Dunia di kala senja. Segalanya jadi terlihat indah. Sang mentari selalu terbenam di ufuk barat. Memberikan warna baru di langit yang cerah, sang mentari membawa pesan untuk kita, tentang cerita sebuah kehidupan. Dimana selalu ada cinta, ada perih, ada pedih, dan kebahagiaan.
Stella duduk di ruang tv apartemennya. Kedua manik mata terus menatap langit kearah cahaya yang kian tenggelam. Satu tangannya terus menggenggam benda pipih. Sudah beberapa kali ia mencoba menghubungi suaminya namun tidak diangkat-angkat juga. Sejak pagi hingga menjelang malam, suaminya Kevin benar-benar tidak memberikan kabar apa-apa.
"Kenapa akhir-akhir ini dia jarang sekali memberikan kabar ?? Apa ada pasien yang mau operasi lagi...??" wajah Stella kian merenggut. Suaminya Kevin adalah seorang dokter bedah. Sudah selama sebulan ini Kevin tengah sibuk di rumah sakit, sampai-sampai jarang pulang.
"Bu..., bibi pulang dulu ya Bu, semua pekerjaan sudah selesai bibi bereskan hari ini." ujar bi Ijah asisten rumah tangga Stella dan Kevin. Bi Ijah sudah dua tahun bekerja harian di apartemen mereka.
Stella dan Kevin adalah pasangan suami-isteri muda yang baru menjalani pernikahan mereka selama dua tahun. Mereka berdua sama-sama bekerja, profesi Kevin adalah seorang dokter muda di rumah sakit ternama di Jakarta. Sedangkan Stella hanya bekerja sebagai karyawan biasa di sebuah perusahaan jasa otomotif.
Seperti biasa, sebagai majikan yang baik, Stella mengantarkan bi Ijah ke bawah ke lobby apartemennya, tidak lupa juga ia memberikan sekantong sembako berisi minyak, tepung, dan gula kepada bi Ijah.
Namun sebelum bi Ijah hendak pergi, tiba-tiba bi Ijah memegang tangan Stella dan menatapnya sendu. "Maaf ya Bu Stella, bukannya bibi berpikiran negatif sama bapak. Tapi sudah sejak seminggu yang lalu perasaan bibi gak tenang."
"Loh...?? Gak tenang bagaiman Bi..??" tanya Stella yang bingung melihat tatapan mata bi Ijah. Seolah merasa prihatin kepadanya.
Sebelum berbicara lebih lanjut, bi Ijah menengok ke kanan dan ke kiri. Lalu mencondongkan tubuhnya, ia hendak berbisik pada Stella sang majikan. "Seminggu yang lalu, bibi menemukan jejak lipstik di kerah kanan bapak. Tercium juga wangi parfum wanita, tapi itu bukan punya ibu..., bibi yakin itu wangi parfum wanita, baunya kayak kembang tujuh rupa." bisik bi Ijah.
Kata-kata bi Ijah membuat Stella tersentak dari pijakannya. Hatinya menjadi syok. Selama ini memang dia sudah curiga, namun tidak mau berpikiran negatif pada suami yang dia cintai.
"Eh..?? Maksud bibi suami saya berselingkuh gitu...!!" celetuk Stella. Mengerenyitkan dahi.
"Ma....Maaf ya Bu, bukannya bibi mau ikut campur prahara rumah tangga ibu dan bapak, hanya saja bibi merasa kasihan sama bu Stella, habis hampir tiap hari bu Stella suka mengeluh ke bibi soal bapak yang jarang pulang dan selalu sibuk diakhir pekan, kebetulan bibi juga suka nonton sinetron sama berita perselingkuhan di sosmed. Makanya bibi kepikiran soal bapak yang jarang pulang." Bi Ijah mengungkapkan semua uneg-unegnya.
"Sudahlah Bi...., terlalu lebay ah..., Mas Kevin gak mungkin selingkuh. Mas Kevin itu setia, dia bukan tipe cowok genit kok. Sebelum menikah, Stella sudah bertahun-tahun kenal Kevin..." ucap Stella membela suaminya.
"Ya....., semoga saja firasat bibi salah. Ya sudah Bu Stella, bibi pamit pulang dulu ya." Bi Ijah pamit, ia duduk di atas ojek yang sudah datang menjemput.
"Hati-hati ya bi...." Stella melambaikan tangan.
Sejenak ia diam, dan terus menatap ke arah jalanan. "Sudah pasti dia sibuk dengan karir kedokterannya kan." Stella bergumam lirih. Berusaha menghempaskan rasa cemas yang tiba-tiba muncul.
Selama menunggu kepulangan suaminya di apartemen yang gelap dan sepi. Rasa cemas dan khawatir terus menghampiri, Stella, ia jadi mengingat sikap dingin Kevin pada dirinya akhir-akhir ini. Stella berusaha mengingat lagi. Sejak kapan sikap suaminya mulai berubah, pasti ada pemicunya. Selama menikah semua baik-baik saja. Tidak ada pertengkaran. Kalaupun masalah anak, mereka memang sengaja menunda selama tiga tahun, demi perjalanan karir sang suami. Walaupun Stella sebenarnya sangat ingin memiliki anak seperti para sahabatnya.
Setelah menikah dengan Kevin, banyak hal yang telah Stella korbankan demi mendukung karir sang suami. Stella tidak pernah mau bekerja lembur ataupun tugas dinas keluar kota. Itu semua dia lakukan demi melayani suaminya. Ada banyak kesempatan karir yang di korbankan Stella, itu semua ia lakukan demi menyenangkan hati suaminya.
.
.
"Cekrek...."
Pukul tengah malam, akhirnya Kevin pulang. Waktu menunjukkan pukul satu dini hari. Stella langsung datang menghampiri, wajahnya menunjukkan kemarahan. "Mas...!! Kenapa baru pulang jam segini?! Kenapa juga tidak memberikan kabar padaku, balas pesanku apa susahnya sih...!!" ucap Stella ketus.
Kevin terdiam sejenak, wajahnya terlihat syok. "Ada apa sayang...?? Aku capek habis operasi dua pasien, kenapa juga jam segini kamu belum tidur...??" tanya Kevin, wajahnya terlihat panik. Jarang sekali Stella tiba-tiba bersikap ketus padanya.
"Jawab aku dulu mas...!!!" ucapnya singkat, sambil berkacak pinggang.
Air wajah Kevin berubah suram, dahinya mengkerut dan menatap sinis istrinya. "Aku capek..., bahas besok pagi saja." Kevin tidak kalah ketus.
Tanpa mempedulikan istrinya, Kevin segera berjalan cepat menuju ke kamar tidur utama. Badannya lengket dan penuh keringat. Kevin cepat-cepat masuk ke kamar mandi dan melakukan ritual bebersih diri. Air shower keluar dengan deras, lalu membasahi seluruh tubuhnya. Kevin dengan santai menggosok seluruh badan dengan sabun, berlama-lama didalam sana. Dalam hati ia terus berharap, sang istri sudah tidur karena lelah menunggu dirinya yang sedang mandi.
.
.
"Cekrek..."
Kevin keluar dari kamar mandi, menggunakan baju tidur, sambil menggosok rambut yang masih sedikit basah, dengan selembar handuk.
"Stella...!!" kejut Kevin, ia melihat sang istri sedang menangis, sambil menggenggam benda pipih ditangannya.
Tanpa berkata apapun, Stella langsung memperlihatkan sebuah bukti foto di hp-nya. Seorang wanita yang tidak asing, mengirimkan sebuah foto kebersamaan bersama suaminya di atas ranjang. Foto mereka begitu mesra, layaknya seperti pasangan suami-isteri yang sedang honeymoon.
Tangan Stella gemetaran saat memperlihatkan bukti foto itu pada suaminya. Hatinya patah dan hancur berkeping-keping. Tidak disangka sang suami telah tega bermain api dengan sahabatnya sendiri.
"Plak...!!" sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Kevin.
Rasa perih dan pedih di pipi itu langsung menjalar hingga merasuk ke dalam jiwa. Stella menatap suaminya dengan sorot mata kebencian. Pria yang selama ini ia puja dan ia sayang melebihi dirinya sendiri, telah tega mengkhianatinya dengan cara yang kejam.
"Tunggu Stella...!! Aku bisa jelaskan...!!" teriak Kevin sambil menahan kedua tangan istrinya yang hendak memasukan baju-bajunya ke dalam koper.
Kevin terus membela dirinya, Stella tidak mengucapkan sepatah katapun. Ia terus menggelengkan kepala, dan menepis kasar tangan Kevin yang terus meraih lengannya.
Untuk pertama kalinya dalam pernikahan mereka, terjadilah sebuah keributan hebat sampai membangunkan para tetangga. Pada dini hari, tepatnya jam tiga pagi, Stella pergi meninggalkan suaminya. Ia melajukan mobilnya, melewati jalanan yang masih sepi. Stella pergi tanpa tujuan, bukan ke rumah orangtuanya, bukan ke rumah sahabatnya, Stella memilih menyendiri di sebuah tempat yang tenang. Untuk beberapa saat Stella bersembunyi sambil membalut hatinya yang patah.
.
.
Waktu mengalun begitu saja. Akhirnya Stella dan Kevin memilih bercerai. Mereka bertemu kembali di ruang pengadilan. Sebelum sidang perceraian ini dilakukan. Kevin terus datang menemui Stella, memohon sambil berlutut dan meminta maaf, kepada Stella dan kedua mantan mertuanya.
Namun Stella tidak bergeming, ia tetap bersikukuh untuk bercerai dari suami yang baru dinikahi selama dua tahun itu. Bersyukur sekali mereka belum punya anak. Pembagian harta jadi tidak sulit di urus. Kevin sebagai suami yang telah berselingkuh, harus membayar denda pada Stella. Habis sudah tabungan yang ia miliki untuk membeli rumah. Stella tidak lagi peduli pada pria yang kini sudah sah menjadi mantan suaminya.
.
.
POV Stella.
"Hingga sekarang air mata ini tidak bisa berhenti mengalir, terus saja berjatuhan hingga tiada jeda. Mau mempertahankan bagaimana..., kalau buah cinta mereka sedang bertumbuh."
"Kevin, mantan yang ku kasihi untuk sekian waktu. Maaf..., Aku sudah tidak bisa lagi mempertahankan mu hingga kapanpun. Dua orang telah menanti kepulangan mu, mereka akan mengasihi kamu dengan lebih banyak cinta."
"Meski aku harus jatuh ke lubang kepiluan ini, kenyataan menyakitkan yang terjadi dulu, tidak akan pernah berlalu dalam hidupku. Kenangan kita terus meluap jatuh dibawa air mata ini, layaknya sungai yang takkan bisa mengering."
"Bye..., Kevin."
. The End
Halo aku Lukalama.
Aku mempunyai hobi yang sama seperti orang-orang pada umumnya. Aku suka baca cerita cinta, nonton drama korea, dan kulineran. Karena aku seorang introvert aku sulit mengungkapkan kata-kata secara langsung, aku lebih suka menyimpannya sendiri di dalam hati dan pikiranku. Tapi ternyata menuliskan kata-kata itu lebih menyenangkan di banding memendamnya sendiri.
Semua orang pasti pernah patah hati.
"Ketika patah hati, biarkan waktu menjadi obat penyembuh."
Kata-kata itu benar adanya. Waktu membawa kita berkelana ketempat lain, mencari sebuah ketenangan bagi jiwa yang terasa panas, waktu juga perlahan-lahan membuang lukalama yang terpendam di hati.
Aku mendedikasikan cerpen ini untuk Challenge Membuat Cerpen bersama Ruang Author.
Terima kasih sudah membaca tulisanku.
Salam cinta,
Lukalama.