Senja datang dengan perlahan, mewarnai langit dengan semburat jingga yang hangat. Di sebuah kafe kecil di sudut kota, Hana duduk sendirian di meja favoritnya, menghadap jendela besar yang langsung mengarah ke jalanan. Dia menyukai tempat ini—tenang, nyaman, dan penuh kenangan. Di sini, Hana bisa menyaksikan lalu lalang orang dengan berbagai cerita yang tak pernah dia tahu.
Seperti sore itu, saat gerimis mulai turun, Hana memesan secangkir kopi favoritnya. Aroma kopi yang harum menenangkan pikirannya yang sedang penuh dengan perasaan tak menentu. Tiba-tiba, pintu kafe terbuka, dan angin dingin bersama dengan aroma hujan yang baru turun menyelinap masuk.
Seorang pria memasuki kafe, menggoyangkan jaketnya yang basah oleh gerimis. Hana memperhatikannya dengan sekilas, sebelum kembali menyesap kopinya. Namun, saat pria itu berjalan mendekat, jantung Hana berdegup lebih kencang. Ada sesuatu yang familiar dari sosok pria itu.
"Permisi, apakah kursi ini kosong?" Suaranya lembut dan hangat.
Hana menoleh dan untuk sesaat merasa waktu berhenti. Pria itu—Andra, teman masa kuliahnya yang dulu sempat menjadi bagian penting dalam hidupnya. Mereka pernah dekat, sangat dekat, tapi waktu dan keadaan memisahkan mereka sebelum sempat ada kata yang terucap untuk menjelaskan perasaan mereka.
"Andra?" suara Hana terdengar gemetar, tidak yakin dengan penglihatannya.
Andra tersenyum kecil, "Hana, apa kabar? Sudah lama sekali."
Hana mengangguk pelan, masih terkejut. Mereka akhirnya duduk bersama, dan percakapan yang sempat terputus bertahun-tahun lalu mulai mengalir kembali. Tentang hidup, pekerjaan, dan kenangan masa lalu yang hangat. Andra masih sama seperti dulu—penuh perhatian, humoris, dan selalu berhasil membuat Hana merasa nyaman.
Hujan di luar semakin deras, memantulkan cahaya lampu jalan di atas aspal basah. Di dalam kafe, obrolan mereka mulai mengarah ke topik yang lebih personal, seakan waktu tak pernah berlalu sejak pertemuan terakhir mereka.
"Apakah kamu pernah memikirkan apa yang mungkin terjadi jika kita dulu tidak terpisah?" tanya Andra tiba-tiba, suaranya berubah lebih serius.
Hana terdiam, matanya bertemu dengan mata Andra yang penuh dengan harapan dan pertanyaan. Dia tahu, Andra adalah bagian dari masa lalunya yang tak pernah benar-benar bisa dia lupakan.
"Aku sering memikirkannya," jawab Hana jujur. "Tapi hidup punya cara sendiri untuk membawa kita ke tempat yang berbeda, kan?"
Andra tersenyum tipis, "Tapi bagaimana jika takdir memberi kita kesempatan kedua? Apakah kita akan mengambilnya?"
Hana merasakan kehangatan yang sama seperti yang pernah dia rasakan bertahun-tahun lalu. Ada rasa takut, tapi juga ada keberanian yang mendorongnya untuk jujur pada perasaannya sendiri. "Mungkin, kali ini, aku akan berani mengambilnya."
Mereka saling tersenyum, dan pada saat itu, Hana tahu bahwa perasaan yang dulu pernah ada tidak pernah benar-benar hilang. Mereka hanya tertidur, menunggu waktu yang tepat untuk bangun kembali.
Hujan di luar mulai mereda, menyisakan aroma tanah basah dan daun-daun yang segar. Di dalam kafe, Hana dan Andra memulai percakapan baru, kali ini dengan janji bahwa mereka tidak akan membiarkan waktu memisahkan mereka lagi.