Dahulu kala, di sebuah padang rumput yang terhampar luas. Ada seorang Pria paruh baya yang hidup sebatang kara. Pria itu adalah Samudera.
Samudera adalah seorang seniman, ia adalah pelukis profesional yang bepergian keliling dunia sambil mengabadikan setiap moment dan tempat-tempat indah yang ditemuinya.
Sampai suatu hari, ia tersesat dan muncul di padang rumput yang luas ini. Ia mencoba untuk keluar dari padang rumput ini, namun ia tidak pernah bisa keluar dari padang rumput ini.
Samudera menyerah, ia tahu hidupnya tidak lama lagi, sehingga ia memutuskan untuk menetap di padang rumput ini yang hanya ditemani oleh sebuah pondok sederhana yang ia buat.
Suasana damai di padang rumput sangat menenangkan jiwanya. Inilah kehidupan yang diinginkan Samudera diusia senjanya.
Samudera menghabiskan sisa waktunya untuk menggambar semua imajinasi yang ia miliki. Dari sebuah siluet wanita di tepi danau yang memantulkan cahaya rembulan, langit senja, padang rumput dengan semilir angin, sampai lukisan abstrak pernah ia buat untuk menghasilkan pondok itu.
Sampai pada suatu malam, saat bulan purnama menerangi langit, Samudera bermimpi tentang seorang dewi yang turun dari langit dan menyentuh mata air di dekat pondoknya. Ketika Samudera terbangun, dia merasa terpanggil untuk mengikuti petunjuk dari mimpinya.
Tanpa ragu, Samudera berangkat menuju mata air yang biasanya ia jadikan sebagai sumber kehidupannya sehari-hari selama ini.dalam mimpinya. Sesampainya di sumber mata air tersebut, Samuder menemukan bahwa mata airnya bersinar dengan cahaya bulan.
"Hei, apa yang terjadi?"
Samudera terkejut dengan perubahan pada permukaan mata air tersebut. Ia mencoba menggosok matanya berulang kali, berharap semuanya hanyalah halusinasi semata. Namun beberapa kalipun di gosok, pemandangan tersebut tidak berubah.
Klik~ Klik~
Bunyi tetesan air terdengar di telinga Samudera. Ia sangat bingung, kerena lama kelamaan bunyi tetesan air itu berubah menjadi sebuah suara langkah kaki yang sangat lembut.
Tiba-tiba, Samudera menoleh dan melihat sosok cantik yang berdiri di seberangnya. Melihat kecantikan wanita itu, Samudera terpesona. Ia belum pernah melihat wanita secantik itu dalam hidupnya. Sebuah kecantikan yang tidak akan bisa ia lukis sepanjang hidupnya.
Kecantikan yang tidak mempunyai warna apapun untuk melukiskan keindahannya.
"Siapa kamu?" tanya Samudera.
"Aku adalah Dewi Air, takdirmu."
Samudera tidak percaya wanita yang mengaku sebagai Dewi Air menjawab pertanyaannya. Yang membuatnya lebih terpukau, suara Dewi Air terdengar sangat indah dan lembut ditelinga Samudera.
Bahkan nampaknya ia merasa kalau tidak ada suara si muka Bumi ini yang bisa menandingi suara wanita itu.
"Takdirku? Oh... begitu ya!"
Mencerna kata-kata dari Dewi Air itu, Samudera langsung mengerti. Sang Dewi pun hanya tersenyum menanggapi pernyataan Samudera.
"Ternyata benar kata orang, takdirku bukanlah jodoh yang selalu ku impikan, melainkan kematian yang selalu menunggu kedatanganku."
Samudera tersenyum kecut mengingat dirinya masih sendiri diusia senja ini.
"Kemarilah!"
Sang Dewi mengulurkan tangannya ke arah Samudera.
Samudera terdiam sejenak, ia memikirkan apa yang terjadi setelah ia menerima uluran tangan Sang Dewi. Ia kemudian menatap Sang Dewi dengan serius.
Melihat tatapan lembut Sang Dewi, Samudera melunak. Ia pasrah, ia kemudian menerima uluran tangan Sang Dewi lalu melangkah ke seberang mata air.
"Aku datang!"
Setelah Samudera melangkah melewati kata air, pemandangan itu seketika berubah. Padang rumput yang luas langsung berubah menjadi sebuah danau yang beriak.
Samudera melihat seseorang dengan pakaian selam penyelamat sedang membopong tubuh seorang lelaki yang lain dan tidak bukan adalah tubuhnya sendiri.
Samudera terkejut dengan pemandangan itu, sekarang ia tahu kenapa ia tidak bisa keluar dari Padang rumput itu. Ternyata ia sudah lama meninggal tenggelam di dasar danau.
Ia tahu kalau apa yang ia lalui di padang rumput adalah pertolongan dari Sang Dewi. Ia pun kemudian memandang Sang Dewi, "Terimakasih!"
"Kau pantas mendapatkan ini, Samudera."
"Karyamu tentang keindahan alam menjadi inspirasi oleh semua orang untuk terus menjaga kelestarian alam ini, sehingga kami berterimakasih kepadamu."
"Kami sebenarnya ini melihatmu bahagia, namun takdir berkata lain. Hanya ini yang bisa kami lakukan untukmu."
Bersamaan dengan perkataan Sang Dewi, Samudera melihat seorang wanita yang juga sudah cukup berumur. Bisa dilihat kalau wanita itu cukup cantik ketika masih muda. Namun kerutan sudah memudarkan kecantikannya.
Namun bagi Samudera, wanita itu tidak pernah berubah. Ia adalah wanita idaman yang pernah ditemuinya dalam sebuah Festival Seni.
Jika Ia adalah seorang pelukis, maka wanita itu adalah objek yang selalu ingin ia abadikan di dalam kanvasnya.
Namun sayang, sebelum sempat mengenal namanya, ia dan wanita itu berpisah dan tidak pernah bertemu lagi. Inilah juga salah satu alasannya berkeliling dunia sambil melukis.
"Tidak kusangka akan melihatnya dalam kondisi seperti ini."
Ada sebuah kerinduan dan penyesalan dalam kalimat Samudera. Orang yang ia cari, ternyata muncul kembali, walaupun kedua tetap tidak bisa untuk bersama.
Jangankan bersama, keduanya tidak bisa saling menatap.
"Dewi, bolehkah aku melukis sebentar?"
"Silahkan!"
Secara tiba-tiba, sebuah alat lukis lengkap muncul Entah dari mana. Tanpa menunggu lama lagi, Samudera langsung mulai melukis.
Ia tahu waktu yang diberikan Sang Dewi tidaklah lama, sehingga ia melukis dengan sangat cepat.
"Aku sudah selesai, bolehkah aku membawa ini?"
Sang Dewi tidak menjawab, tapi ia tersenyum sambil mengangguk.
"Terimakasih!"
Perlahan-lahan gambaran tentang danau dan pemandangan sekitar mulai kabur. namun Samudera tetap melihat lukisan yang ia pegang itu. Sesosok wanita cantik yang tergambar indah di kanvas itu, membuatnya tersenyum. Tanpa sadar, air mata menetes dari kelopak matanya yang kuat itu.
Sedangkan wanita itu, ia tiba-tiba merasakan sebuah firasat. Ia melihat ke tempat Samudera berada sebelumnya. Namun tidak ada seorang pun yang ditemukan.
"Ya, sepertinya Danau Takdir itu hanyalah mitos."
Wanita itu pergi dari sana dengan perasaan kecewa. Namun ada sedikit kegembiraan yang tidak ia ketahui di dalam lubuk hatinya.
Ia meninggalkan Danau itu yang disebut masyarakat sekitar sebagai Danau Takdir.
Konon, Danau Takdir menjadi simbol cinta dan inspirasi, tempat di mana takdir bertemu dengan kisah manusia. Permukaan air yang mengkilap seperti permata melambangkan kejernihan hubungan cinta yang murni dan tulus. Namun, di dalam kedalaman danau, tersembunyi lapisan-lapisan misteri yang sama-sama memikat, seolah menggambarkan kompleksitas perasaan yang terdalam dalam hubungan.
Di tepi Danau Takdir yang memesona, di bawah langit yang diliputi gemerlap bintang, kita belajar bahwa takdir cinta adalah perjalanan yang penuh dengan keajaiban dan keindahan. Setiap momen yang dilewati bersama menjadi bagian dari cerita yang membentuk memori yang abadi, mengukir kisah yang tak terlupakan di dalam relung hati yang penuh makna.
Selain itu, di tempat ini juga diadakan Festival Seni. Sebagai bentuk apresiasi mereka terhadap para seniman yang telah menginspirasi mereka untuk menjaga dan menghargai keindahan alam serta bakat-bakat kreatif yang diberikan kepada mereka.
Dan setiap tahun, saat bulan purnama menerangi langit, mereka berkumpul di tepi danau dengan harapan untuk merayakan keajaiban alam dan kreativitas manusia dalam Festival Seni yang tak terlupakan.
Catatan Author: Terimakasih sudah membaca, langsung mampir aja, banyak karya Author, tinggal pilih dan baca saja.