Bunga sebelum mekar hanya lah kuncup, pohon sebelum tumbuh hanya lah benih, semua itu butuh proses lama waktunya tergantung bagaimana kita menjalaninya. Terkadang rasa resah mampir, resah akan masa depan yang belum kita tahu resah akan masa lalu yang belum bisa terlepas. Adelyn nama yang berarti kebebasan, mungkin ada yang salah antara Aku dan nama itu nyata nya Aku masih terbelenggu dalam resah.
Sepuluh tahun lalu..
*Plaakkk!!
“Kalau kasih jawaban tuh yang bener!” Marah Yuni teman sekelas ku lebih tepatnya Aku hanya lah alat untuk mendapatkan nilai bagi mereka. Meski pulang dengan pipi yang memar tidak ada siapa pun yang peduli, memang nya di rumah ini ada siapa hanya Aku dan keheningan.
Perceraian orang tua ku membuat Aku si gadis desa ini harus pindah ke kota besar, dengan budaya yang jauh bertolak belakang dengan situasi dan keadaan yang jauh dari kata baik. Aku pindah bersama ayah sementara kakak dengan ibu, semua nya berjalan biasa-biasa saja untuk ku sampai ayah membawa seseorang yang memperkenalkan diri nya sebagai calon ibu ku.
“Adelyn gak setuju!” Ucap ku langsung di depan muka ayah. “Kenapa? Tante Tantri baik kok, kamu pasti nyaman.” Ayah terus berusaha membujuk nya nyata nya saat itu Aku resah. Aku takut kasih sayang ayah akan terbagi dan kamu tahu apa bagian terbaik nya? Ketakutan ku menjadi kenyataan dan inilah awal semua nya di mulai.
Setelah lulus Tante Tantri memasukkan ku ke sekolah yang cukup elit tentu Aku yang dari desa ini cukup kewalahan dalam mengejar materi dan saat itu Tante Tantri untuk pertama kali nya membentak ku.
“Dasar anak gak guna!! Seenggaknya walau fisik kamu buruk otak kamu encer, mau jadi apa kamu!!” Bentakan keras itu berhasil masuk ke dalam lubuk hati ku yang paling dalam rasa nya benar-benar menyakitkan. Kata-kata Tante Tantri pun ku jadikan motivasi untuk terus berusaha mengejar ketinggalannya hingga Aku berhasil mencapai nilai yang memuaskan namun tidak sampai di situ.
“Baru juga dapat rangking udah belagu!” Ku pikir nilai yang bagus bisa menjadi jembatan untuk menjadi jauh lebih baik lagi namun ternyata Aku salah. Sejak saat itu mereka menggapku hanya sebagai sarana untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Aku terus berusaha mengikuti standar mereka tapi sepertinya takdir memang tidak pernah berpihak padaku. Aku menyusuri jalan untuk pulang ke rumah sore itu rasanya benar-benar hampa tanpa satu patah kata yang ku ucap. Di sebrang jalan Aku melihat sebuah toko yang menjual berbagai macam tanaman, tak ada salah nya untuk melihat bukan. Lagi pula tidak ada siapa pun yang menunggu Aku pulang.
“Mau cari apa dek?” Tanya bapak penjaga toko. “Oh enggak pak saya Cuma mau lihat-lihat,” jawab ku membuat si bapak tersenyum. Merasa sudah cukup puas melihat Aku berjalan pulang namun baru ku melangkah bapak itu memanggil ku.
“Ini buat Adek nya, di tanam ya dek.” Bapak itu tersenyum seraya memberikan sebuah benih tanaman pada ku, Aku tidak tahu jenis tanaman ini tapi Aku menerima niat baik bapak itu.
....
Sampai rumah Aku membuka pintu, pemandangan yang cukup asing dengan orang yang familier. Kakak ku Della yang tak pernah Akur dengan ku datang.
“Oh udah pulang? Bikinin makan buat Gue dong paper nih.” Aku tersentak, memang sebelumnya pun begini tak ada sehari di mana Della tidak menjadi kan ku suruhan nya.
“Gue capek kak, baru pulang.” Aku pergi ke kamar ku begitu saja dengan ekspresi Della yang tidak enak di pandang.
*Tok..tokkk!!
“Belagu banget Lo jadi Adek!! Lo enak tinggal sama ayah berkecukupan, sekolah di tempat elit Lo gak tahu rasa nya jadi Gue!” Della terus berteriak di balik pintu kamar ku. Aku hanya bisa menghiraukan nya lagi pula jika di balas pun malah akan terjadi hal yang lebih merepotkan lagi.
Hari-hari pun berlalu dengan Della yang ikut tinggal bersama kami karna ibu tinggal berdua dengan suami barunya. Benih yang waktu itu Aku dapat pun sudah ku tanam di pot dan ku taruh di luar jendela kamar ku.
Aku belajar, mengerjakan pekerjaan rumah, menjadi suruhan Della dan masih banyak lagi. Terkadang Aku berpikir mungkin di luar sana jauh lebih banyak orang seperti ku bahkan lebih parah. Mungkin dongeng tentang Cinderella memang ada, menunggu datang nya pengeran tampan yang akan menyelamatkan mu dari mimpi buruk.
Benih yang ku tanam tumbuh dengan baik, setiap hari selalu ada hal menarik yang ku lihat saat memperhatikan proses nya.
Namun Aku salah Aku bukan lah Cinderella, tidak akan ada pangeran yang menyelamatkan ku mau berapa lama pun Aku menunggu. Setiap malam Aku selalu berpikir akan jadi apa Aku di masa depan, siapa yang akan bersama ku ke depan nya.
Waktu berlalu begitu cepat, Aku memutuskan untuk kuliah di luar kota jauh dari orang-orang itu, membuka lembaran baru dalam hidup ku. Bukan berusaha menjadi standar orang lain namun bertahan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang Aku punya.
“Maksud Lo apa mau kuliah di luar?! Udah lah Lyn Lo tuh gak bisa jadi apa-apa!! Hidup Lo kurang berat gak kayak Gue,” ucap Della tiba-tiba setelah seenaknya masuk ke kamar ku.
“Emang Lo tahu apa?! Jangan pikir Cuma hidup Lo yang berat!! Gue gak bisa jadi Lo, Lo juga gak bisa jadi Gue, stop bandingin kehidupan Lo sama Gue kak.”untuk pertama kali nya Aku semarah ini untuk pertama kali nya Aku berani membalas perkataan Della.
*Plakkk!!! Della menampar Ku begitu keras, hingga ayah dan Tante Tantri datang saat itu. Aku tak menyangka Tante Tantri langsung datang pada ku dengan raut wajah khawatir, persis raut wajah seorang ibu yang mengkhawatirkan anak nya.
Setelah hari itu Aku resmi meninggalkan rumah, bertahun-tahun Aku menjadi anak perantauan. Sukses? Tentu saja belum terkadang Aku masih resah oleh masa lalu yang masih menyelimuti hingga saat ini.
Pohon yang ku tanam waktu itu ku tinggalkan di rumah. Saat matahari tenggelam Aku berpikir apa ini saat nya untuk pulang ke rumah? Seperti apa keadaan rumah yang sekarang. Dengan keberanian yang ku punya Aku kembali menginjakkan kaki di rumah ini, tempat semua nya di mulai.
*Tokkk..tokkk...
“Assalamualaikum.” Tak lama setelah pintu di buka seseorang memeluk ku hangat, benar Tante Tantri yang dulu ku pikir sangat kejam ternyata tidak seburuk itu.
Aku berbincang sedikit dengan Tante Tantri dan ayah, menceritakan keseharian ku, menanyakan kabar dan lain-lain. Sampai seseorang kembali memencet bel, Aku membukakan pintu dan betapa terkejutnya Aku melihat Della bersama dengan seorang laki-laki dengan anak kecil dalam gendongan nya Aku tersenyum menyambut mereka.
Tiba-tiba tangis Della pecah saat melihat ku ia memeluk erat seraya mengucap maaf berkali-kali. “Maafin Gue, hiks..” mendengar isakan Della tangis ku ikut pecah.
Waktu sudah menunjukkan sore hari, senja yang amat begitu indah Della mengajak ku pergi ke kamar ku dan sekali lagi Aku terkejut, benih yang dulu nya ku tanam mungkin memang sudah mati namun kini tak hanya satu melainkan puluhan bunga yang mekar dengan indah nya.
Di terpa angin sore yang sangat menenangkan. “Bunga-bunga itu Gue tanam dari hasil benih tanaman yang Lo tanam waktu itu.” Aku tersenyum mendengar kata-kata Della seraya menggenggam tangan nya kami menyaksikan senja yang menuju pada malam.
Aku menyadari bahwa sampai kapan pun Aku tidak bisa menjadi orang lain, keresahan yang ku rasakan hanyalah merupakan bukti dari pikiran ku yang masih berantakan. Percayalah hidupku tak semudah yang kamu bayangkan dan tidak seberat dan sepahit yang Aku rasakan.
Begitu juga kamu jadi percaya diri lah dengan diri mu apa adanya perbaiki lah semua yang perlu kamu perbaiki kemudian mekarlah dengan hati yang penuh kebebasan..
-Alifa Fitria Nandita..