Matahari baru saja terbit ketika suara ayam berkokok membangunkan Ardian dari tidurnya. Seperti biasa, pagi itu dimulai dengan rutinitas yang sudah sangat akrab baginya. Ardian adalah seorang anak laki-laki berusia 10 tahun yang tinggal di sebuah desa kecil bersama ibu dan adik perempuannya, Aisyah.
Ayah Ardian telah meninggal ketika ia masih kecil, sehingga ibu mereka, Bu Siti, harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Setiap pagi, Bu Siti akan pergi ke sawah sebelum matahari terbit dan kembali ketika matahari sudah tinggi di langit. Pekerjaan yang berat itu membuatnya sering kali kelelahan, namun senyum dan kasih sayangnya tak pernah pudar.
Pagi itu, Ardian bangun lebih awal dari biasanya. Ia ingin membantu ibunya menyiapkan sarapan sebelum berangkat ke sawah. Ia mendapati ibunya sedang sibuk di dapur, menggoreng tempe dan menanak nasi.
“Ibu, biar Ardian yang bantu masak,” kata Ardian sambil mendekati ibunya.
Bu Siti tersenyum melihat semangat anaknya. “Terima kasih, Nak. Kamu memang anak yang baik. Tapi hati-hati, ya, jangan sampai terkena minyak panas.”
Ardian mengangguk dan mulai membantu mengaduk nasi di dalam panci. Aroma tempe goreng yang gurih memenuhi dapur kecil mereka, membuat perutnya semakin lapar. Aisyah, yang baru saja bangun, datang dengan mata masih setengah terpejam.
“Kak, aku juga mau bantu,” ujar Aisyah dengan suara serak.
Ardian mengelus kepala adiknya. “Kamu bantu ibu potong sayur saja, ya. Yang aman buat Aisyah.”
Pagi itu terasa istimewa karena mereka bisa bersama-sama di dapur, menyiapkan sarapan dengan tawa dan canda. Ketika semuanya siap, mereka duduk bersama di meja makan sederhana mereka.
“Sarapan bersama seperti ini membuat ibu sangat bahagia,” kata Bu Siti sambil menatap kedua anaknya dengan penuh kasih.
Setelah sarapan, Bu Siti bergegas pergi ke sawah. Ardian dan Aisyah kemudian bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ardian selalu memastikan adiknya siap dengan rapi dan membawa semua buku yang dibutuhkan. Meski usianya masih muda, Ardian sudah menunjukkan tanggung jawab yang besar.
Di sekolah, Ardian adalah siswa yang cerdas dan rajin. Ia selalu mendapatkan nilai yang baik, dan gurunya sering memujinya. Namun, ada satu hal yang selalu membuatnya gelisah – kondisi ibunya yang sering kelelahan karena bekerja terlalu keras.
Sepulang sekolah, Ardian dan Aisyah langsung pulang ke rumah. Mereka tahu bahwa mereka harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga sebelum ibu mereka pulang. Ardian mencuci piring dan menyapu lantai, sementara Aisyah membantu melipat pakaian. Mereka bekerja sama dengan baik, karena mereka tahu betapa pentingnya membantu ibu.
Ketika senja mulai menyelimuti desa mereka, Bu Siti pulang dari sawah dengan wajah lelah namun penuh senyum. Ardian dan Aisyah menyambutnya dengan pelukan hangat.
“Ibu, bagaimana hari ini?” tanya Ardian.
“Alhamdulillah, hari ini ibu bisa menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Terima kasih karena kalian sudah membantu ibu di rumah,” jawab Bu Siti sambil mengusap kepala kedua anaknya.
Malam itu, setelah makan malam, mereka duduk bersama di ruang keluarga. Bu Siti menceritakan kisah-kisah tentang masa kecilnya dan bagaimana ia bertemu dengan ayah mereka. Ardian dan Aisyah mendengarkan dengan penuh antusias, menikmati setiap momen kebersamaan tersebut.
“Ardian, Aisyah, ingatlah selalu untuk saling menyayangi dan membantu satu sama lain. Kalian adalah anugerah terindah dalam hidup ibu,” kata Bu Siti dengan suara lembut.
“Iya, Bu. Kami akan selalu bersama dan saling mendukung,” jawab Ardian sambil memeluk ibunya.
Hari-hari berlalu dengan rutinitas yang sama, namun cinta dan kehangatan dalam keluarga mereka tak pernah berubah. Ardian terus belajar dengan tekun, bermimpi suatu hari nanti bisa membahagiakan ibunya dan memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga mereka.
Satu pagi, saat sedang belajar di sekolah, Ardian mendapatkan kabar bahwa akan ada lomba menulis cerita pendek. Tema lomba tersebut adalah "Keluarga". Ardian merasa ini adalah kesempatan emas untuk mengungkapkan rasa sayangnya kepada ibu dan adiknya.
Sepulang sekolah, Ardian langsung menceritakan tentang lomba tersebut kepada Bu Siti dan Aisyah.
“Ibu, Aisyah, aku mau ikut lomba menulis cerita pendek tentang keluarga. Aku ingin menulis tentang kita,” kata Ardian dengan semangat.
Bu Siti tersenyum bangga. “Itu ide yang bagus, Ardian. Ibu yakin kamu bisa menulis cerita yang indah.”
Malam itu, setelah semua pekerjaan selesai, Ardian mulai menulis ceritanya. Ia menulis tentang perjuangan ibunya yang luar biasa, tentang kehangatan pelukan ibunya, dan tentang kebahagiaan sederhana yang mereka rasakan setiap hari. Ardian menuangkan seluruh perasaannya ke dalam tulisan tersebut, berharap bisa memenangkan lomba dan membuat ibunya bangga.
Hari pengumuman pemenang lomba tiba. Ardian merasa sangat gugup, namun ia juga penuh harap. Ketika namanya disebut sebagai pemenang pertama, Ardian hampir tak percaya. Ia berlari pulang dengan penuh kegembiraan, membawa hadiah dan piagam penghargaan.
“Ibu, aku menang! Cerita kita menang!” seru Ardian begitu tiba di rumah.
Bu Siti memeluk Ardian dengan erat, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. “Ibu sangat bangga padamu, Ardian. Kamu telah membuat ibu sangat bahagia.”
Aisyah juga melompat kegirangan dan memeluk kakaknya. “Kak Ardian hebat! Kita punya piala!”
Malam itu, mereka merayakan kemenangan Ardian dengan sederhana namun penuh kebahagiaan. Bu Siti memasak makanan kesukaan mereka, dan mereka menghabiskan malam dengan tawa dan cerita. Ardian merasa sangat bersyukur memiliki keluarga yang penuh cinta dan dukungan.
“Terima kasih, Ibu, untuk semua yang telah Ibu lakukan untuk kami. Aku berjanji akan terus belajar dan bekerja keras agar kita bisa hidup lebih baik,” kata Ardian dengan sungguh-sungguh.
Bu Siti memeluk kedua anaknya dengan penuh kasih. “Ibu percaya pada kalian. Selama kita bersama, kita akan selalu kuat. Pelukan hangat ibu akan selalu ada untuk kalian.”
Kebersamaan dan cinta dalam keluarga mereka adalah harta yang tak ternilai. Ardian belajar bahwa cinta dan dukungan keluarga adalah kekuatan terbesar yang bisa membantu mereka menghadapi segala tantangan hidup. Pelukan hangat ibu adalah sumber kekuatan dan inspirasi yang tak pernah pudar.