Tok tok tok...
Bunyi pintu diketuk.
"Masuk!" seru seorang pria muda dan tampan yang tengah duduk di kursi kebesarannya, dan tengah fokus pada laptop dan berkas penting di tangannya.
Aiden, nama pria itu. Adalah direktur utama di perusahaan yang saat ini tengah melejit namanya.
"Maaf, Tuan. Saya membawakan kopi untuk Anda!" ucap seorang wanita cantik yang baru masuk ke dalam ruangan. Di tangannya ada nampan dengan sebuah cangkir di atasnya.
Tuan Aiden menoleh sejenak ke arah wanita dengan name tag Marissa di dadanya, lalu melirik nampan yang dibawanya, tampak uap mengebul di atas cangkir tersebut, pertanda isi di dalamnya masihlah panas. Aroma kopi yang khas memenuhi ruangan.
"Letakkan saja di situ, biar agak berkurang dulu panasnya!" seru Tuan Aiden.
"Baik, Tuan!" Marissa menganggukkan kepala kemudian berjalan semakin mendekat ke arah meja direktur untuk meletakkan cangkir berisi kopi tersebut.
Kemalangan terjadi. Entah apa yang terjadi, tiba tiba saja hak tinggi dari heels yang dikenakan Marissa tiba tiba saja patah, membuat wanita itu kehilangan keseimbangan.
"Aah..!" pekik Marissa. Cangkir yang ada di tangannya melayang hingga isinya tumpah terburai. Dan sialnya lagi tumpahan dari kopi tersebut mengenai berkas yang ada di tangan tuan Aiden dan sebagian lagi mengenai keyboard laptop.
"Marissa..!" pekik Tuan Aiden. "Hrgh hrgh hergh.." menggeram marah, mata Tuan Aiden melotot karena ulah ceroboh sekretaris nya.
"Ma ma af, Tuan. Saya benar benar tidak sengaja!" ucap Marissa sambil menunduk. Tubuhnya gemetar menahan takut. Pria di hadapannya ini terkenal bukan hanya arogan, tapi juga kejam.
Mendorong kursinya ke belakang. Tuan Aiden perlahan bangkit dari duduknya. pasalnya berkas yang rusak akibat tumpahan kopi itu adalah berkas kerjasama dengan klien penting. Dia baru saja selesai menandatanganinya setelah hampir dua jam melakukan berbagai perombakan.
"Kau tahu berapa nilai berkas yang sudah kau rusak?" tuan Aiden berbicara sambil mencengkeram rahang Marissa.
Wanita berbalut pakaian panjang itu hanya menjawab dengan gelengan kepala. Air matanya bahkan sudah mengintip nyaris tumpah. Ini pertama kalinya dia mendapat perlakuan kasar seperti itu. Meski dia akui itu adalah kesalahannya, tapi dia sungguh tidak sengaja.
"Bahkan gajimu selama lima tahun pun belum tentu cukup membayar nilai kontrak itu." ucap Tuan Aiden yang masih menatap tajam wajah Marissa.
Ada yang bergeser di hati Aiden. manik mata wanita yang ada di hadapannya ini, mengingatkan dia pada kekasihnya yang telah pergi untuk selamanya.
"Maaf, Tuan. Sa ya ben nar-ben nar tidak seng ngaja." ucapan sekali lagi kali ini dia tak bisa lagi menahan air matanya. Selain menahan rasa takut dia juga menahan rasa sakit yang mencengkeram rahangnya. Sehingga dia bahkan kesulitan untuk berbicara.
"Dengan apa kau akan mengganti kerugian yang aku tanggung?" tanya Aiden kali ini suaranya tak lagi segeram beberapa menit lalu.
Marissa menggeleng dia bahkan tak memiliki apapun. Lalu dengan apa Dia menggantinya.
"Kalau begitu puaskan aku, dan aku akan menganggap semuanya lunas!" seru Aiden sambil melepaskan cengkramannya pada rahang wanita itu
Marisa menggelengkan kepalanya berkali-kali. perkataan yang terlontar dari mulut Tuan Aiden benar-benar membuatnya merasa ngeri.
"Saya mohon, Tuan. Jangan lakukan itu. Saya akan membayarnya dengan bekerja pada Anda seumur hidup saya.!" Marisa menjatuhkan tubuhnya, berlutut serta menangkupkan dua tangan di depan dada. Sorot matanya yang penuh peghibaan, laki-laki membuat hati Aiden berdesir.
"Seumur hidup? Apa kau yakin?" tanya Aiden. Dia merasa heran. Banyak sekali wanita di luar sana yang ingin melemparkan tubuh ke atas ranjangnya. Tetapi kenapa wanita ini justru memilih untuk menjadi seorang budak daripada memberikan tubuhnya.
Marisa mengangguk yakin akan pilihannya.
"Kalau begitu menikahlah denganku!"
"Menikah? Tapi?" Marissa tergagap, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Jika kau menolak, maka pilihan yang kedua adalah penjara seumur hidup." Aiden sudah membuat keputusan. Dia terjatuh pada pesona dari wanita yang ada di hadapannya ini. Wanita yang begitu menjunjung tinggi harga dirinya.
Menelan ludahnya kasar. Marisa hanya bisa menganggukkan kepala. Jika dia berada di dalam penjara maka dia tidak akan lagi bisa menopang kehidupan keluarganya yang sangat bergantung kepadanya.