Di suatu malam yang gelap dan dingin, saat itu hujan cukup deras dan suara petir terdengar menggelegar dan membuat siapapun merasa tidak nyaman saat mendengarnya.
Di sinilah kita diperlihatkan dengan wanita cantik dengan tinggi sekitar 180an, dengan surai berwarna biru tua sedang berada di hulte bus, ia tampak sedang menunggu hujan reda di sana dengan mantel coklat dan syal yang melingkar di leher nya.
"Huh, ini dingin, kira-kira kapan ya orang itu sampai?" ucap wanita itu yang tidak lain namanya adalah Luna, ia adalah seorang pembunuh bayaran yang terkenal sadis dan kejam, meskipun begitu sampai saat ini belum ada seorang pun yang mampu menangkapnya atau setara dengannya. Kali ini ia dapat tawaran dari klien untuk membunuh seseorang.
Tidak berapa lama kemudian datanglah seorang pria berjas sambil memegang payung menghampiri nya, ya pria itu diketahui adalah klien yang memakai jasa Luna. Pakaian pria itu sungguh tertutup bahkan disaat sekitarnya sedang sangat becek dikarenakan hujan yang tak kunjung reda.
"Ini data dirinya, dan ini uang imbalannya." ucap pria itu yang telah memberikan amplop yang berisi informasi target dan sejumlah uang. Luna pun hanya tersenyum miring ssembari menerima amplop itu, dengan segera ia pun berdiri dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan pria itu. Langkahnya bahkan tidak terdengar saat itu, dan dengan sekejap mata Luna sudah tak bisa dilihat oleh pria itu saking cepatnya ia pergi.
.
.
.
ᴘᴏᴠ ʟᴜɴᴀ.
Saat ini ia berada di depan apartement target. Ia memandangi bangunan itu sejenak sebelum akhirnya melangkahkan kaki untuk masuk kedalam, Luna pun akhirnya berhasil menemukan ruangan target dengan mudah kemudian ia pun membuka pintu ruangan itu dan berjalan masuk dengan langkah pelan, tapi pasti.
Sang target ternyata adalah pria yang sepertinya seumuran dengan Luna, pria itu memiliki paras yang tampan dan tampak sedang duduk di ranjang, dan tentu saja pria itu langsung menyadari keberadaan Luna.
"Hey... Bagaimana kau bisa masuk kesini?" "Padahal aku yakin sudah mengunci pintu belum lama ini." ucap pria yang menjadi target Luna kali ini. Kita sebut saja pria ini adalah Leo.
"Ikut aku." dengan cepat dan tanpa basa basi Luna pun menyerang titik vital pria itu dan membuatnya pingsan seketika. Lalu, Luna melemparnya keluar jendela sebelum akhirnya melompat melalui jendela yang sama.
Luna menyeret pria itu, hingga akhirnya sampai ke suatu bangunan tua yang tampak sudah tak terawat, dengan dinding yang kusam sedikit lembab dan sudah tak layak huni. Ya sebagai seorang pembunuh sejak ia masih muda, gadis yang kini berusia 18 tahun itu memiliki kebiasaan untuk membunuh targetnya dengan sadis di tempat yang sepi contohnya sekarang ini.
Tanpa Luna perkirakan sebelumnya, ternyata Leo sadar lebih cepat. Leo membuka matanya dan menemukan dirinya sedang terikat di dinding dengan tangan dan kaki yang dirantai, dengan Luna didepannya.
"Kenapa kau membawaku kesini dan mengikatku?" "Apa yang kau mau? Cepat lepaskan aku!" ujar Leo memberontak
"Hanya anak kecil yang memberontak ketika maut sudah didepannya." ucap Luna dengan suara dingin dan tampak bergetar, sambil terus menatap Leo dengan tatapan gelap, lalu mendekatinya.
"Bagaimana kau bisa sadar secepat ini? Padahal aku ingin membangunkan mu setelah mencabut kukumu~" "Tapi ya, aku tidak peduli, karena kau sudah terikat, dan tak berdaya" "Oh, tubuhmu sangat indah, kurasa akan bagus jika aku menjadikannya pajangan di mansion ku..~" ujar Luna sembari mengusap pipi Leo dengan tangannya dan menyeringai didepannya.
Disaat seperti ini bukannya takut, Leo justru masih merasa bingung, apakah ini mimpi atau bukan? Selain itu Leo juga merasa heran kenapa gadis secantik Luna bisa menjadi seorang pembunuh.
"Hei, apa ini kenyataan jika iya, apa aku boleh bertanya sesuatu sebelum kau membunuhku?" tanya Leo yang penasaran dengan Luna.
"Oh? Tentu saja, tapi aku tidak akan berjanji untuk menjawabnya." jawab Luna menggunakan nada dingin.
"Tidak masalah, aku bahkan berterimakasih kau mau mendengarkannya."
Setelah mendengar itu Luna merasa heran, kenapa Leo mau berterimakasih kepada yang akan membunuhnya? Pikir Luna, bahkan sepengetahuan nya kepribadian Leo jauh dari apa yang sekarang ia lihat, tapi Luna mengabaikan itu dan berpikir bahwa ini hanya trik Leo agar bisa dibebaskan darinya, karena sebenarnya meskipun Luna seorang pembunuh handal, ia terlalu selektif untuk memilih targetnya.
Luna bukanlah psikopat berdarah dingin yang membunuh tanpa pandang bulu, meskipun ia senang membunuh tapi sejauh ini ia hanya membunuh target orang-orang yang dia benci, seperti seseorang yang tidak berguna, atau orang-orang jahat, dan orang-orang yang tak menghargai orang lain dan sebagainya.
Dan orang yang tampak polos seperti Leo sama sekali tidak ada didalam daftar targetnya, padahal sang klien bilang kalau Leo adalah orang yang egoist dan klien memiliki dendam pribadi kepadanya.
"Sebenarnya apa yang ingin kau tanyakan?" tanya Luna, sembari mengernyitkan kening, menunggu jawaban pria itu.
Pria itu terkekeh, sambil menatap Luna, lalu ia menjawab "Sepertinya kau cukup penasaran dengan itu? Reaksimu benar-benar diluar dugaanku."
Luna yang mendengarnya pun sedikit tersulut emosi dan dengan cepat pisau kecil yang berada didekatmu sudah hampir menempel di leher Leo.
"Pertanyaan terakhir ku adalah... Kenapa kau menjadi seorang pembunuh? Aku ingin mengetahui nya.." ucap Leo sambil tersenyum miring dan menundukkan pandangannya sehingga pisau tadi berhasil menyayat lehernya.
"Kenapa kau menanyakan hal yang tidak penting seperti itu? Bukankah kau tampak menyia-nyiakan kesempatan terakhir?" jengkel Luna yang tampak tak ingin menjawab pertanyaan dari Leo.
"Siapa bilang itu tidak penting? Itu sangat penting bagiku, aku rasa tidak ada salahnya mencoba menelusuri orang yang akan membunuhku?"
"Tapi semua itu tidak akan menolongmu dan tidak ada hubungannya denganmu, kenapa aku harus menjawabnya?" Luna mengernyitkan alisnya heran.
"Keputusan ada ditanganmu, dan aku hanya bisa pasrah lagipula kedua orang tuaku sudah tiada, tidak akan ada yang sedih juga kalau kau membunuhku sekarang." ujar Leo tenang.
"Untuk apa kau memberitahuku hal yang menyedihkan seperti itu? Aku bahkan tidak berhak tau tentang kehidupan mu lebih jauh."
"Tidak masalah, Aku senang kau mau mendengarkan hal yang tidak penting itu." ucap Leo sambil tersenyum lembut dan tenang.
"Huft.. Baiklah akan Aku jawab pertanyaan mu tadi, tapi jawabannya akan sedikit panjang, kau yakin mau mendengarkannya?" Luna meyakinkan Leo sebelum menjawab pertanyaan dari Leo.
"Tidak masalah, kalau boleh."
"Sebenernya dulu saat Aku berusia 11 tahun orang tuaku telah dibunuh. Sebelum dibunuh mereka sempat melindungi ku, dan.." perlahan Luna mulai menceritakan kejadiannya.
.
.
.
~𝘍𝘭𝘢𝘴𝘩𝘣𝘢𝘤𝘬~
5 January 2017...
Disaat itu, perang sedang besar terjadi di Negara *** dan kita diperlihatkan kehidupan gadis muda yang bertahan hidup di tengah peperangan dengan keluarganya, dan ayahnya yang seorang tentara perang.
Pada malam hari tepat pukul 23:00 seorang pria misterius datang ke rumah keluarga gadis itu, diduga pria itu diperintahkan untuk menyandera salah seorang dari keluarga itu, dan disinilah kita diperlihatkan bahwa orang tua Luna sudah dibunuh oleh pria itu, karena mereka mencoba melawan dan karena tujuan pria itu adalah menyandera ia tidak memiliki pilihan lain, selain membawa Luna untuk pergi bersamanya.
Luna ditangkap. Pria itu membawa Luna lari, karena saat itu Luna sudah dalam keadaan pingsan. Luna pun akhirnya dibawa ke markas mereka dan disekap disana. Saat terbangun Luna menyadari dirinya sudah disekap diruangan yang gelap dan tampak kumuh, bahkan mulutnya dengan kain yang kencang.
Dengan sedikit usaha akhirnya Luna bisa melepaskan kain itu dari mulutnya dan berteriak meminta bantuan.
"Tolong! Siapapun Aku tidak mau disini, tolong lepaskan Aku!" ucap gadis itu dengan suara yang tinggi. Karena teriakan itu penjaga pun akhirnya datang dan memeriksa keadaan nya.
"Hey percuma saja kau berteriak, tidak akan ada yang menolongmu." ujar salah satu penjaga itu.
Luna pun sedih mendengarnya, ia mengerutkan bibirnya dan akhirnya memberanikan untuk bertanya. "Dimana orang tuaku? Apa mereka baik-baik saja?" tidak lama setelah mengatakan itu, datanglah pria tinggi dengan memakai setelah jas yang rapih, diketahui dia adalah pria yang sama, dengan pria yang telah membunuh kedua orang tua Luna, dan membawanya kesini.
Pria itu akhirnya angkat bicara, ia mencengkeram wajah Luna dan menatap gadis itu yang tampak ketakutan lalu berseru "Sayangnya, orang tuamu sudah Aku bunuh gadis kecil, tapi tenang saja, Aku tidak akan membunuhmu karena kami masih membutuhkan mu disana."
"Kau serius? Kenapa kalian melakukan ini padaku? Apa salahku hingga kalian membunuh orang tuaku?" tanya Luna dengan hembusan nafas yang berat. Suara itu bergetar hebat, ia sedang berusaha untuk menahan tangisnya.
"Tidak, tidak ada salah apa-apa, tapi kami akan menerima keuntungan setelah melakukannya~" mendengar itu Luna yang awalnya terlihat sedih kini matanya memancarkan kebencian dan kemarahan, dan tanpa diduga Luna berteriak dengan kencang.
.
.
.
"Saat itu telingaku rasanya mau pecah, karena mendengar teriakan yang sangat keras, dan saat aku sadar semua orang di depanku sekaligus orang yang telah membunuh kedua orang tuaku telah mati dan tubuhnya tampak terkoyak penuh darah. Dan ternyata teriakan itu adalah aku.. Itu suaraku saat itu aku serasa kehilangan kesadaran, bahkan mataku tidak bisa melihat apapun selain bercak merah dimana-mana dan kepalaku sangat sakit." cerita panjang lebar Luna terhadap Leo.
.
.
.
Kemarahan dan kebencian mulai mengendalikan seluruh dirinya. Rasa benci karena orang tuanya dibunuh oleh orang itu. Dan kesal terhadap diri sendiri karena tidak bisa menyelamatkan kedua orang tuanya.
Luna mengeluarkan suatu benda di dalam sakunya. Benda itu terlihat tajam jika ia membuka lipatan nya. Itu adalah pisau lipat yang sering dibawa Luna ke mana-mana. Luna berusaha memutuskan tali yang mengikat tubuh nya itu dengan pisau lipat yang berada di tangannya.
Ia mulai bergerakkan pisau lipatnya perlahan agar orang itu tidak mengetahuinya bahwa Luna sedang berusaha untuk meloloskan dirinya dari tali-tali yang menyebalkan.
Usaha tidak mengkhianati hasil, ia dapat membebaskan dirinya. Luna memasang wajah masam. Tangannya bergetar, tubuhnya terasa mulai mengendalikan dirinya untuk membunuh orang itu.
Tak sadar, Luna malah berhasil membunuh orang itu secara brutal dengan tangannya sendiri dan pisau lipat itu. Dadanya terasa sesak ketika tangannya yang dikepal berlumuran darah manusia. Pupil mata indahnya membulat, apa yang baru saja aku lakukan? Pikir Luna khawatir dan takut.
Dirinya mulai memasang wajah penuh penyesalan. "Aku baru saja.. Baru saja membunuh seseorang," rasa penyesalan menghantui dirinya, memandang lama kulit mulus tangannya itu yang berceceran darah. Cairan merah itu melekat di kulitnya. Pakaian yang ia kenakan, seketika menjadi kotor karena ulahnya itu.
"Aku sudah melakukan kriminal.." lanjutnya yang tak percaya apa yang ia lakukan baru saja. Tubuh manusia yang sudah hancur tergeletak saja di lantai.
"Tidak, kau ini sangat berbakat lho." suara berat masuk ke dalam indra pendengaran nya. Sontak saja, Luna membalikkan tubuhnya itu. Menoleh ke sumber suara, apa ia sedang dipergoki karena membunuh seseorang?
Tampak siluet pria yang melangkah maju menghampiri dirinya. Pria itu sangat misterius. Memakai mantel panjang hitam di sertai lambang khas mereka yaitu bunga spider lily merah di belakang mantelnya itu.
Luna tak bisa berkutik, ia hanya memandang manusia itu berjalan menuju ke arahnya. Tepat pada langkah terakhir nya, pria misterius itu menyentuh dagunya.
"Kau sangat berbakat dalam soal ini, kau tidak bersalah kok." suara itu menggunakan nada dingin. Tidak ada ekspresi di wajah pria itu, hanya datar dan seperti orang yang tidak berperasaan.
"Siapa kau?" tanya Luna dengan nada yang panik, tapi ia tampak sudah pasrah dengan keadaan yang akan dihadapinya, namun pria itu terus melangkah maju kearahnya dan akhirnya memegang bahu Luna dengan lembut.
"Kau tidak perlu tau siapa aku, yang pasti, aku membutuhkan bakatmu disini, apa kau mau ikut denganku?" tanya lelaki itu, dengan tangannya yang masih memegang bahu Luna.
"Kenapa aku harus mengikutimu?" tanya Luna, penasaran.
"Kau mungkin akan tertangkap dan dihukum mati, setelah mereka mengetahui bahwa kau telah membunuh semua orang disini, bahkan jika kau berhasil lolos dari inipun, apa kau sanggup untuk hidup sendiri setelah ini? Dan menanggung beban ini sendirian?" ujar lelaki itu, meyakinkan.
"Hmm.." suasana hening sejenak, bahkan Luna masih harus berpikir tentang jalan apa yang harus ia ambil, "apakah aku akan mengikuti pria itu? Apakah ini jalan yang terbaik?" pertanyaan itu seketika terlintas dipikirannya yang masih kacau.
Kemudian ditengah kebingungan itu, pria tadi berkata lagi dan kali dengan nada yang lebih seperti mengancam. "Kau tidak punya pilihan lain lagi.. Jadi ikutlah denganku, aku akan memberimu tujuan hidup." ucap lelaki itu sambil menatap Luna lalu menyeringai dan mengulurkan tangannya.
Dan ya akhirnya karena merasa terpojok dan tak tahu lagi harus kemana, Luna akhirnya menyambut tangan pria itu dengan wajah yang tertunduk.
"Bagus sekali, kemarilah aku akan merawatmu" ucap pria itu dengan senyuman yang masih terpampang di wajahnya.
Dan sejak kejadian itu Luna kini resmi menjadi salah satu Perserikatan pembunuh terhebat di dunia yang dinamai Angel Of Death atau disingkat AOD.
Ia menjalani hari-harinya dengan membunuh, terus membunuh dan mengotori tangannya dengan darah segar manusia. Ia pada awalnya tak menyukai kegiatan itu, tapi ia terus dipaksakan oleh organisasi tersebut, dia juga diancam bahwa dia akan dibuang oleh organisasi dikarenakan sudah tak berguna lagi.
Sama seperti semua orang Luna juga ingin hidup panjang, karena itu ia tetap bertahan di pekerjaan kotor ini. Meskipun begitu ia pernah sekali berbicara dengan pria yang telah mengajaknya dulu.
"Maaf, tapi apa aku bisa berhenti dan hidup normal?" "Aku rasa pekerjaan ini tidak cocok untukku." ujar Luna kepada pria itu di ruangannya. Sontak pria itupun langsung menatapnya dengan tatapan yang mengerikan, bahkan dibalik wajah tenangnya itu ada hasrat membunuh yang besar disekitarnya.
"Alasan itu tidak cukup untukku. Lagipula setelah kau keluar dari organisasi ini, semua data dan kasus yang telah kau perbuat akan tersebar luas dan memudahkan polisi untuk menangkapmu, kau bisa saja dihukum mati, kau sadar akan hal itu kan?" mendengar pernyataan barusan Luna hanya bisa tertunduk tanpa bisa menyangkal nya.
Pria itupun akhirnya bangkit dari tempat duduknya dan mendekati Luna, ia pun akhirnya menatap Luna dan berbisik. "Kau tidak akan bisa hidup normal setelah menghabisi puluhan nyawa, bunga yang lahir di kegelapan hanya bisa tumbuh di kegelapan." pria itu lalu melewati Luna, dan hanya dengan itu saja mampu membuat Luna merinding ketakutan karena hasrat membunuhnya yang sangat besar, bahkan tenggorokan nya seakan tercekik dan tak mampu mengatakan apapun saat didepannya.
.
.
.
~𝘍𝘭𝘢𝘴𝘩𝘣𝘢𝘤𝘬 𝘰𝘧𝘧~
Kembali ke masa sekarang, setelah menceritakan masalalunya entah kenapa tanpa disadari Luna, air matanya telah jatuh membasahi pipinya. Dan Leo yang masih terikat hanya bisa terdiam menatap Luna, ia sebenarnya merasa simpati kepada Luna sekarang, ia tidak tau kenapa tapi menurut Leo, Luna begitu bukan karena keinginannya tapi karena dipaksakan oleh keadaan, setelah tangisan yang panjang itu akhirnya Luna berangsur-angsur membaik dan menyeka air matanya.
Leo pun akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. "Hey, kau baik-baik saja? Maaf sudah membuka luka lama mu.." tanya Leo khawatir.
"Aku baik-baik saja, bukan karena dirimu, aku bahkan tidak tau, kenapa aku bisa menangis? Padahal aku sudah berjanji untuk menutup perasaan ku ketika membunuh.." jawab Luna sambil berusaha tersenyum.
"Kalau kau menangis itu wajar, aku tau kau masih memiliki sisi manusia dibalik semua perlakuan selama ini" ucap Leo sembari tersenyum hangat, senyumannya sangat hangat, bahkan mampu menyentuh hati Luna yang dingin.
"Terimakasih ya, sudah mau menjawab pertanyaan terakhir ku.. Sekarang aku bisa mati dengan tenang" sambungnya sebelum akhirnya Leo menutup mata, dan pasrah akan takdirnya.
Luna pun perlahan mendekati Leo dengan pisau ditangannya, tapi bukannya digunakan untuk melukai Leo, Luna malah melepas ikatannya yang membelenggu Leo dengan pisau itu.
"Buka matamu." suara itu terdengar dingin tapi ada kelembutan didalamnya, Leo pun akhirnya membuka matanya, namun ia masih bingung kenapa Luna malah melepaskannya, ia pun akhirnya berdiri dan memeluk gadis itu erat, dan membuatnya terkejut.
"A-apa yang kau lakukan?" ucap Luna sambil sedikit memberontak, meski didalam hatinya ada rasa nyaman saat merasakan pelukan setelah sekian lama.
"Biarkan seperti ini, aku hanya kedinginan." ucap Leo, berbohong.
Tentu saja Luna langsung mendorong Leo hingga ia hampir jatuh kemudian menodongkan pisau ke arah Leo. "Bunuh aku dengan ini."
"Hah?" "Apa? Kenapa tiba-tiba? Aku tidak mengerti..." tanya Leo, keheranan.
"Kau tidak mendengarku? Cepat bunuh aku dengan pisau itu." "Aku hampir membunuhmu tadi, dan itu memang niat awalku, itu alasan yang cukup bukan untuk membenciku, dan membunuhku?" ujar Luna dengan sorot mata meyakinkan, dia terus memaksa Leo untuk membunuhnya, tapi tentu saja itu bukan hal mudah untuk Leo.
"Aku tidak mungkin melakukannya... Oh ya, kenapa kau melepaskan ku? Padahal kau hampir saja membunuhku.." tanya Leo dengan ekspresi yang sedikit suram.
"Aku tidak ingin melakukannya, hanya itu.. Jadi sekarang tolong kau bunuh aku sebagai gantinya." -Luna
"Sama sepertimu.. Aku tidak bisa melakukannya.." -Leo
"Why? Padahal dengan membunuhku kau bisa dapat hadiah besar dari pemerintah, bahkan kau akan dikenang sebagai pahlawan." -Luna
"Aku tidak butuh semua itu, prinsipku adalah tidak membiarkan seorangpun merasakan kejamnya dunia ini, meskipun orang itu adalah pembunuh.." -Leo
"Kurasa aku tidak akan menyesal soal ini.." "Oh ya.. Aku akan memberitahumu sesuatu yang lain.. Floryn Angressia, itulah namaku, jangan sampai lupa ya, Leo^^" setelah Luna mengatakan hal itu, ia pun menghunuskan pisau nya ke perutnya dengan cepat, lalu merobek lambungnya sendiri, itu ia lakukan dengan cepat, bahkan Leo pun tidak sempat menghentikannya. Darahnya mulai berceceran dilantai bangunan, tapi meskipun begitu Luna masih bisa berdiri tegak dan menatap Leo disaat terakhirnya, Leo pun hanya bisa menatap Luna dengan tatapan pasrah.
"Apa yang lakukan? Apa kau bodoh?" "Tunggu sebentar, aku akan mencari cara mengobati luka mu..!" Leo pun segera berlari untuk mencari bantuan, namun Luna menahan tangannya dan menatapnya lembut sambil menggelengkan kepalanya.
"Apapun yang kau usahakan saat ini.. Tidak akan merubah nasibku. Ini memang sudah takdirku." "Jangan menyusahkan dirimu sendiri.."
"Hiduplah dengan penuh kebanggaan, Leo." usai mengucapkan itu, Luna pun akhirnya terduduk dengan darah yang terus mengalir, hembusan nafasnya bahkan sudah tak teratur, dan Luna akhirnya menutup matanya dan menghembuskan nafas untuk yang terakhir kalinya.
"Aku tidak tau apa yang ada didalam pikiranmu, hingga kau memilih akhir hidupmu dengan bunuh diri, apakah ini pantas untuk seorang pembunuh sepertimu?" tanya Leo kepada tubuh Luna yang ada didepannya, Leo pun mulai menitikkan air mata karena ia sadar Luna tak akan menjawab pertanyaan nya, Leo akhirnya membusungkan dadanya dan menghela nafas panjang, ia lalu membawa tubuh Luna yang masih berlumuran darah, ia menggendong tubuh tanpa jiwa itu, menuju rumah sakit untuk mendapatkan pemakaman yang layak.
Tapi karena Luna adalah pembunuh bayaran yang dicari tentu saja tubuh Luna tidak langsung dikuburkan, mereka memeriksa tubuh Luna dulu dan memanggil polisi untuk menyelidiki bukti yang bisa didapat dari Luna.
Sejak hari itu, Leo pun mendapat hadiah uang tunai yang besar dari pemerintah serta namanya dicantumkan di museum sebagai bentuk penghormatan untuknya. Bahkan makam Luna saat ini sering dikunjungi para wisatawan. Makam Luna tertata rapih, dan dijaga ketat oleh pemerintah setempat.
.
.
.
Selang 3 tahun kemudian, Leo masih menjalani hari-harinya yang biasa dan hari ini ia memutuskan untuk pergi ke makam Luna, dan membawakan bunga Lily untuknya. "Selamat siang Floryn, bagaimana keadaanmu?" "Lihat kali ini aku membawa bunga Lily yang cantik sepertimu.. Hahaha apa kau kesepian? Aku janji Floryn aku akan datang lebih sering nanti" "Tidak terasa, sudah 3 tahun berlalu sejak kejadian itu.. Aku masih sering merindukanmu, aku tidak mengerti perasaan ku ini tapi... Apakah aku mencintaimu?" ujar Leo sambil mengusap batu nisan itu. Hatinya seperti tersayat melihat nya, ia terus menerus merindukan gadis itu setiap hari, dan ia hanya bisa menutupi perasaannya sendiri. Bulir-bulir air mata mulai jatuh, dan membasahi wajah itu, Leo pun menyeka air matanya, lalu menaruh bunga Lily itu diatas makamnya Luna, kemudian pergi dari sana. Meskipun Leo masih belum bisa melupakan Luna, tapi ia tetap menjalani hidupnya dengan baik, ia bahkan sangat dihormati oleh semua orang, entah kenapa sejak Luna mati kehidupan Leo berangsur-angsur membaik. Leo pun berjanji untuk melanjutkan hidupnya seperti yang Luna mau, ia jalani hari harinya dengan penuh senyuman, meski masih ada sedikit ketidak relaan dihatinya.
𝐁𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐂𝐞𝐫𝐩𝐞𝐧 𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐢𝐧𝐢? 𝐒𝐞𝐫𝐮 𝐠𝐚𝐤? 𝐈𝐧𝐢 𝐀𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤 𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐢𝐧𝐢 𝐬𝐞𝐧𝐝𝐢𝐫𝐢𝐚𝐧, 𝐚𝐝𝐚 𝐭𝐞𝐦𝐚𝐧 𝐀𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐧𝐭𝐮𝐢𝐧 𝐀𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐛𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐧𝐚𝐬𝐤𝐚𝐡, 𝐢𝐝𝐞𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐀𝐮𝐭𝐡𝐨𝐫 𝐬𝐢𝐡.. 𝐌𝐚𝐮 𝐭𝐚𝐮 𝐧𝐚𝐦𝐚 𝐚𝐤𝐮𝐧𝐧𝐲𝐚? 𝐍𝐚𝐦𝐚 𝐚𝐤𝐮𝐧𝐧𝐲𝐚 @rrzaa~ 𝐊𝐚𝐫𝐲𝐚 𝐝𝐢𝐚 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐬𝐞𝐫𝐮 𝐥𝐡𝐨, 𝐝𝐮𝐤𝐮𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐚 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐲𝐚?? 𝐎𝐤 𝐛𝐲𝐞 𝐛𝐲𝐞, 𝐦𝐚𝐚𝐟 𝐛𝐢𝐥𝐚 𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐭𝐚 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬𝐚𝐧 𝐲𝐚?