Assalamualaikum..
Hai semuanya salam kenal, namaku Agatha yang baru belajar menulis, semoga cerita yang saya tulis ini bisa menghibur kalian. Jika ingin membaca cerita novel remaja boleh tap profilku ya.
Dan ini karya cerpen saya dibuat untuk mengikuti Challenge di GC Ruang Author.
Terimakasih buat para Team GC Ruang Author Kak HK, Kak Yosh, Kak Dew, Kak Moon, Kak Bella, dan semua member.
Juga teman menulisku Kak Yuna, Om Naufal dan Kak HS.
Salam bahagia penuh cerita, 😎Agatha😎.
Ehhq
Ehhq
"Apa sih itu, batuk om?" sapaku pada seseorang di dalam grup chat, karena chat yang dia kirim sebagai balasan menurutku aneh.
Tak ada jawaban malam itu, aku di kacangin lagi dan lagi, dia hanya mengirim emot favoritnya.
Di kemudian hari kita semakin sering bertemu, saling bertegur sapa, bahkan Dia memanggilku Abang, beh.. Mak jleb rasanya, ngena banget, panggilan pedas sekali.
Karena aku cewek, masa di panggil Abang sama dia, ngeselin banget, seketika aku menangis, "Hiks hiks hiks, Aku kan cewek, kok di panggil Abang sih,"
"Lah, kamu panggil aku Om," jawabnya tenang.
"Lah, kan cowok, ya. Aku panggil Om dong,"
"Padahal udah dibilang aku cewek dari kemaren, masih aja di panggil Abang,"
"Ahaha, sorry ya. Aku kira kamu cowok, Soalnya nama kamu kaya cowok sih,"
"Dari mananya yang cowok coba! 'Sani', kan nama cewek Om,"
"Iya iya sorry, Profil kamu cowok tuh, jadi kukira kamu cowok,"
"Astaghfirullah, jangan panggil aku Abang mulai sekarang,"
"Ok." jawabnya singkat dan mengakhiri obrolan kita di chat.
Namanya Son pria tampan, pendiam, dewasa, Baik, tinggi, dan ramah juga berkarisma tinggi dan berkulit putih.
Pertemuan awal kita berakhir sampai disini, hari berikutnya kita lebih sering bertemu di berbagai tempat, waktu beli jajan atau pun nongkrong bareng teman yang lain.
Aku tak berani menyapanya, sosoknya yang simple tidak banyak bicara dan tenang, membuatku ragu untuk menyapanya dan hanya mengamati saja.
Besoknya, aku jadi lebih sering bertemu denganya di berbagai tempat lagi, entah ada angin apa seketika aku menyapanya, "Om, ketemu lagi,"
"Ahaha," tawa tipis di bibirnya sebagai jawaban atas sapaanku.
Teman yang lain ikut bertanya kepadaku, "Ada apa Sani?"
"Nggak ada apa-apa kok, hanya sering bertemu denganya saja,"
"Ohh, ku kira kenapa tadi Sani? Ya, udah kalo gitu."
Setelah teman yang lain pergi Dia meluncurkan sebuah kata, "Jangan panggil aku Om, aku bukan Om-Om,"
"Lah, jangan panggil aku Abang juga, aku cewek bukan Abang tukang bakso huh," balasku sedikit kesal.
"Ahaha, panggil saja aku Son," tawa kecil dibibirnya membuatku tersipu dan mulai penasaran, "Son. Lengkapnya siapa?"
"Private." jawaban singkatnya mengakhiri obrolan kita.
Hari demi hari kita berdua semakin akrab, bisa dibilang kita sudah menjadi teman, kita lebih sering bertegur sapa, sampai pada titik dia memanggilku, "Mommy"
"Hah, kenapa memanggilku Mommy?" tanyaku kaget dengan panggilan darinya.
"Itu panggilan spesial buat kamu." dia menjawab setenang itu astaghfirullah.. Meleleh hati ini seketika.
Besoknya kita menjadi lebih akrab, tanpa tau perasan masing-masing, bercanda ketika bertemu, bertukar kata, bertukar cerita, apa yang mau Dia lakukan, Dia kerjakan, Dia katakan padaku terlebih dulu.
Aku suka ketika dia datang kepadaku lalu mengadu dan bercerita tentang lelahnya hari ini. Selalu bercerita tentang bahagia dan sedihnya setiap waktu yang Dia lewati, itu membuatku merasa akulah satu-satunya dan aku bahagia akan hal itu!!
Dia bahkan memanjakanku lebih dari yang aku kira, selalu membantuku, menolongku, yang suka bikin kesalahan dan kerusuhan ini.
Aku yang labil bertemu sosoknya yang dewasa rasanya sangat nyaman sekali, aku terlalu bahagia dan merasa Dia miliku seutuhnya tanpa terkecuali.
Sikapku semakin menjadi-jadi tanpa terkendali dan berlebihan, Dia tetap sabar menemaniku, memanjakanku dan membantuku.
Aku mulai merasa aneh, ''Mulai sekarang jangan panggil aku Mommy lagi!" kataku.
Son mendengar itu lalu bertanya, "Kenapa?"
"Geli aku lama-lama,"
"Ok"
"Panggil aku kaka saja"
"Dihh, kenapa gitu?"
"Keren tau, di panggil kaka,"
"Ohh..."
Ternyata hari berikutnya ketika bertemu ditempat lain Son tidak memanggilku Kaka, melainkan panggilan lain.
Pagi hari yang sangat cerah aku datang berkunjung kerumah teman, disana aku bertemu teman yang lain juga, dan ternyata Son juga ada disana, dia memberikan jajan pada seorang cewek, aku tau cewek itu tapi tidak mengenalnya.
Aku pun ikut makan jajan yang di sediakan, sambil berbincang bersama yang lain bersama Son juga.
Entah kenapa? aku meledak marah tidak terbendung lagi, ketika melihat cewek itu terus mendesak Son, meminta jajan lagi, padahal kan bisa ambil sendiri atau beli sendiri.
Aku mulai marah dan berkata kasar, lalu pergi meninggalkan mereka yang masih asik berbincang. Aku kembali kerumahku sendiri, tidak tau kenapa Dia ikut menyusulku dan meninggalkan cewek itu.
Aku yang masih marah bersikap jutek padanya, ceramah tidak karuan, biasa lah betina kan begitu kalau ngambek.
Dia hanya tersenyum dan berkata, "Yang tadi itu, Maaf, tidak akan terulang lagi."
Aku masih menceramahinya banyak-banyak, masih protes saja padahal hari sudah silih berganti, dan ternyata dia tidak menyukai itu, salahnya aku tidak paham akan hal itu.
Karena rasa berlebihan yang aku rasakan, keegoisan yang memuncak ke ubun-ubun membuatku gelap mata dan terus bersikap kasar kepada Son.
Tindakanku membuat Son lebih pendiam, dan tidak bertegur sapa dengan teman yang lain lagi, hanya sebuah senyuman, jurus yang selalu Son keluarkan setiap kali ada teman yang menyapanya.
Bodohnya aku masih mengungkit kejadian itu, padahal Son sudah menjelaskan masalah kemaren jangan di ungkit lagi di hari berikutnya dia tidak suka, ketika sedang berbincang ada teman yang meminta jajan padanya, aku menatapnya penuh tanya?
"Jangan salah paham, dia pengen dapat jajan seperti Kak Sani, dan aku sudah janji akan memberinya," jelasnya yang melihat tatapan dariku.
"Siapa lagi?"
"Nggak ada. Hanya dia saja."
"Ok" jawabku tersipu malu, dan pergi meninggalkan Son begitu saja.
Kebodohanku terulang lagi, besoknya aku masih membahas perihal kejadian dirumah teman kemaren, sifatku yang bar-bar, seenaknya sendiri dan egois, membuat Son berubah, entah apa ... ?
Kita jadi jarang bertemu, Aku mulai resah karena rindu akan sesuatu, dan masalah lain pun muncul. Temanku pergi begitu saja, aku merasa kecewa dan lupa daratan, sehingga membuat kesalahan lain yang tidak aku sadari.
Seminggu kemudian Son datang berkunjung kerumah dengan wajah yang tidak baik-baik saja, "Hai Son, kamu kemana saja aku kesepian tau. Kenapa jarang main sih?" sapaku ketika membuka pintu rumah, melihat wajahnya yang mulai bosan akan sesuatu.
"Gak kemana-mana kok, btw aku mulai malas main nih," jawab Son.
"Kenapa? apa karena sikapku yang berlebihan,"
"Bukan. Entah kenapa malas aja,"
"Punya tempat main lain?"
"Nggak."
Singkat dan jelas, jawaban itu mengakhiri obrolan kita sore itu, dan Son pun langsung pulang.
Hari-hari aku lalui seperti biasa tanpa berfikir bahwa suatu hari yang pahit akan datang.
Malam itu kita bertemu lagi ditempat main yang sama, dia membawa jajan favoritku sedangkan aku sudah membelinya, aku tertawa karena jajanya double, "Maaf. Nggak tau kalau kamu sudah beli," ucapnya sambil tersenyum tipis.
"Ah, nggak apa-apa, besok aja kamu yang beli ya. Son."
"Ok."
Son mulai bercerita tentang kesibukanya, usahanya, dan meminta maaf karena tidak bisa membantuku beberapa hari kemaren. Ketika Son tengah bercerita dengan nyaman aku justru melontarkan pertanyaan yang sudah sangat jelas jawabanya, dan itu membuat Son, mulai malas melanjutkan ceritanya dan berakhir dengan diam, lalu pulang begitu saja.
Kesalahan berulang yang kulakuan tanpa aku sadari sebelumnya.
Aku merasa bahagia malam itu, karena Son kembali dengan sikapnya yang peduli dan perhatian padaku,tanpa menyadari satu hal.
Hari berikutnya ketika Aku bertemu ditempat kerjanya, Son sedang berbincang dengan teman kerjanya, aku hanya diam menyimak.
Son pun melambaikan tanganya memanggilku, aku pun berjalan datang menghampirinya, "Sani. Maaf, kamu harus cari penggantiku,"
Deg
Deg
Deg
Jeduaarrr
Bagai tersambar petir di derasnya air hujan.
"Kenapa kamu bilang begitu?"
"Aku, akan pergi dalam waktu yang cukup lama, jadi aku mau pamit Sani,"
"Ok, jangan pamit disini, pulang saja dulu kerumah, yuk!" ajak ku pulang karena hatiku mulai kacau dan ingin dengar penjelasan darinya.
Sesampainya dirumah, Son pun menjelaskan alasanya. Dan aku berusaha tegar berusaha berlapang dada, jika dia ingin pergi ya biarkan saja pergi tidak perlu ditahan, itu yang aku pikirkan saat itu. Dan Son pun kembali pulang.
Malamnya Son mengirim pesan, sekuat tenaga aku mengabaikanya, aku memutuskan melupakanya dan tidak ingin menjadi batu sandungan dalam hidupnya lagi. Sampai pagi aku pun masih mengabaikan pesan yang Son kirim, sejujurnya sudah aku baca hanya saja tidak ku balas.
Air mataku berlinang membanjiri pipiku kesedihan yang kurasakan karena kepergianya.
Keputusanku ternyata salah besar dan membuatku menyesal untuk yang kesekian kalinya, pagi itu Son mencariku dia bertanya kepada teman kerjaku, "Sani, masih sibuk?"
"Mungkin," jawab teman kerjaku.
"Pantas, gak di balas-balas pesanku,"
Aku mendengar semuanya, karena aku sedang bersembunyi dibalik pintu.
Hari pun berlalu dan Son telah pergi, benar telah pergi tanpa kabar lagi, dan aku menyadari satu hal yaitu penyesalan.
Sebuah rasa sakit, rasa patah hati, rasa kecewa, rasa sedih yang kurasakan, kini hanya kenangan tentangnya yang bisa ku ingat,"Sani, Baca ini!" titah Son yang datang menghampiri.
"Hmm, ini?" Tanyaku, ''Ya, bacalah," tambah Son.
"Aku suka kamu"
"Aku juga suka kamu" balas Son tenang.
"Hilih, setay halal lah aku,"
"Wkwkwk, iya. Yuk pulang! teman yang lain udah nungguin."
Kisah kita hebat ya, Son. Tidak berdebat namun Tamat.
Quotes
Di dunia ini manusia yang paling harus kamu sayangi adalah dirimu sendiri. Surga belum jelas, amal masih kurang, ibadah sering lalai, omongan gak dijaga/kotor, suka banget nunda sholat, dan akrab dengan rasa malas.
Ingat!!!
Tidak ada proses yang mudah untuk tujuan yang lebih indah.
Tetap fokus pada tujuan, karena masih fokus pada zona berjuang.
Takdir milik Allah, tapi do'a dan usaha milik kita.
Terimakasih.