi cemilannya (bukankah dia tidak suka hewan?)
Tambahkan rusa, dia bisa menjadi snow white di dunia nyata.
Kak Chila cintai banget sama hewan, aku juga pengen. Aku yang suka hewan malah mereka kabur karena aku.
Kak Chila tidak suka hewan, tapi tidak pernah bersikap kasar pada mereka. Bahkan jika kucing liar mengelus-elus kakinya atau berbaring di pangkuannya, dia membiarkannya aja, tidak mengusir kucing tersebut.
Tapi sama anjing... kak Chila nggak akur. Bukannya nggak akur, tapi kak Chila selalu lari jika anjing menghampirinya padahal anjing itu lucu loh.
"Kakak takut anjing yah~"
"Ya, trauma waktu kecil di kejar anjing. Waktu itu dipaksa pergi bareng teman. Jadi kami di kejar anjing terus kami terpencar, tapi anjingnya malah mengikutiku."
Kok ada orang yang santai membicarakan traumanya?
"Abis itu kakak kena gigit?"
"Nggak, kakak manjat pagar, masuk kawasan rumah orang. Untung orangnya baik, mau nolongin."
Tunggu... manjat pagar? masuk kawasan rumah orang asing? Kakakku yang introvert ini? yang mageran? wibu nolep?
Jadi penasaran seperti apa kak Chila dulu...
Tapi nggak lama, satu kejadian yang membuatku takut pada kak Chila.
Aku punya kucing jalanan yang di adopsi, Laki-laki... Seperti biasa semua kucing lebih dekat dengan kak Chila dari pada mamanya sendiri.
Kucingku mati, kayaknya berkelahi dengan anjing yang selalu berkeliaran di kawasan ini.
Jadi malam itu kak Chila (manusia paling mager) minta izin pada ayah ke minimarket mau beli cemilan. Abang yang lain mau ikut tapi kak Chila mau sendiri, alasannya kalau abang ikut pasti minta traktir juga. Dan kak Chila langsung pergi tanpa mendengarkan rengekan abang.
Entah angin apa yang membuatku pergi menyusul kak Chila malam itu, karena tau kak Chila membeli snack lama, tidak ada yang curiga kenapa kak Chila lama pulang.
Di pertengahan jalan, persimpangan gang (alam setengah 9 biasanya sedikit sepi) aku melihat siluet jaket andalannya kak Chila. Aku lihat lagi, ternyata memang kak Chila yang berjongkok di dekat tong sampah dekat parit posisi sedang membelakangi ku.
"Kak Chila."
Yang di panggil menoleh, berkedip dua kali sebelum dia bertanya.
"Nat? Ngapain kamu di sini?"
"Aku mau nyusul beli cemilan juga...." mataku tidak sengaja menangkap tangan kak Chila, langsung menghampirinya "tangan kakak kenapa?"
Tapi jarak sedekat ini, aku melihat apa yang dihadapi kak Chila tadi... bangkai anjing, badannya terkoyak, lehernya hampir putus mengucurkan darah.
"I.. itu... " melihat hewan mati di depanku membuatku mual, sama seperti kematian kucingku. Melihat anjing mati kemudian melihat tangan kak Chila lagi.
Kak Chila menghela nafas, "Anjing itu mati kelihatannya baru berkelahi, Jadi aku membawanya di dekat tong sampah dari pada menganggu jalan, Yah mau tak mau aku juga terkena darahnya."
Ya, seluruh bulu anjing itu memang tertutupi darah. Cerita kakak memang bisa di percaya melihat ada siraman bekas air di atas aspal jalanan seolah-olah membersihkan jejak darah anjing tersebut. Dan tubuh anjing itu memang seperti perkelahian antara binatang.
"B..Bukankah kakak takut anjing?" Aku mencoba tenang tapi tubuhku tidak bisa berhenti gemetar. Kak Chila tau tapi mengabaikannya saja.
"Sudah mati jadi tidak mengigit lagi."
Mungkin aku salah lihat, ada senyuman di bibir kak Chila.
"Kamu mau beli apa? kakak temani."
Aku mengangguk memberikan daftar snack yang ingin aku beli sembari berjalan beriringan dengan kak Chila.
"Jalanmu senyap yah... kamu bisa menjadi assassin."
Jokes kak Chila aneh banget.
Kalau aku jadi assassin karena langkahnya yang ringan.
"Dari dulu aku memandang kakak seperti sniper."
"Hm?"
Diam dan senyap namun mematikan, pikir ku sambil diam-diam melirik tangan kak Chila yang masuk ke dalam jaketnya.
Cerita kak Chila bisa di percaya jika punggung tangan kak Chila tidak ternoda darah. Jika kak Chila menyentuhnya mungkin hanya telapak tangan saja, bukan noda yang ada di punggung tangan dan lengan bajunya
Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkannya, jika di tanya aku menjawab semalaman main HP. Dia punya firasat jika mengatakan yang sebenarnya akan ada yang lebih buruk. Lebih baik kena marah, kan?
"Pisau yang aku beli baru hilang lagi..." ibuku berkomentar di tengah sarapan.
Lagi?
Aku menahan diri untuk tidak tersentak atau menoleh ke tempat kak Chila duduk. Tetap menunduk menghadap makanan.
"Kamu yang sembarangan menyimpannya atau mungkin diambil sama tikus."
"Jenisnya pasti tikus Ratatouille."
Aku terus memakan di tengah suara berisik abang dan ayah. Dan pembawaan angin dingin dari kakak.
Apakah kakak yang mengambil pisau ibu? Untuk apa? Sejak kapan? Tidak ada kasus pembunuhan hewan atau apapun...
Kematian anjing itu yang pertama. Tapi yang masih dia pikirkan sampai sekarang, kematian anjing itu benar-benar seperti berkelahi dengan hewan lainnya, tapi lucunya tidak ada suara?
Apakah benar kakak yang melakukannya? jika ya bagaimana caranya?
'Mungkin langkahku terdengar ringan seperti Assassin, tapi kakak lebih bertingkah seperti assassin.'
Kejadian semalam membuatnya waspada dengan kakak... tapi dilahirkan di keluarga yang terpandang membuatnya harus menjaga sikap, mengenakan topeng sebaik mungkin dan bersikap seperti biasa.
Tapi sepertinya itu tidak luput dari pengamatan kak Chila, yang berkilat geli. Memandangnya seolah-olah hamster di dalam bola.
Inikah yang di sebut rasa penasaran membunuh seekor kucing...
Setelah bermain mata-mata... Ada beberapa hal yang telah kupelajari tentang kak Chila.
Sepenasaran apapun kamu tentang kak Chila jangan pernah mencoba mencari taunya. Menurutku lebih baik tidak perlu memahami pola berpikir kak Chila.
Jika kak Chila mengatakan "tidak" artinya "tidak!", jangan coba untuk melawannya. Ketika dibantah dengan keras, kak Chila bakal diam tapi kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi
Jangan pernah sekalipun menjadi musuh kak Chila. Kak Chila akan menjadi musuh terburuk siapapun yang memusuhinya.
Masalahnya saat ini... Aku tidak tau bagaimana Aku memandang kak Chila.
Kak Chila tetap menjadi misteri dalam kehidupanku.
.
.
.
.
.
.
.
.
Omake:
"Kak, kak, kita main tebak-tebakan [Are you Psychopath?]"
Aku hampir tersedak mendengar kata-kata abang Rafa, abangku sendiri... Darimana pemikiran itu?
Aku menoleh khawatir pada saudaraku yang lain, abang seibu semangat bermain, bang Zack mengangkat alisnya sedikit geli dan kak Chila tidak tertarik (seperti biasa sulit dibaca) tapi menutup buku yang dibacanya.
Pertanyaan-pertanyaan dimulai dengan lancar. Otakku mau tak mau mendorong untuk menjawab dengan benar, gunakan logika psikopat bukan hati nurani.
Memikirkan cara berpikir psikopat, aku diam-diam melirik kak Chila.
Anehnya abang Zack menjawab semua benar, sejalan dengan pemikiran psikopat. Aku dan abang kandungku menjawab beberapa benar. Malahan kak Chila tak satupun jawabannya benar, hampir nyeleneh atau normal...
what?
Kok bisa njir...
Ditengah kebingunganku, bang Zack tertawa terbahak-bahak dan kak Chila memukul bahu Back Zack.
Orang lain mungkin hanya mengira bang Zack tertawa karena telah berhasil menjawab semuanya. Tapi aku dan mungkin abangku tau apa yang bang Zack tertawakan.
Jika ada orang yang paling mengenal kak Chila, itu adalah bang Zack, adik kandungnya sendiri.