Pernahkan kamu mempunyai seseorang yang menjadi cinta pertamamu? tentunya semua orang pasti pernah mempunyainya, bahkan akupun juga. Cinta pertama itu seseorang yang pastinya memiliki tempat tersendiri di dalam hatimu, meskipun mungkin pada akhirnya tidak bisa bersama dan melanjutkan cerita bahagia hingga akhir hayat.
Aku adalah Ardan, seorang laki-laki yang berumur 20 tahun yang tidak pernah memiliki pengalaman dalam hal percintaan sama sekali. Selama 20 tahun aku hanya menghabiskan waktuku untuk bermain dan tentunya belajar di sekolah. Terkadang sesekali aku merasa penasaran bagaimana rasanya jatuh cinta pada seseorang. Teman-temanku bilang bahwa jatuh cinta itu indah jika menemukan dan bersama dengan orang yang tepat. Namun bisa menjadi petaka jika bersama dengan orang yang salah.
Seperti biasa, sore ini aku sedang duduk di pojok cafe langgananku sembari membaca buku komik favoriteku.
*kring!!* lonceng pintu cafe berbunyi, tanda ada seseorang yang masuk ke dalam cafe. Aku melirik sebentar,dan ternyata itu seorang perempuan dengan kemeja flanel kotak-kotak bewarna biru. Rambutnya hitam panjang dan tergerai dengan indahnya. Jangan lupakan tentang jepit pita sebagai aksesoris rambutnya agar tidak terkesan monoton.
Saat ku sedang termenung memperhatikannya, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahuku.
"Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanyanya dengan tatapan yang serius.
"Ti-tidak ada," ucapku gugup.
"Lalu kenapa kamu menatapku dengan seperti itu?"
"Karena kamu sangat manis," ucapku secara spontan.
Dia terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata apapun untuk menanggapi ucapanku tadi. Dia kemudian berbalik badan dan hendak pergi meninggalkanku, tetapi dengan cepat aku langsung menarik tangannya untuk menahannya pergi.
"Tu-tunggu!!"
"Ya? Apa ada hal lain?" tanyanya dengan ketus seperti sudah merasa muak denganku.
"Siapa namamu? aku ingin berkenalan denganmu."
"Lily."
"Nama yang indah."
"Lalu namamu siapa?"
"Namaku Ardan."
"Oh begitu.Kamu sedang membaca komik apa?" tanyanya melirik buku komik yang kubawa tadi.
"My prewedding."
"Ah ternyata komik romance, coba sesekali baca komik action pasti seru."
"Aku tidak suka action."
"Begitu rupanya."
"Ayo kita jadian dan menjadi sepasang kekasih."
"Kamu tidak sedang mabuk kan? Hahaha sangat lucu sekali ada seorang laki-laki yang menembak orang asing, apalagi orang itu baru dikenalnya."
"Aku waras kok, aku memang bersungguh-sungguh untuk menjadikanmu sebagai kekasihku."
"Aneh sekali," ucapnya mencelaku.
"Ya sudah kalau begitu kita coba saja bagaimana?"
"Maaf aku bukan bahan percobaan."
"Ya sudah mau tidak jadi kekasihku? Aku menyukaimu sejak pandangan pertama."
"Coba minta dengan benar, aku ingin mendengarmu menembakku."
"Aku malu ehehehe."
"Ayo semangat kak."
"Kamu mau tidak menjadi kekasihku?" pintaku dengan malu-malu.
"Enggak, enggak nolak maksudnya hahaha."
"Yesss, jadi kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih bukan?" tanyaku dengan mata yang berbinar-binar.
"Iya sayang."
"Hah? Oh iya ehehe, kamu ingin memesan apa? Biar aku yang traktir."
"Cappucinno dan oreo cake."
"Ternyata kamu suka oreo cake juga?"
"Iya, selain itu aku juga suka rasa matcha."
"Wah aku juga suka matcha, tidak kusangka ternyata kekasihku ini juga suka matcha dan oreo."
"Sepertinya kita akan menjadi sepasang kekasih yang hampir sefrekuensi deh."
"Kenapa hampir?" tanyaku terheran.
"Karena kamu tidak suka genre action sepertiku, jadi ya begitulah."
"Benar juga hahaha."
Setelah dari cafe, kami berdua memutuskan untuk berjalan-jalan di sebuah taman sembari berbincang tentang pribadi masing-masing sebagai upaya pendekatan. Jujur perasaanku masih biasa saja belum seperti seseorang yang sudah pacaran lama, dan bahkan aku sempat bingung bagaimana caranya mencari topik pembicaraan yang menarik untuknya. Sejauh ini menurutku, dia adalah perempuan yang sedikit cerewet dan sangat ceria.
"Tau tidak Ard, kalau aku kemarin habisa membeli sebuah lipstick tapi warnanya tidak cocok denganku uhh sangat menyebalkan."
"Memangnya mahal ya harganya sehingga membuatmu merasa kesal seperti itu?" tanyaku penasaran.
"Iya harganya lumayan, merknya Maybel."
"Oh itu memang harganya lumayan juga sih merk itu."
"Warnanya terlalu merah untukku yang memiliki kulit terlalu putih."
"Iya sih, kamu sangat putih jadi meskipun begitu ya tetap terlihat sangat cetar."
"Aku putih karena aku jarang keluar rumah, bahkan pernah libur selama 2 bulan aku tidak keluar dari rumah sama sekali."
"Buset, apa kamu tidak merasa bosan?"
"Tidak juga."
"Dasar vampire."
"Heh!! Apa kamu bilang?"
"Vampire wleee."
"Ku tabok nih."
Aku hanya tertawa melihat sikapnya yang makin menggemaskan saat merasa kesal seperti itu.
"Oh ya kamu kuliah apa kerja Ard?"
"Aku kerja sih, kalau kamu bagaimana?"
"Aku pengangguran karena kontrak kerjaku sudah habis."
"Oh begitu."
"Kamu kerja dimana?"
"Hanya di toko, lumayan sih sedikit santai tidak terlalu berat dan yang terpenting gajianku setiap hari Sabtu."
"Enak dong seminggu sekali."
"Iya, jadi kita bisa pergi kencan setiap malam minggu tanpa bingung memikirkan dana hahaha."
"Jangan terlalu boros Ard, ditabung juga untuk masa depanmu."
"Siap bu boss."
Hari demi hari telah berlalu dan kita berdua semakin dekat satu sama lain, bahkan kita berdua juga sudah mulai go publik di keluarga serta teman dekat. Setiap hari kita berdua selalu saling berkirim pesan dari pagi ke malam dan begitupun seterusnya, sampai tiba-tiba kita berdua sudah bertemu pada titik jenuh dan akhirnya kita berdua sering bertengkar karena masalah sepele.
"Apa sih Ard? Kenapa kamu jadi over posesif seperti ini?" tanyanya sedikit kesal.
"Mana ada begitu, aku biasa saja tuh!"
"Biasa saja bagaimana? Sikapmu itu terlihat sangat jelas kalau kamu tidak suka denganku jika sedang berbincang dengan laki-laki lain."
"Ya sudah terserah kamu sajalah inginnya bagaimana, aku pasrah."
"Maksud kamu, kita udahan aja begitu?"
"Entahlah aku lelah ingin pulang," ucapku yang perlahan melangkah pergi menjauh dari Lily.
"Ard, Ardan!!" teriaknya dari kejauhan.
Memang sikap jelekku selalu begitu setiap aku sudah merasa sangat kesal dengan suatu hal, belum lagi tempramenku yang belum bisa kujinakkan sehingga emosiku selalu meledak-ledak. Aku dan Lily sudah putus nyambung dan ini sudah 2 kali setelah aku mendapatkan pesan darinya di Pagi hari setelah aku bangun dari tidur.
Aku sedikit tidak percaya jika Lily sudah memblokir nomorku agar aku tidak bisa menghubunginya setelah dia memutuskanku di jam 3 pagi. Aku kemudian melanjutkan aktivitasku seperti biasanya seperti tidak terjadi apapun hingga beberapa hari kemudian aku mendengar kabar bahwa Lily sudah dilamar oleh oranga lain. Aku shock dan hampir menangis, dan untungnya masih bisa ku tahan sampai sebelum jam makan siang. Saat sore hari aku memutuskan untuk pergi ke taman untuk menenangkan diri.
"Ardan," panggil seseorang sembari berjalan ke arahku.
"Lily? Tanyaku sembari menatapnya dengan sendu.
"Kamu sendirian disini?"
"Iya, kamu kesini dengan siapa? Tunanganmu ya? Selamat ya semoga selu bahagia memulai lembaran yang baru."
Lily tertawa, "Apaan sih Ard? Aku belum tunangan karena aku masih ingin kuliah."
"Hah serius?"
"Iya, dan aku ingin berpamitan denganmu karena aku akan kembali ke kota asalku."
"Kenapa begitu?"
"Aku ingin mencari kerja disana."
"Oh begitu, see you on top."
"Iya," ucapnya memelukku.
Setelah pertemuan tersebut aku sudah tidak bisa melihat wajahnya yang manis itu. Kita hanya saling bertukar pesan melalui whatsapp meskipun semakin lama hubungan kita semakin renggang karena dia terlalu sibuk dengan kegiatannya. Beberapa bulan kemudian aku memutuskan untuk mengunjungi kota asalnya karena aku sudah sangat rindu dengannya. Tidak lupa aku membawa sebuah buket bunga mawar untuknya, akan tetapi saat sampai disana aku melihat dia berbincang dengan laki-laki lain dan tangannya digenggam oleh laki-laki tersebut.
"Ardan," ucapnya menatapku.
Seketika aku membuang bunga tersebut dan berlari menjauh darinya.
"Dasar brengseekkk!!!" teriakku sembari berlari dan tanpa sadar aku meneteskan air mataku.
Setelah itu aku memutuskan untuk pulang pada malam itu juga dan langsung menemui sahabatku setelah aku sampai dikotaku. Tidak terasa sudah 1 tahun lamanya sejak kejadian itu dan aku sudah berusaha untuk move on, tapi aku selalu saja tidak bisa karena aku masih menyayanginya. Sudah berbagai cara aku mencoba untuk melupakannya, tapi semakin keras aku mencoba justru aku akan semakin rindu dengannya. Perasaan untuknya saat ini masih sama dan karena itu aku memutuskan untuk menutup hatiku dengan rapat. Aku juga belum mau menerima cinta yang baru meskipun temanku menyarankan untuk cepat-cepat mencari pengganti Lily.
-Kamu adalah patah hati,
Yang tidak bisa aku benci
