Kami, aku dan Tuan Ali, suami baru ku kembali ke rumah.
Langkah ku tak bernyawa, tak sama lagi seperti saat pertama aku masuk.
Baru dua hari di rumah itu, aku sudah menjadi istri pemilik rumah.
Tapi, rasanya seperti telah dibuang harimau ke lubang buaya.
Sejak kembali, Tuan Ali pun tak mengatakan apa-apa.
Aku berjalan, langsung pergi ke kamar ku. Ku tutup dan ku kunci, lalu ku benamkan kepala ku ke bawah bantal.
Aku berteriak sekencang-kencangnya. Ku tendang-tendangkan kaki ku ke udara, melepaskan semua kekesalan ku.
Kemudian suara ketukan pintu membuatku membuka bantal di wajah ku, dan bangun dari ranjang.
"Siapa? " tanya ku.
"Saya non! " Bu Sumi menjawab.
Perlahan aku buka kuncinya, tapi Tuan Ali menerobos. Aku terkejut, hanya melihat Bu sumi pergi setelah Tuan Ali masuk dan berdiri menatap ku.
Kami saling diam beberapa saat, saling menatap. Aku mengalihkan pandangan ku dan hendak duduk, tapi tangan Tuan Ali meraih lengan ku. Sedikit menekan dengan kuat.
"Jangan bertingkah layaknya ratu, kau masuk ke kamar mu dan mengunci pintu, kau pikir ini istana mu dan kau ratunya?" ucapnya.
Sikapnya membuatku bingung, kadang nada suaranya tinggi, kadang lembut. Mengatakan bahwa aku dijual bapak untuk menikah dengannya dengan suara lembut, kini dia memperingatkan aku untuk tak bersikap layaknya ratu.
Siapa yang ingin jadi ratu?
Siapa yang ingin jadi istrinya?
Aku.... ?
Aku hanya bisa meneteskan airmata.
Tuan Ali melepaskan tangannya.
"Tuan bisa keluar, saya akan ganti pakaian dengan seragam asisten yang anda sediakan" ucap ku sembari mengusap airmata ku.
Tuan Ali terdiam, aku berpaling mengambil pakaian ku di lemari.
"Tidak perlu memakai itu lagi. Pakai pakaian biasa. Bu Sumi akan mengantarkan semua pakaian yang harus kau pakai untuk pergi ke Rusia bersama ku. Koper mu, sudah Mark siapkan juga. Ganti setelah bu Sumi kemari" Tuan Ali pergi.
Aku tak berbalik. Aku terduduk kemudian memeluk kedua lutut ku.
"Ibuuu... " hanya itu, hanya dia yang aku inginkan sekarang.
****
Kami sudah sampai bandara, Tuan Ali mengambil penerbangan malam.
Dia menyediakan pesawat pribadinya. Aku, sekali lagi aku menelan saliva melihat megahnya semua miliknya. Tapi, kenapa sedikitpun aku tidak tertarik?
Tuan Ali terus bicara di telpon dengan seseorang, hingga akhirnya seorang co pilot memintanya untuk mematikan ponselnya.
Tangan tuan Ali melebar ke hadapan co pilot itu. Dia pergi lagi ke ruang kendali pesawat.
Tuan Ali mematikan ponselnya. Dia menatap ke arah Mark, dan Mark pun langsung pergi ke ruang kendali untuk mengatakan bahwa Tuan Ali sudah selesai bicara dan siap terbang.
Aku mengambil nafas dalam, ini penerbangan kedua ku setelah pernah diajak bertugas oleh Leo ke pedalaman. Masa dimana aku belajar menggunakan pistol.
Intel pria yang selalu menjadi idola ku hingga hari ini. Aku tersenyum sendiri, mengingat bagaimana Leo begitu baik mengajarkan aku, sekaligus melindungi ku.
"Sepertinya kau sudah terbiasa terbang Mel! " seru Tuan Ali.
Aku menoleh.
"Pernah Bos, sekali. Dan ini yang kedua" jawabku formal.
"Oh, dengan Leo ya! "! ucapnya.
Aku terkejut dan membungkam, darimana dia tahu?
"Leo.... hmmm dia tampan, semua wanita suka padanya. Apa kau juga suka padanya?" tanya nya sambil mengusap dagunya yang lancip.
'Ihhh, dia benar-benar mavia, dia tahu siapa Leo' ucap hati ku.
"Dia yang mengajarkan mu menggunakan pistol kan? " ucapnya lagi.
Mataku membulat menatapnya. Dia malah tersenyum.
'Sebenarnya dia siapa? Kenapa tahu tentang aku dan Leo? '
Dia membuatku takut dengan semua ucapannya.
Tuan Ali melihat ke arah jendela, dia tersenyum, kami sudah lepas landas. Sudah berada di udara.
Mark dan Hans menatap ke arah ku. Aku berpaling, menatap ke luar jendela. Berpikir keras, mengapa pria ini tahu semua tentang ku.
****
Penerbangan cukup lama, Tuan Ali memejamkan matanya. Tapi kurasa di tak tidur.
Aku, sama sekali tak mengantuk. Pikiran ku campur aduk.
Semula, aku dipecat dari sekolah setelah enam bulan menjadi guru olahraga. Kemudian Danu mengatakan bahwa aku diterima bekerja sebagai asisten tuan Ali. Kemudian dia menunjukkan bapak ku dan mengatakan aku harus dinikahinya. Kemudian.....
Aku baru teringat.
Semua...
Ya, semua tentang diri ku, Danu yang mengatakannya.
Dia tahu semua tentang Leo.
Danu sialan!
Aku berpikir hingga kepala ku terasa mau pecah. Hanya bertumpu pada Danu sebagai pelakunya.
Aku hendak memandang Tuan Ali, tapi mata ku bertemu dengan mata Markus yang kemudian beralih ke tempat lain. Dan aku merasa dia sudah menatapku cukup lama.
Aku lihat Hans pun terlelap, tapi Mark terjaga seperti ku.
Setelah beberapa jam, co pilot keluar dan mengatakan bahwa kami sudah akan mendarat.
Tuan Ali membuka matanya.
Dia membuka ponselnya.
"Sebentar lagi pagi, kalian harus siap dengan kemungkinan nanti" ucap Tuan Ali.
Mark, Hans dan aku berdiri, hendak berjalan terlebih dahulu sebelum Tuan Ali keluar.
Tapi tuan Ali menarim lengan ku.
"Berjalan setelah ku" ucapnya di dekat telinga ku.
Aku sedikit menjauh, merasa canggung dengan perlakuannya.
Sebelum keluar dari pesawat, tuan Ali berbalik, dia merogoh tas jinjing yang ku bawa, aku terkejut. Dia mengambil parfum dan menyemprotkannya ke tubuh ku.
Dengan bergerak lebih dekat ke dada ku, dia mencium wangi parfum itu.
"Hmm, ini lebih baik! " ucapnya.
'Sialan! ' aku hanya bisa mengumpat dalam hati.
Jadi selama ini aku bau?
Pria ini benar-benar membuat tekanan darah ku naik turun.
Aku mengigit kosong dan mengepal ke arahnya yang sudah berbalik.
Hans melihat dan membulatkan matanya, aku langsung menurunkan tangan ku.
Kami turun perlahan, beberapa orang terlihat menyambut. Salah satu dari mereka berpenampilan berbeda, tersenyum ke arah ku.
Tuan Ali menarik tanganku untuk merangkul lengannya. Jelas aku kaku melakukannya.
Pria itu menyapa menggunakan bahasa Inggris, aku hanya mendengarkan dan tersenyum kearahnya saat pria itu menunjuk ke arah ku dan menyebutku sebagai istrinya yang cantik.
"Seleranya bagus" gumam ku.
"Kurasa karena ini masih gelap, terlalu pagi" jawab Tuan Ali.
Ku kira dia tidak mendengar, tapi aku cukup tersinggung dengan ucapannya.
Kami pergi menggunakan limosin, lagi dan lagi aku tercengang dengan kemewahan milik tuan Ali.
"Banyak yang meminta upeti untuk kedatangan barang kali ini" ucap pria itu.
"Beruang tahu aku datang" ucap tuan Ali.
"Leo juga ada di sana semalam" pria itu menambahkan lagi.
Hmm? Leo?
Tuan Ali menatap ku.
"Sepertinya akan jadi menyenangkan" ucap Tuan Ali.
Hmm? Menyenangkan? Apa maksudnya?
Dia mengangkat kedua alisnya menatap ku.
Aku menahan diri untuk bertanya sejak di pesawat. Tapi, sampai di kamar hotel, aku tidak bisa lagi.
Tuan Ali menaruh kopernya di meja dekat ranjang, aku mengampiri dan langsung bertanya.
"Darimana anda tahu tentang aku dan Leo? Lalu... kenapa sampai Leo ada di sini?"
Tuan Ali menghadap ke arah ku.
"Aku lelah, aku mau mandi dulu" ucapnya seraya hendak membuka kemejanya.
"Silahkan, saya akan berbalik dan anda bisa buka pakaian anda sembari bicara"
Aku berbalik.
"Aku suka terpancing jika ada wanita saat aku telanjang" bisiknya yang tiba-tiba di dekat ku.
Aku berbalik dan mundur, merasa malu dan berpikir dia akan melakukan sesuatu padaku.
Ku ambil pistol dan ku todongkan padanya.
Tuan Ali mundur sedikit dan mengangkat satu tangannya.
"Kau berani menodongkan pistol pada suami mu? " tanyanya.
"Ya, tentu saja" jawabku datar.
"Pada Ali Ahmad Hayyan? " dia menekankan setiap kata dalam namanya.
"Ya, aku yakin aku berani" ucap ku mantap.
Suasana menjadi tegang, aku tarik pelatuknya dan ku lepaskan satu tembakkan.
=======>>