Namaku Almira Ainun Alfar, orang sering memanggilku Mira. Aku menyandang nama besar Ayahku, Andreas Abimanyu Alfar, Sang Pemilik perusahaan CB Alfar Group yang telah Go Internasional.
Aku bangga pada Ayahku meskipun demikian, Ayahku selalu rendah hati pada semua orang tanpa terkecuali. Aku sekolah di SMA YBI, salah satu sekolah elite di kotaku.
Hari ini Aku sekolah seperti biasa, Aku datang lebih pagi karena ingin menyendiri. Sembari memutar lagu kesukaan, Aku mulai terlelap tidur di atas bangku.
"DOR!" suara seseorang mengagetkanku. Hampir saja ku lempar Hp ditanganku karena sangat kaget.
"Lo?!" Aku berteriak padanya dengan tatapan hororku.
"Hehe, maaf!" ucapnya sembari terkekeh.
Aku tak menjawabnya, Aku segera membanting tubuhku dan duduk kembali.
Dia adalah sahabatku, Hana Nur Afifah. Aku sering memanggilnya Ana, dia sahabat yang selalu usil padaku. Tapi dia baik, dan aku hanya menerima Dia menjadi sahabat dekatku.
Aku pura-pura menghiraukan Hana, untuk membalas ke usilannya padaku.
"Mir ... Maafin dong! Jangan ngambek." Dia menatapku, merasa bersalah. Melihat itu aku pengen ketawa, Actingku berhasil.
"Mir? Ih ... Ko gak di Jawab sih?" Dia mulai cemberut. Sungguh ekspresinya bikin Aku ketawa.
"Hahaha ...." tawaku pecah di depannya.
Dia sadar Aku kerjai dan langsung memukulku dengan buku yang dia bawa, sesekali dia berteriak di telingaku sampai telingaku sakit.
"Udah, udah, sakit! " kataku padanya, Dia malah mendengus kesal sembari memalingkan wajahnya.
"Cie ngambek," Aku menggodanya.
Kring! Kring! suara bel masuk berbunyi.
Seketika aku langsung menghentikan tertawaku.
Seorang Guru berpeci Hitam masuk ke kelas, Dia adalah guru Sejarah. Guru yang selalu membuat moodku hancur, Pak Rafly namanya.
"Assalamu'alaikum wr, wb! Selamat pagi Anak-anak?" Sapanya pada kami semua. Aku hanya diam bergeming.
"Mira? kalau salam jawab!" ucapnya padaku tegas.
Akupun menjawab salam Pa Rafly malas. Sedangkan Dia menatapku dengan wajah yang sulit di artikan.
"Oke Anak- anak kumpulkan semua tugas Kalian!" suruhnya pada kami. Aku kebingungan mencari-cari buku tugasku yang tak kunjung ketemu.
"Oh shit! Mati gue!" dumelku sembari menepak jidat ku pelan.
"Kenapa Al?" tanya sahabatku yang mulai memperhatikan tingkahku.
"Buku tugas sejarahku ketinggalan," ucapku yang sudah mulai resah.
"Wah yang bener? Mati dah lo, Al." Hana membulatkan matanya.
"Iya, padahal Gue lagi males banget berurusan sama dia." ucapku sembari memutar bola mata malas.
"Terima aja lah, Al." lirihnya terkekeh.
"Almira? kedepan bawa buku tugasmu!" suruh Pa Rafly tiba-tiba padaku.
"Oh shit baru aja di omongin, udah nyuruh-nyuruh aja!" batinku kesal.
"Mana buku tugasmu?" Dia melihat kedua tanganku yang kosong.
"Ketinggalan," jawabku singkat.
"Kamu sudah tau apa konsekuensinya?" tatapannya seakan mengejek.
Tanpa berkata Aku langsung berdiri di depan kelas. Semua Siswapun mentertawakanku termasuk Hana, sahabatku.
"Oh Tuhan, ambil saja nyawanya," pekikku dalam hati.
_____
Ku rebahkan tubuhku yang lelah di ranjang king size mewahku, Aku benar-benar kesal hari ini moodku sangat ancur.
Gara-gara guru nyebelin, Aku terus dipermalukan. Padahal selama ini tak ada yang berani padaku, hanya Dia satu-satunya orang yang sering cari gara-gara. Aku benar-benar benci se benci- bencinya.
"Ra? Almira?" panggilan Mamihku, membangunkan netraku.
"Iyaa!" teriakku sembari melangkah ke luar kamar.
Di ruang makan Mamih dan Papih telah menunggu.
"Ayo makan dulu!" suruh Mamih sembari mengambilkan ku nasi. Kamipun makan dengan Hidmat.
"Tunggu Al, Papih ingin berbicara sebentar," suara Papih menghentikan langkahku yang hendak pergi dari ruang makan.
Kamipun duduk di ruang keluarga.
"Papih dan Mamih sudah tua, umur kami mungkin sudah tak lama lagi. Maka dari itu, Papih ingin kamu belajar membaca Al-Qur'an. Andai ketika kami meninggal, kamu bisa mendoakan kami dengan mengirimkan ayat suci Al-Qur'an." ujar Papi, aku menyimak dengan baik.
"Kami memang salah, selama ini hanya memberimu pendidikan dunia dan mengesampingkan ilmu akheratmu. Nak, Papih dan Mamih tidak akan meminta apapun lagi. Ini juga untuk kebaikanmu," sambungnya lagi, aku bergeming dan mengerti atas apa yang di katakan Papi.
"Jika kamu telah siap, besok kelas ngaji kamu akan dimulai setelah pulang sekolah. Papih sudah mempersiapkan guru terbaik untuk mengajarmu, jangan kecewakan Papih dan Mamih."
Papih menjelaskan dengan sedih, Aku terus mencerna setiap apa yang di katakan Papih.
Memang benar apa kata Papih, selama ini aku merasa kesulitan ketika ujian Agama. Aku tidak bisa mengaji, padahal Aku sudah cukup dewasa. Aku terlalu malu, hingga mengedepankan ego ku.
Aku hanya mengangguki perkataan Papih.
Aku berjanji dalam hatiku, akan menjadi anak yang lebih baik dan patuh.
____
Sepulang sekolah aku mulai mengikuti kelas mengaji. Aku menunggu di gajebo belakang rumah.
Sorot mataku tertuju pada seseorang yang mulai mendengkat, Aku terperangah melihatnya.
"Pak Rafly? Ko Bapak ada disini? Jangan bilang --?"
" -- Iya Aku guru ngajimu," Pak Rafly memotong pembicaraanku. Seketika semangat belajarku jadi hilang.
"Ayo kita mulai!" ajakanya padaku.
Aku hanya mengangguk malas. Aku menuruti apa yang dikatakan Pak Rafly, dari mulai membaca huruf Hijaiyah.
Ya, seperti anak TK, tapi apa boleh buat. Aku benar-benar tak bisa membaca Al-Qur'an.
Beberapakali aku salah, Pak Rafly tidak memarahiku. Dia tetap sabar menjelaskan, sungguh aneh kalakternya hari ini berbeda jauh dari keadaan di kelas.
Sudah satu Minggu aku belajar ngaji dengan Pak Rafly.
Aku sudah mulai lancar mengaji, meskipun pengucapan makhrijul hurufnya masih belum jelas, malah tajwidnya pun masih berantakan.
Aku terus memperhatikan wajah Pak Rafly lekat, Aku baru sadar wajahnya begitu tampan.
Apalagi sedang mengaji seperti ini, dia benar-benar berkharisma sekali.
"Aku tau Aku tampan, jangan memandangiku seperti itu. Nanti zina mata," ucapnya membuatku malu.
Aku langsung memalingkan wajahku yang mulai terasa panas, Aku yakin pipiku sudah seperti kepiting rebus.
"Ya Allah Aku malu," batinku.
____
Semenjak kejadian itu, Aku terus kepikiran Pa Rafly, seakan-akan bayanganya terus- menerus membututiku.
"Aku sudah gila," Aku merutuki diri sendiri.
"Hey ... "
"Iya Pak, eh -- Na!"
"Apa kamu bilang tadi, Al?" tanya Hana yang mulai penasaran.
"Aku benar-benar tak konsentrasi, aku refleks memanggilnya Pak. Bisa-bisa Hana curiga," rutuk ku dalam hati.
"Bohong! Gue tau, elo lagi mikirin sesuatu." godanya padaku membuat Aku salah tingkah.
"Eng-gak, kok." Aku mulai gelagapan.
"Pak Rafly ya?" Hana mengedipkan sebelah matanya.
"Gak!" Aku langsung memalingkan wajahku yang mulai memerah.
"Hahaha. Ketahuan, apa Gue bilang. Elo bakal jatuh cinta sama dia." tawanya membuat aku sangat malu.
Aku langsung menutup mulut Hana, agar tak ada orang yang dengar. Karena posisi kita sekarang ada di kantin, aku tidak mau menjadi pusat perhatian.
Tiba-tiba Pak Rafly duduk sebelah ku.
"Nanti sepulang sekolah jangan dulu pulang," ucapnya berbisik.
Sontak semua orang melirik kepada kami.
"Cie ... ada yang di dekatin, Pak sejarah nih." ledek Hana padaku. Aku langsung menahan malu.
____
Di gerbang sekolah Aku menunggu Pak Rafly, tak lama Pak Rafly datang dengan motor Scoopy nya.
"Ayo?" Ajaknya padaku sembari menolehkan wajahnya ke motor.
"Tapi--"
"-- Ayo!" ajaknya memotong pembicaraanku.
Kami pergi ke suatu tempat yang gak aku tahu.
"Kamu tunggu disini, nanti ada perempuan yang mengajakmu kesana." ucapnya sembari menunjuk ke sebuah pesantren.
Aku masih bingung, kenapa Pak Rafly mengajakku kesini. Pak Rafly pun berlalu pergi menuju arah pesantren, meninggalkanku sendirian.
Beberapa menit aku menunggu.
Di kejauhan Aku melihat seorang wanita mulai menghampiriku.
"Neng Almira ya?" tanyanya padaku ramah.
"Iya." Aku tersenyum manis.
"Ayo neng, maaf lama nunggunya!" ajaknya padaku.
Aku hanya mengangguk dan berjalan beriringan dengan wanita itu. Aku takjub melihat bagian dalam pesantren itu, sangat Asri dan indah di pandang.
Banyak suara nadhom dan ayat suci Al-Qur'an yang mengisi riuh suasana pesantren ini. Sungguh Aku begitu nyaman, Aku merasa damai.
"Neng Almira?" ucapnya membuyarkan lamunanku.
"Oh, Iya teh?" jawabku padanya.
"Ayo kita masuk, Neng!" ajaknya padaku memasuki sebuah rumah.
Kalau di bilang ini adalah rumah si pemilik pesantren ini, karena Rumahnya bersampingan dengan ruangan Kantor pesantren.
Di dalam rumah kudapati Mamih dan Papihku sedang asyik ngobrol dengan seseorang.
Batinku bertanya-tanya kenapa Mamih dan Papihku ada disini.
"Assalamu'alaikum." ucap kami bersamaan.
"Walaikumsallam, wr, wb. Ayo masuk, Nak!" suruh seorang laki-laki paruh baya padaku.
Aku pun masuk, sedangkan orang yang tadi mengantarku -- Dia berlalu pergi keluar, katanya ada yang harus di kerjakan.
Aku terus menyalami mereka satu persatu.
Setelah itu akupun duduk disebelah Mamih.
Aku masih bertanya-tanya ada apa ini sebenarnya.
"Wah, Nak Almira sudah datang?" ucap seorang wanita paruh baya yang baru mengahampiri kami.
Dia menyuguhkan tiga minuman di meja. Dan langsung menghampiriku sembari tersenyum.
Dia merangkulku dengan lembut, Aku pun mencium punduk tangannya. Senyumnya merekah tanpa dibuat-buat.
"Siapa wanita ini? Aku sama sekali tak mengenalnya?" batinku.
"Ayo diminum!" ucapanya pada kami.
"Kamu bingung, Papih dan Mamih ada disini kan, Al?" kata Papihku membuka obrolan.
"Iya, kok, Mamih dan Papih ada disini?" tanyaku penasaran.
"Jadi Papih dan Mamih kesini untuk menitipkan kamu, sembari kamu bisa belajar di Pesantren. Karena besok pagi Mamih dan Papih akan pergi ke Amerika."
"Aku kan bisa tinggal dirumah Pih, sama mbok Imas. Mamih dan Papih gak perlu menitipkan aku kesini."
"Gak bisa sayang, Mamih dan Papih akan khawatir. karena Mamih dan Papih disana akan cukup lama," lirih Mamih.
"Kok, dadakan gini sih?" tanyaku heran.
"Iya sayang, pekerjaan Mamih dan Papih gak bisa ditinggalkan untuk saat ini. Mamih harap kamu bisa memakluminya ya?" ucap Mamih menatapku sedih.
Aku sangat tidak bisa melihat orangtuaku sedih. "Baiklah, tapi aku masih bisa sekolah di YBI kan?" tanyaku kembali.
"Untuk itu sepertinya tidak." kata seseorang yang baru masuk ruangan. Aku menoleh, Aku melihat sosok Pak Rafly disana.
"Kenapa?" tanyaku penasaran.
"Karena santri di ponpes ini, di batasi untuk keluar masuk pesantren." Aku hanya ber oh ria.
"Tapi, kok Pak Rafly bisa ada disini?" tanyaku penasaran.
"Aku tinggal disini," ucapnya sembari tersenyum.
"Bapak santri?"
"Bisa di bilang iya dan bisa dibilang tidak,"
"Maksud?" Aku mulai bingung.
"Jadi, Rafly ini adalah anak pertama Ummi dan Abi, Rafly dulu pernah menjadi santri di ponpes dan sekarang seorang Guru disini." ucap Ummi. Pa Rafly pun mengangguk mengiyakan.
"Oh ...." ucapku.
____
Besoknya aku mengantar Mamih dan Papih ke Bandara, sepulangnya Aku segera pergi ke sekolah, untuk meminta surat izin pindah serta menemui teman-teman dan guru-guruku untuk pamit.
"Al ... Elo bener mau pindah? Terus gimana, gue sendirian dong?" ucap Hana sembari cemberut.
"Ya makanya, lo ikut pindah yu!" ajak ku padanya.
"Gue minta izin dulu deh sama nyokap, bokap." suaranya mulai parau.
"Udah, elo jangan cengeng." ucapku dengan mencubit pipi gembil Hana.
"Hm ...." Hana hanya mengdehem.
____
Di pesantren, aku membuka koper yang telah di siapkan Mamih. Disana terdapat beberapa baju gamis dan jilbab aneka warna.
Selama ini, Aku memang belum mengenakan hijab. Sesekali pernah namun tidak Istiqomah, Aku merasa gerah.
Tapi, setelah Aku berada disini, Aku malu. Apalagi saat tadi, semua santriwati menatapku tak suka.
Iya Aku salah, seharusnya Aku tau lingkungan, sebenarnya Mamihku telah mengingatkan. Tapi, tetap aja Aku keukeuh tak mau mengenakannya.
Aku keluar kamarku mengendap-endap seperti kucing mencuri Ikan, karena waktu sudah malam Aku bisa kena marah jika keluar kamar.
"Padahal, Aku cuman ke kamar mandi, kenapa harus seperti ini?" batinku merutuki diri sendiri.
"Hey kamu?" ucap seseorang menghentikan langkahku.
Akupun menoleh pelan, ternyata Pak Rafly sedang memandangi ku horor. Akupun mengehela nafas kasar.
"Almira? kamu Almira kan?" Pak Rafly terperangah menatapku.
"Bukan, Aku Mira." jawabku malas karena pertanyaannya tak berbobot.
"Kamu pake hijab?" tanyanya kembali.
"Seperti yang Bapak lihat." Aku memutar bola mata malas.
"Sudahlah, kamu sedang apa disini?"
"Mau ke kamar mandi, ada apa bapak memanggilku? Aku udah kebelet." ucapku sembari menahan buang air.
"Yaudah sana, sana, jangan sampai kamu ngompol disini."
Aku segera berlari tanpa menjawab perkataan nya.
____
Aku mulai belajar di Pesantren ini dengan baik, Aku menikmati semua pelajaran dengan senang. Ternyata, belajar di pesantren ini tak membosankan seperti yang Aku pikir dulu. Semua santri disini pada ramah dan sopan.
Beda jauh dengan sekolahku yang dulu, yang selalu ricuh, bahkan adab sudah tak berlaku dengan siswa disana. Tapi disini Aku merasa nyaman dan damai, hatiku terasa tenang, saat ayat suci itu terus terdengar di telingaku. Aku seperti aman disini, tak ada yang menjahati ataupun usil padaku.
Di sekolah yang dulu Aku memang sangat berkuasa, tak ada yang berani menentang tapi tak kutemukan yang namanya ketulusan. Disini Aku dapat semua, pelajaran hidup, kebersamaan, kekompakan serta ilmu yang bermanfaat sampai akhir zaman.
_____
Sore ini, Aku menelusuri setiap tempat di pesantren ini bersama Kak Aisyah, adiknya Pak Rafly. Aku cukup dekat dengannya, hingga kemanapun kami selalu bersama.
Drt ... drt ... suara HPku bergetar. Di layar hp menunjukan nama Hana, segera aku mengangkatnya. Kebetulan hari hari libur, jadi aku bisa mengunakan ponsel ku.
"Iya Assalamualaikum, Na?"
"Oh oke, Aku tunggu disini."
Tut! Tut! teleponpun terputus.
"Ada apa Neng?" tanya teh Aisyah.
"Itu temanku teh, katanya mau mesantren disini."
"Oh, bagus dong, biar kamu ada temennya?"
"Iya, Hana itu sahabat Aku yang udah seperti sodara teh. Aku bersyukur kenal sama Dia,"
"Alhamdulillah atuh, seneng dengernya."
Aku hanya tersenyum.
2 jam kemudian Hana datang ke pesantren di antar oleh Ayah dan Ibunya. Dia sekarang satu kamar denganku, dari awal Aku sengaja meminta tidur sendiri karena Aku yakin Hana akan ikut pindah kesini.
____
Tak terasa Aku sudah 3 tahun tinggal di ponpes ini, waktu begitu cepat berlalu. Hari ini adalah acara perpisahan di sekolah kami, semua orangtua santri dan santriwati datang semua. Aku duduk di bangku taman menunggu Mamih dan Papihku, tapi mereka tak kunjung datang juga.
Sudah 3 tahun Mamih dan Papih tinggal di Amerika, tepat di hari perpisahan ini Mamih dan Papih berjanji akan pulang.
Aku melirik jam tanganku ternyata sudah pukul 10:15 Wib, acara akan berakhir 4 jam lagi.
Aku sengaja minta tampil di akhir acara, supaya Mamih dan Papihku bisa sempat melihatku
.
Tapi, sampai saat ini tak kutemukan wajah mereka sama sekali. Aku khawatir, takut terjadi apa-apa dengan mereka, sejak semalam Hp mereka tak ada satupun yang aktif.
"Mih, Pih, kalian dimana?" lirihku sembari melirik kiri, kanan.
"Al, elo kok masih disini?" tanya Hana yang baru mengahampiriku.
"Mamih, Papih Aku belum juga dateng, Na. Dan juga Hp mereka sama sekali gak bisa Aku hubungi."
"Duh ko bisa ya? Kamu tenang aja, kita terus berdoa semoga tak terjadi apa-apa sama Mamih, Papih kamu," Hana menenangkanku.
"Assalamu'alaikum, cantik?" tanya seseorang di sebelahku.
Akupun menoleh memastikan siapa Dia. Ternyata Dia adalah Andri, laki-laki yang selalu mengirimkan surat padaku selama 3 tahun ini.
Laki-laki yang menurutku sangat aneh, diam-diam pergi dari Kobong hanya untuk menemuiku.
Selalu menyatakan perasaannya padaku dengan tak memandang tempat, selalu membuntutiku kemanapun Aku pergi, selalu memaksakku untuk menerima cintanya.
Sungguh Aku merasa sangat risih dengan semua sikapnya itu, Aku memang sengaja tak membalas suratnya kala itu. Aku yakin dengan itu dia tak akan terus mengejarku, ternyata Aku salah. Dia terus berusaha mendapatkanku sampai sekarang, dengan cara yang membuat aku tak nyaman.
Satu Minggu yang lalu, Aku berkata jujur padanya, jika Aku tak bisa menerima perasaannya. Aku telah menjelaskan semua unek-unekku padanya dengan berbicara baik-baik.
Tapi, Dia pura-pura tak mengerti malah menolak semua kejujuranku itu. Aku sudah kehabisan kata- kata, bagaimana lagi Aku menjelaskannya.
"Heh." Hana menyigung bahuku.
"Walaikumsallam wr,wb?" jawabku datar.
"Sedang apa?" tanyanya lagi.
"Aku mau pergi dulu, sebentar lagi Aku tampil. Assalamu'alaikum!"
Aku segera pergi untuk menghindar dari mahluk aneh satu ini, bukan aku gak sopan. Cuman ini caranya agar Dia berhenti mengejarku, Aku benar-benar sangat risih.
Ketika Aku menoleh ke depan, di sisi panggung ada Pak Rafly sedang berdiri memandang ke arahku. Aku hanya tersenyum, dan berlalu pergi meninggalkannya.
Selama 3 tahun ini, Aku memang sangat dekat dengan Pak Rafly. Dia selalu memberiku perhatian, sering menolongku, bahkan sikap yang dulu nyebelin sekarang berubah menjadi sangat baik tak terduga.
Ya, sejak Dia mengajariku mengaji, hatiku telah berlabuh padanya. Dan sekarang masih sama, bahkan menurutku jauh dari batas nalar, Aku sering membayangkan menikah dengannya, memiliki Anak darinya, hidup bersama dan bahagia selamanya.
Ahh sungguh, Aku benar-benar jadi gila padanya. Belum tentu Dia suka padaku, seharusnya Aku bisa sadar itu. Batinku benar-benar dilema saat ini.
____
Waktu menunjukkan pukul 12:00 wib, Aku sudah di panggil MC untuk maju ke depan.
Aku melihat sekeliling, masih tak kutemukan wajah-wajah yang begitu ku rindukan.
Malah kutemukan wajah seseorang yang kucintai, Pak Rafly tersenyum padaku sembari mengepalkan kedua tangannya keatas untuk menyemangati.
"fighting" ucapnya berbisik. Akupun tersenyum dan dengan semangat Aku mulai menaiki panggung.
Kali ini Aku tampil dengan memainkan piano, menyanyikan sebuah lagu ciptaanku berjudul "Cinta dalam doa."
Sebelum tampil aku memberi hormat kepada semua orang . Tepuk tanganpun bergemuruh.
~ ~~~
Cinta dalam do'a
🎼
Jauh, jarak memandang...
Cintaku takan pernah menghilang
Disini bersama awan hitam
Cintaku tak pernah Padam
ku sematkan cinta suci bergelar dihati
Kutanamkan benih rindu
Tanpa jarak tanpa waktu
Cinta dalam Do'a
Mengikat hati kembali bersama
Cinta dalam do'a
Menembus alam semesta
Cinta dalam do'a
Penawar rasa kecewa
Cinta dalam do'a
Menjaga dalam setiap langkahnya.
~~~~
Semua orang bertepuk tangan, setelah Aku bernyanyi. Mataku terus tertuju pada dua wajah yang sangat ku rindu. Senyumku mengembang, akhirnya mereka pulang.
Aku berlari menghampirinya, Aku menghambur ke pelukan mereka. "Mamih! Papih! Mira rindu." Aku memeluk erat mereka berdua, Air mataku luruh membasahi setiap inchi Pipiku.
"Sayang ... Kami juga sangat rindu." ucap Mamih yang begitu lembut di telingaku.
Semua netra melihat ke arah kita, tak hiraukan. Aku benar-benar rindu kepada mereka.
Suara riuh kembali hadir dari tepukan tangan tak terbilang.
Acara terakhir adalah pemberian hadiah bagi semua Siswa dan Siwsi yang berprestasi. Semua telah terpanggil dari urutan 9-2 besar, sedangkan juara satu (juara umum) masih menjadi kata-kata yang menegangkan bagi semua.
"Juara umum tahun ini akan di berikan kepada ... Ananda Almira Ainun Alfar." ucap MC menggelegar.
Semua bertepuk tangan, Aku tak menyangka menjadi juara umum itu. Meskipun setiap tahun Aku bertahan di posisi ini, ini adalah akhir SMA ku dengan sejuta prestasiku. Di pesantren ini aku benar-benar bahagia, Aku mendapatkan banyak sekali pengalaman.
____
Aku memutuskan untuk pergi ke Cairo, karena itu adalah cita-citaku sejak kelas X. Aku ingin selalu pantas bersanding dengannya, maka dari itu Aku belajar sangat keras sampai saat ini.
Tok! Tok! Tok! suara pintu kamarku terketuk. Aku sekarang sudah kembali kerumah.
"Iya masuk," suruhku pada seseorang di balik pintu.
"Sayang, apa Kamu sudah siap?" tanya Mamihku.
"Bentar lagi ya, Mih." jawabku padanya. Hari ini keluarga Pak Rafly akan datang ke rumahku.
Mamih tak memberitahuku ada apa, Aku hanya di suruh untuk dandan yang cantik. Aku merias diri seadanya, karena Aku sangat tidak suka berdandan berlebihan.
Pak Rafly dan keluarganya telah datang ke rumahku, Kami menyambut mereka dengan senyuman termanis.
Tetapi, Aku tercengang dengan wanita di sebelah Pak Rafly, hatiku bertanya-tanya siapa Dia. Setahuku -- Pak Rafly tak mempunyai kakak perempuan, mereka sangat Akrab membuatku cemburu saja.
Semua berkumpul di ruang tamu tak terkecuali Aku, karena aku izin pergi ke toilet. Di toilet Aku masih bertanya-tanya, siapa wanita bercadar itu. Apa yang sebenarnya terjadi, Aku benar-benar gila memikirkan hal itu. Aku benar-benar takut, jika harapanku sia-sia selama ini.
Setelah Pak Rafly bersikap baik padaku, Aku selalu optimis Dia menyukaiku. Tapi jika itu hanya kepura-puraan atau tidak ada unsur apapun, Aku pasti akan sangat menderita.
Ketika Aku ingin ke ruang tamu. Brug! Aku bertubrukan dengan seseorang.
"Aw ...." Rintih kami berdua. Kutolehkan wajahku, ternyata Dia wanita bercadar itu.
"Maaf ...." Dia meminta maaf padaku lembut.
Tapi
"Iya gapapa," ucapku padanya.
Dia langsung pergi begitu saja ke arah tolilet. Aku melihat ada dompet warna pink di lantai, tak salah itu pasti miliknya wanita bercadar itu.
"Hey ukhti?" teriakku padanya.
Dia tak mendengarku, mungkin dia sudah pergi jauh.
Untuk memastikan Aku segera melihat dompet itu -- dan ternyata disana kutemukan Foto Pak Rafly dengan wanita bercadar itu.
Disana, mereka terlihat bahagia, dengan senyuman yang merekah di dunianya. Hatiku begitu hancur, duniaku mulai gelap, dadaku begitu sesak, dan jiwaku meronta-ronta seakan tak percaya.
"Aku kira kamu benar menyukaiku, Aku kira kamu tulus. Tapi ternyata ...."
"Hiks ... hiks ... hiks ...." Aku sudah tak mampu membendung air mataku agar tak menetes. Aku segera berlari menuju kamar, Aku benar-benar hancur untuk saat ini.
"Sayang ... Kamu di dalam Nak? Nak Rafly dan keluarganya menunggu kamu." ucap Mamih di balik pintu.
"Aku gak mau ketemu sama Dia, Mih. Hiks ... Hiks ... Hiks ...."
"Sayang kamu kenapa, Nak? Buka pintunya!"
"Aku gapapa, Aku lagi pengen sendiri. Ku mohon Mih, jangan ganggu Aku dulu." ucapku parau.
"Sayang sebenarnya ada apa? Tolong buka pintunya, Nak! Jangan bikin Mamih khawatir." Dengan langkah pelan, Akupun segera membuka pintu kamar.
"Sayang kenapa? Ada apa?" Mamih menatapku penuh khawatir.
"Aku gapapa," jawabku singkat.
"Gak, kamu bohong. Kenapa Ayo jujur ke Mamih!"
"Nanti aja, Mira minta tolong Ini kasih aja ke wanita bercadar itu Mih!" Akupun segera menutup kembali kamar ku.
"Sayang? Nak!" Aku menghiraukan panggil Mamih.
____
Keesokan harinya, Aku berkemas untuk pergi ke Cairo. Aku ingin lebih cepat pergi kesana agar tak bertemu dengan Pak Rafly, hatiku benar-benar patah. Aku tak mau menemuinya dalam kondisi seperti ini.
Aku berangkat ke Bandara di antar kedua orang tuaku, tapi tiba-tiba di jalan mobil kami di hadang oleh beberapa mobil.
Mamih dan Papihku di bius, Akupun demikian.
Aku tersadar telah berada di sebuah kamar, Aku tak tahu Aku dimana.
Aku melihat sekeliling, tidak ada orang satupun. Aku terbentang di sebuah ranjang kamar yang besar, badanku terikat semua, dan mulutku tersumpal kain.
Aku berteriak meminta tolong, tapi jeritannku tak bersuara sama sekali karena kain yang menyumpal mulutku.
Clek! pintu terbuka. Aku melihat Andri mulai mendekatiku, Aku yakin Dia adalah dalang dari semua ini.
"Hey cantik? Apa kabarmu? Bagaimana enak tidak berada di sini? Sepertinya tidak, kamu terus meronta?"
"Emft ... emft ...." Hanya suara itu yang keluar dari mulutku
Dan Bret! Dia membuka paksa kain di mulutku. "Kurang ajar Kamu, dasar tidak ber perikemanusiaan!" ucapku lantang padanya.
"Hahahaha. Itu akibat kamu selalu mengacuhkanku," Dia tertawa sangat seram.
"Ayo sayang Kita mulai sekarang," ucapnya sembari membelai tubuhku.
"Jangan sentuh Aku, bangsat!" Aku mulai geram karena tubuhku di sentuh oleh Pria brengsek seperti Dia.
Aku terus meronta sebisa mungkin, tapi tetap Aku tak bisa melepaskan ikatannya.
"Hahaha ... Bangsat?"
PLAK! Dia menamparku begitu keras membuat tubuhku terhuyung ke samping.
"Aku akan buat kamu me --."
"--- Berhenti!" Kulihat Pak Rafly datang memotong pembicaraan Andri.
"Owow! Sangat dramatis?"
Pruk ... pruk ... pruk .... ( suara tepukan tangan Andri)
"Seorang Remeo datang ingin menyelamatkan Julietnya?"
"Dia Milikku, takan pernah kubiarkan Kamu menyentuhnya!" ucap Pak Rafly lantang.
Aku tidak tau, Apa Aku harus bahagia atau tidak. Mendengar omongannya itu? Untuk saat ini Aku tak menghiraukannya.
"Milikmu? Silahkan ambil jika Kamu bisa! Hahahaha ...."
Brug! Pak Rafly mulai menyerang
"Kurang ajar Kamu!" Andri mulai marah.
Brug! brug! mereka saling menonjok, memukul satu sama lain.
Aku benar-benar takut terjadi Apa-apa terhadap Pak Rafly, di tengah perkelahian Pak Rafly terlihat lemah.
Dan SREAK ... Brug! Brug! Pak Rafly menjatuhkan Andri.
"Kamu gapapa Al?" tanya dia sembari membuka ikatan tali di tubuhku.
"Aku tak apa-apa, Pa Rafly tidak apa-apa?" tanyaku khawatir.
"Ayo cepat kita pergi dari si --."
BRUG! Rafly tersungkur dengan bersimbah darah di kepalanya.
"Bapak!" Aku langsung merangkulnya.
"Ce-pat kamu per-gi da-ri sini?" ucapnya terbata-bata. Aku hanya menggelengkan kepala, dan berteriak meminta tolong.
"Hahaha..." Andi tertawa menggelegar.
"Angkat tangan!" Tiba-tiba beberapa polisi masuk ke kamar dan menangkap Andri.
"Al, Elo ga --? Astaghfirullah, Pak Rafly ...." Hana berlari menghampiri kami.
"Tolong, Na. Hiks ... hiks .... Bawa Pak Rafly ke rumah sakit," ucapku parau.
____
Dirumah sakit Pak Rafly sedang ditangani oleh Para Dokter di ruangan ICU. Dokterpun keluar setelah memeriksa keadaan pak Rafli.
.
"Bagaimana keadaan Anak saya Dok?" tanya ummi.
"Anak Ibu sudah keluar dari masa kritis, akan tetapi benturan di kepala Anak Ibu cukup parah. Sehingga Anak Ibu mengalami lumpuh otak yang menyebabkannya koma,"
Aku benar-benar seperti di sambar petir, ini sangat getir di hidupku. Aku begitu cemas, takut kehilangan dia yang kucinta.
Aku sangat menyesal. Jikalau Aku tak berangkat, Dia tak akan seperti ini.
"Maafkan Aku Pak Rafly, tolong maafkan Aku," lirih batinku.
____
"Jadi sebenarnya di foto bukan Pak Rafly?" tanyaku penasaran.
"Iya, Itu adalah Rayhan suami saya," ucap wanita bercadar.
"Dia anak ummi yang kedua, Dia adalah sodara kembarnya Rafly. Dia meninggal saat kecelakaan mobil, Ummi sangat hancur ketika itu, maka dari itu ummi tak pernah membahas Rayhan dengan siapapun. " terang ummi.
"Ummi tidak mau terus menerus larut dalam kesedihan, maafkan ummi yang tak pernah jujur dari awal padamu Nak. Andai ummi waktu itu jujur padamu, siapa yang akan bertunangan dengan Rafly. Pasti tidak akan ada kesalahpahaman seperti ini, hiks ... hiks ...." Ummi menangis tersedu-sedu begitu pun aku.
"Tidak ummi, ini bukan salah ummi! Ini salah Almira yang mudah salah paham, maafkan Mira, Mi .... Hiks ... hiks ...."
"Tidak, ini bukan kesalahan ummi ataupun Almira. Ini sudah skenario Allah, semoga kita lebih sabar menghadapi ujian ini," ucap Ka Fatma -- kakak ipar pak Rafly menenangkan. Kami hanya menangis dan hanyut dalam pikiran masing-masing.
____
Sudah 4 tahun Pak Rafly koma, dan sudah 4 tahun yang lalu Pak Rafly di pindahkan ke Rumah sakit Amerika.
Aku ingin memberikan yang terbaik bagi Pak Rafly, sehingga Aku memberikan fasilitas yang terbaik untuk kesembuhan Pak Rafly.
Sebenarnya Para tenaga medis telah menyerah, begitupun keluarga Pak Rafly dan orangtuaku.
Mereka menganjurkan untuk melepas alat medis Pak Rafly, tapi Aku selalu menghalanginya. Karena Aku sangat yakin, Pak Rafly akan segera sadar dari komanya. Di Amerika, Aku kuliah sembari bekerja serta merawat Pak Rafly pula.
Ku gelarkan sajadah ku, ku bersujud memohon ampun pada Sang Pemilik Alam semesta.
Ku lantunkan ayat suci sebagai untaian penyejuk hati.
Aku memuji Asma Allah dalam setiap butir tasbih. Aku berdo'a pada Sang Maha cinta, semoga serta merta membangunkan kekasihku dari tidur yang lama.
Ku kirimkan sepucuk surat harapan, semoga Allah memberinya kekuatan. Dari yang tercipta, yang menunggu cintanya.
____
Hari ini aku benar-benar merasa lelah, Aku menyandarkan tubuhku di atas kursi kerjaku, meregangkan semua otot yang mulai melemah.
Drt ... Drt .... suara Hp-ku bergetar.
"Iya, Assalaamu'alaikum mi?" ucapku pada seseorang di seberang sana.
"Apa?"
"Aku segera kesana mi!"
Aku beranjak dari tempat dudukku, segera ku berlari menuju parkiran.Aku menginjak pedal gas mobilku dengan cepat, mobilku melaju sangat cepat. Telah sampai, Aku terus berlari melewati koridor rumah sakit.
Tidak tau berapa banyak orang yang ku tabrak, Aku tak menghiraukannya. Aku hanya ingin cepat sampai di tempat, Aku berlari sampai nafasku tersengal-sengal.
CLEK! kubuka pintu kamar itu. Di atas ranjang Dia menatapku dengan senyuman manisnya. Aku berlari menghambur ke pelukannya, Aku memeluknya sangat erat.
"Hiks ... hiks ...." tangisku pecah, air mataku tumpah di bahunya.
"Aku rindu ...." lirihku padanya. Dia melepaskan pelukanku.
"Aku juga, terimakasih telah setia menunggu," Dia memegangi kedua Pipiku.
"Maafkan Aku. Hiks ... hiks ...." ucapku parau.
"Jangan menangis, Kamu jelek," ucapnya sembari mengusap air mataku.
Aku tersenyum haru, terimakasih ya Allah, telah membangunkan kembali cintaku Pak Rafly.
TAMAT