Hujan. Saat menghadapi cuaca tersebut, sebagian orang mungkin ada yang akan menyambutnya dengan perasaan bahagia. Karena bagi mereka, hujan dapat menyimpan dengan baik kenangan indah yang pernah mereka alami.
Namun sebagian orang juga akan mengalami hal yang sebaliknya, saat hujan turun membasahi bumi. Karena bisa saja, mereka mengalami hal yang tidak menyenangkan tepat di saat turun hujan. Sebab itulah mereka tidak menyukai, bahkan bisa membenci akan keberadaannya hujan.
Begitu pula sekarang yang tengah dialami oleh seorang gadis berambut sebahu , yang sedang duduk sendirian di halte bus, dengan ditemani rintikan air hujan. Memang sedari tadi gadis itu hanya terduduk diam, di bangku halte tersebut. Tetapi ada satu kejanggalan yang terlihat darinya, yaitu gadis tersebut tengah meringis menahan kesakitan. Terbukti dari caranya yang menunduk sambil menekan kuat bagian dadanya.
“A-aku m-m-mohon,” gadis itu bergumam di tengah rasa sakitnya. “H-hujan cepat berhentilah. Aku sudah, t-tidak tahan lagi dengan semua ini. A-aku bingung, apa yang harus ku lakukan, a-agar sakit ini berhenti.”
Rasa sakit dan sesak yang tepat mengenai ulu hati. Itulah yang selalu dirasakan oleh gadis bernama Raya tersebut, jika setiap kali turun hujan. Dari awal hujan tiba, sampai saatnya hujan reda. Rasa sakit itu akan terus menghampiri Raya, yang anehnya dia sama sekali tidak mengetahui apa penyebab semua itu.
Setiap setelah rasa sakit itu menghilang, Raya akan berusaha untuk mengingat-ingat hal apa yang pernah menimpa dirinya dulu di saat hujan. Hal buruk apakah yang pernah dia alami, sampai-sampai hal tersebut sangat membekas di kehidupannya sekarang. Namun usaha itu nihil, karena sejauh apa pun dia mengingat. Dia tetap tidak akan mendapatkan jawabannya.
“Raya. Apa yang sedang kau lakukan di sini?”
Di saat masih bertarung dengan rasa sakitnya, Raya dikejutkan dengan suara laki-laki dari arah sampingnya. Awalnya Raya tidak ingin menghiraukan laki-laki tersebut, namun kemudian dia merasa sangat familiar dengan suara itu. Karena rasa penasaran Raya lebih besar dari rasa sakitnya saat ini, gadis itu pun memutuskan untuk mendongakkan kepalanya.
Betapa terkejutnya Raya saat melihat sosok yang berdiri di sampingnya sekarang. Laki-laki tersebut merupakan sosok yang sangat dia kenali, bahkan sosok itulah yang menyebabkan dirinya merasa kehilangan begitu besar.
Merasa pertanyaannya barusan tidak direspon oleh Raya, laki-laki itu kembali membuka suaranya. “Raya, apakah kau tidak mendengarku? Apa yang sedang kau lakukan di sini? Seharusnya kau tetap berada di rumah, jika hari hujan seperti ini,” perlahan dia melangkahkan kakinya mendekati Raya, serta mengulurkan sebelah tangannya. “Ayo, mari kita pulang. Aku akan mengantarmu sam-“
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, kepadamu Yo!!” Raya menepis uluran tangan laki-laki yang bernama Tio itu.
Tentu saja hal tersebut, membuat Tio terkejut bukan main. Terutama saat Raya berbicara dengan nada tinggi kepadanya, karena Raya yang dia kenal selama ini adalah sosok gadis yang memiliki sikap lemah lembut kepada setiap orang.
“Apa yang kau lakukan di sini?” di tengah rasa sakitnya, Raya bangkit dan menghampiri Tio. “Kenapa kau baru muncul sekarang, Yo?” setelah pertanyaan terakhirnya, tanpa dia sadari, sebuah air mata bening lolos dari pelupuk matanya.
Sedangkan Tio hanya bisa terdiam, tanpa bisa berbuat apa-apa. Ingin segera dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi saat melihat keadaan gadisnya sekarang, membuat rasa tidak tega menghampiri dirinya.
“Kenapa kau tiba-tiba menghilang tanpa kabar, Yo? Apakah aku telah melakukan kesalahan, hingga kau pergi? Dan kenapa kau baru muncul sekarang, di saat aku sudah berpikir untuk merelakan kepergianmu.” Raya kembali maju selangkah, kemudian kedua tangannya bergerak menyentuh dada bidang Tio. “Jawab pertanyaanku, Yo!! Kenapa kau hanya diam saja?! Jelaskan semuanya kepadaku!!” karena tidak dapat menahan kekesalannya lagi, dia pun memukul-mukul dada laki-laki tersebut.
Lagi. Tio hanya bisa berdiam diri dan kemudian tersenyum miris. Bukannya merasa kesakitan dan mencegah tindakan Raya, dia malah membiarkan gadis tersebut dengan sepuasnya memukul tubuhnya.
“Lihat. Bahkan kau hanya diam saat aku memukul tubuhmu. Bukankah kau dulu akan merengek kesakitan jika aku memukulmu seperti ini?” tangis dan pukulan Raya pun semakin menjadi, seiring dengan kalimat yang diucapkannya. “Cepat, jelaskan padaku! Apa salahku, hingga kau se-“
“Cukup Ray, cukup. Ini semua bukan salahmu,” akhirnya Tio mampu bersuara dan menahan pergerakan tangan Raya, seraya menatap dalam manik mata gadis tersebut. “Aku mohon jangan salahkan dirimu! Karena ini bukan salahmu.”
“Jika bukan salahku? Lalu kenapa kau berubah seperti ini, dan kenapa kau menghilang begitu saja?”
“Raya, apa kau lupa dengan apa yang sudah menimpa kita?”
“Menimpa kita? Maksud perkataanmu itu apa, Yo? Aku tidak mengerti.”
“Benar. Sepertinya kau memang lupa dengan kejadian itu.” Tio menghela napas panjang. “Seharusnya aku tidak usah muncul di hadapanmu, agar kau bisa benar-benar melupakan semuanya.”
“Kejadian? Melupakan semuanya, apa maksudmu? Aku mohon, jelaskan dengan baik!”
“Sebulan yang lalu, kita berdua mengalami kecelakaan Ray. Kecelakaannya terjadi saat seperti hari ini, sedang turun hujan. Beruntungnya, kau masih bisa diselamatkan.”
“Tidak. Itu tidak mungkin.” Raya menggelengkan kepalanya. “Sebulan yang lalu, aku dan ka-“
Belum sempat Raya mengucapkan kalimatnya dengan sempurna, tiba-tiba hujan turun dengan sangat deras disertai dengan kilatan petirnya sesaat. Hal tersebut menyebabkan dada Raya semakin sesak dan kepalanya ikut merasakan sakit, sakit karena kenangan kelam tiba-tiba menghampirinya.
Di mana kenangan tersebut mengingatkan dirinya, dengan sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang berlarian di tengah derasnya air hujan. Kedua orang tersebut terlihat sangat bergembira, walaupun tubuh mereka sudah sangat basah. Namun kegembiraan itu tidak bertahan lama, sesaat setelah sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tak terkendalikan tiba-tiba menabrak kedua pasangan tersebut.
Kepala Raya pun bertambah sakit setelah kenangan itu terasa nyata. Di dalam ingatannya dia dapat melihat Tio yang saat ini berada di hadapannya, tengah terbaring lemas, dengan tubuh yang bersimbah darah. Begitu pula dirinya, keadaannya pun tak jauh berbeda dengan Tio. Namun dia masih setengah sadar, dan dapat melihat Tio yang sepertinya sudah tidak sadarkan diri.
Sontak semua ingatan itu membuat tubuhnya melemas dan terduduk begitu saja di hadapan Tio. Dia tidak menyangka, mimpi buruk yang selama ini dialaminya memang benar-benar terjadi di kehidupan nyata, dan anehnya lagi kenapa bisa dia melupakan semua kejadian tersebut.
“Sepertinya, kau sudah mengingat semuanya?”
Ah, Tio. Raya hampir lupa dengan keberadaan laki-laki tersebut. Segera dia mendongakkan kepalanya, dan betapa terkejutnya dia saat melihat keadaan Tio yang berbeda dari sebelumnya. Keadaan Tio sama persis, seperti keadaan yang ada di dalam ingatannya barusan.
Menyadari tatapan tersebut, Tio pun memandangi seluruh tubuhnya dan juga meraba wajahnya. Setelah itu, dia mendengus kasar dan perlahan menekuk kedua lututnya.
“Seharusnya, aku tidak memperlihatkan keadaanku yang seperti ini. Tapi yah, harus bagaimana lagi. Maafkan aku, Ray.”
“Kenapa kau tiba-tiba menjadi seperti ini? Dan kenapa, kau tiba-tiba meminta maaf?”
“Apa kau masih belum menyadarinya? Aku ini tidak nyata. Aku yang sebenarnya sudah pergi, sebulan yang lalu. Tepat setelah kecelakaan itu, dan seperti yang ku katakan tadi, beruntungnya kau bisa diselamatkan.”
“I-itu tidak mungkin. B-bukankah tadi kau terlihat baik-baik saja, bahkan aku pun bi-“ seketika napas Raya tercekat, setelah tangannya yang terulur tidak dapat menyentuh wajah Tio. Dengan kata lain, tubuh laki-laki itu sekarang hanya seperti bayangan.
“Lihat? Sekarang kau tidak bisa, menyentuhku.”
Raya hanya bisa terdiam, dan menatap tangannya dan Tio secara bergantian. Seakan meminta penjelasan lebih kepada sosok di hadapannya itu.
“Sebenarnya aku sudah lama, ingin pergi. Hanya saja, sebelum aku benar-benar pergi. Aku ingin berpamitan denganmu. Tapi naasnya, setelah kau sadar. Kau menjadi lupa dengan kejadian itu, dan malah menganggap aku pergi meninggalkanmu tanpa berpamitan.”
“Kalau begitu. Apakah kau akan pergi sekarang?” Raya kembali menumpahkan air matanya.
Tio mengangguk sambil tersenyum. “Setelah ini, kau harus mengunjungi rumahku ya!” Raya ikut mengangguk menyetujui, yang membuatnya kembali tersenyum. “Baiklah. Aku pergi sekarang Ray. Jaga dirimu baik-baik ya, dan ku harap kau tidak membenci hujan.”
Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, perlahan bayangan tubuh Tio menghilang seiring dengan berhentinya air hujan. Sedangkan Raya, dia hanya bisa menangis sambil memegang dadanya saat melihat bayangan Tio yang tersenyum padanya.
“Terima kasih Tio, dan aku minta maaf karena sudah sempat melupakan kejadian yang sebenarnya. Aku berjanji, demi dirimu. Aku tidak akan membenci hujan.”