Jam tanganku menunjukan pukul 9.59 malam. Aku berlari tergesa gesa menuju halte bus. Semenit lagi bus terakhir malam ini akan lewat. Aku harus cepat sampai sana kalau tidak ingin terlambat. Bus yang aku maksud sudah tiba disana mendahuluiku. Sedangkan jarakku dan bus itu cukup jauh.
Kulihat dua orang penumpang sudah naik tanpa mengetahui kehadiranku yang sudah berteriak teriak memanggil mereka yang entah siapa. Bus terakhir itu pergi tanpa ada aku di dalamnya.
"Hah, hah, hah, hah." Napasku ngos ngosan. Aku sampai membungkuk karena kelelahan berlari. Halte ini adalah halte yang paling dekat dari tempatku bekerja.
"Astaga, bagaimana ini? Aku harus pulang naik apa?" Gumamku sendiri ditempat sepi ini.
Terpaksa harus naik taxi. Walau ongkosnya lebih mahal kali ini tidak masalah jika harus naik taxi. Sayang sudah hampir 10 menit menunggu tidak ada taxi lewat. Sial sekali, apa aku harus jalan kaki sampai rumah? Alangkah jauhnya. Bisa sampai besok pagi pikirku.
Gara gara di restoran tempatku bekerja tadi sangat ramai sehingga tutupnya jadi kemalaman, dan baru kali ini juga aku sampai ketinggalan bus. Teman teman kerjaku tidak ada yang searah denganku. Jadi tak ada yang bisa dimintai tebengan. Dan pasti mereka juga sudah pulang semua. Siapa lagi yang bisa dimintai tolong? Keluargaku? Mereka semua ada di desa. Aku disini hanya merantau dan tinggal ngekos di sebuah perumahan sempit.
Apa aku harus kembali lagi ke restoran dan tidur disana. Kebetulan malam ini kunci resto aku yang bawa. Ah terpaksa aku harus balik kesana.
CCCIIIIIIITTTTTT JEDEEERRRRRR
Sebuah ledakan dahsyat terjadi di depan mataku. Tepatnya di jalan raya depan halte aku berdiri. Dua buah kilat berwarna merah dan biru saling bertubrukan dan jatuh diatas aspal hingga berbunyi DEBUMMM!!!
Aku terkejut bukan main. Tubuhku langsung tersungkur kebawah karena getaran yang kuat. Lampu lampu jalan semua pada pecah bersamaan. Reflek kututup kedua mata dan telingaku dengan kedua tangan ketika atap atap halte mulai roboh akan menimpa tubuhku. Aku berteriak.
"Aaaaaakkkkhhhhhh!"
Hening
Tak ada suara apapun lagi. Apa aku sudah mati? Kubuka satu mataku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Astaga!!!"
Kubelalakan kedua mataku. Seseorang tersenyum padaku, entah dia laki laki atau perempuan. Wajahnya sangat cantik seperti wanita dengan kulit putih bersih bersinar. Seperti ada cahaya keluar dari kulitnya namun rambutnya pendek seperti laki laki. Kedua kornea matanya berwarna biru cerah seperti bola lampu. Badannya sangat tinggi dan besar tiga kali lipat tubuh manusia pada umumnya. Makhluk itu menahan atap halte yang akan roboh dengan satu tangan.
"Ya Tuhan makhluk apa dihadapanku saat ini?" Pikirku, yang semakin membuatku terkejut adalah ia mempunyai sayap. Kedua sayapnya terbentang sangat panjang dengan bulu bulu berwarna putih kebiruan. Hah jantungku serasa berhenti, napasku sesak. Aku pun jatuh pingsan.
Perlahan lahan kubuka kedua mataku, aku berbaring diatas ranjang rumah sakit. Kenapa aku bisa disini? Astaga aku baru ingat semalam aku bertemu dengan sesosok makhluk aneh. Apa dia yang membawaku kemari. Ah tidak mungkin, jika iya pasti semua orang yang melihatnya akan terkejut dan pingsan seperti diriku.
Wah di rumah sakit sekarang aku berbaring sangat ramai. Dari balik tirai penyekat antara pasien satu dengan pasien yang lainnya terdengar sangat berisik. Ada yang berteriak kesakitan dan langkah kaki yang terburu buru.
Aku terbangun, tubuhku baik, sehat tidak ada yang sakit. Tidak ada luka lecet sedikit pun. Hanya pingsan saja. Tapi aku ingat semalam aku tersungkur ke aspal. Harusnya sekedar lecet ditangan ada. Aneh sekali.
Kusingkap tirai itu.Para dokter dan suster berlarian kesana kemari membawa pasien yang terluka. Ada apa? Seperti habis ada gempa saja. Bahkan ranjang untuk pasien sudah habis hanya tinggal satu milikku yang kosong. Namun seorang laki laki dengan patah tangan dibawa masuk dengan kursi roda. Kupersilahkan suster itu membawanya ke ranjangku. Pria itu lebih membutuhkan daripada aku.
"Sus, kenapa ada banyak sekali pasien terluka saat ini?"
"Semalam ada gempa cukup hebat di wilayah ini. Hanya sebentar sih tapi sudah banyak melukai orang orang." jawab suster itu sambil melakukan pertolongan pertama untuk pasien di depannya.
"Oh Ya Tuhan!" Aku jadi merinding. Kuputuskan pergi saja dari sana. Kuraih tas cangklongku yang terletak diatas meja kecil dekat ranjang. Aku bergegas keluar. Banyak darah dimana mana. Aku tidak tahan melihatnya.
Setelah keluar rumah sakit langsung kucegat taxi yang baru lewat. Aku pergi menuju kos kosanku. Satu jam perjalanan sampai karena kebetulan tidak ada macet. Taxi itu berhenti didepan sebuah gang sempit. Setelah kubayar ongskos taxi, aku langsung turun.
Syukurlah daerah tempat kos kosanku baik baik saja. Tidak ada kerusakan yang berarti. Aku menyusuri gang sempit itu hingga sampai pada sebuah rumah yang behimpit antara satu dengan yang lain. Kuraih kunci rumah yang ada didalam tas. Kumasukan kedalam lubang pintu dan kuputar. Ceklek. Pintu itu terbuka.
Aku pun masuk lalu duduk di kursi depan TV. Kunyalakan TV itu dan kucari saluran berita.
"Gempa berkekuatan 7 sekala richer mengguncang kota A selama satu menit. Pusat gempa diperkirakan terjadi di depan halte bus x . Gempa yang terjadi hanya sebentar itu telah banyak memakan korban jiwa disekitar pusat gempa. Daerah yang hampir tidak pernah mengalami gempa tiba tiba terjadi gempa yang mengejutkan. Hal itu membuat berbagai pihak menjadi heran. Sebab terjadinya gempa saat ini masih diselidiki lebih lanjut oleh pihak pihak yang berwenang."
Langsung saja kumatikan TV itu dengan remot. Setelah meletakan remot diatas meja, aku bergegas berlari masuk kedalam kamar. Ku rebahkan tubuhku perlahan.
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Apa benar benar karena gempa? Lalu makhluk apa yang kulihat semalam? Ah mungkin aku hanya berhalusinasi karena kelelahan bekerja." Aku memutuskan untuk berpikir secara logika, dengan nalar yang waras.
Oh aku sangat mengantuk, jam dinding diatas lemari plastik menunjukan pukul 05.00 pagi. Lebih baik kupejamkan mata sebentar sebelum nanti jam 7 aku kembali berangkat bekerja. Belum semenit kupejamkan mata, ponsel dikantung jaketku bergetar.
Drrt drrt drrrt drrt
Di layar ponsel tertera nama Pak Bos. Kugeser icon berwarna hijau lalu kutempelkan ponselku didekat kuping.
"Hallo Sya, hari ini libur. Beri tahu yang lain ya."
"Loh kenapa Pak?"
"Resto kita rusak parah. Jangan masuk dulu sebelum direnovasi."
"Oh iya Pak, nanti saya akan memberi tahu anak anak yang lain."
"Baiklah. Terima kasih."
"Sama sama Pak." Tut tut tut panggilan dimatikan. Kemudian kuketik pesan WA di grub karyawan resto bahwa hari ini libur sampai waktu yang belum ditentukan dikarenakan resto sedang rusak parah dan akan direnovasi terlebih dulu. Terkirim. Dengan begitu teman teman kerjaku pasti bisa membaca pesanku. Aku sangat lelah, akhirnya dengan pakaian yang sama semalam, pagi ini aku terlelap.
😴😴😴😴😴
"Huaamm." Aku terbangun setelah setengah hari aku tertidur. Kurenggangkan otot otot tubuhku yang kaku.
Kryucuk kryucuk cacing cacing diperutku sudah bernyanyi nyanyi gembira. Tandanya perut ini harus segera diisi makanan. Dengan malas kumelangkah menuju dapur. Kubuka lemari rak piring. Hanya ada satu bungkus mi instan rebus rasa ayam bawang.
Tidak masalah ini saja enak. Kuraih panci kecil dicantolan atas kompor. Kuisi air putih didalam panci secukupnya. Kunyalakan kompor hingga tunggu airnya sampai mendidih. Setelah mendidih kumasukan mi instan dan semua bumbu bumbunya. Setelah matang, angkat, sajikan dalam mangkuk lalu lahap. Berbekal kipas tangan kukipas kipaskan mi itu agar cepat dingin. Setelah dingin. Jelas saja langsung kulahap habis sampai ke kuah kuahnya.
Setelah sarapan plus makan siang itu aku langsung mandi. Lima belas menit cukup. Aku sudah selesai dan rapi. Siang ini aku akan pergi ke minimarket untuk berbelanja bahan makanan. Seperti telur, mi instan, beras, ikan kalengan, kecap,saus dan lain lain yang bisa awet tanpa dimasukan kulkas. Karena dikos kosan sempitku ini tidak ada kulkas.
Aku pergi naik ojol. Ini pertama kalinya. Karena aku baru download aplikasinya belum lama. Karena memang aku baru beli ponsel baru yang lebih canggih dari ponsel lamaku. Oh aku baru ingat kenapa semalam tidak pesan ojol saja. Ah aku benar benar lupa. Kalau pesan ojol lebih awal waktu itu aku tidak harus mengalami kejadian yang aneh.
Aku sampai di minimarket tujuanku. Aku beli semua yang aku butuhkan lalu membayarnya ke kasir lalu pulang. Kali ini aku naik taxi, karena belanjaanku cukup banyak lebih enak naik mobil. Ditengah jalan aku teringat kejadian dihalte semalam. Aku meminta sopir taxi untuk membawaku ke sana sebentar.
"Pak tunggu sebentar disini ya? Saya ada perlu sebentar titip belanjaanku."
"Iya Non."
Aku keluar mobil lalu berjalan menuju halte. Sungguh aneh kenapa atap haltenya masih utuh. Jelas jelas semalam aku hampir tertimpa atap itu. Dan harusnya jika dari berita yang aku tonton tadi pagi benar disini terjadi pusat gempa sudah pasti halte ini rata dengan tanah.
"Aduh kenapa aku jadi merinding ya?" Ujarku seraya memegang tengkukku. Kubalikkan badan dan aaaakkkkhhhh aku menjerit lagi. Sosok yang sama seperti semalam. Aku ingin berlari tapi tidak bisa. Kutengok kearah supir taxi itu sudah pingsan dikursi pengemudinya dengan kaca mobil terbuka.
"Ka-kau siapa?"
Bukannya menjawab sosok itu malah membawaku terbang bersamanya.
"Tidakkkk!!!"
Terbang entah kemana, sangat tinggi sangat jauh. Sepertinya sangat jauh dari dunia yang biasa aku tinggali. Ah mungkin aku benar benar sudah mati. Dan sosok yang membawaku ini adalah malaikat maut mungkin saja. Meski sangat jauh tapi hanya sekejap mata.
Tiba tiba aku sudah sampai diujung tebing yang disampingnya terbentang lautan yang sangat luas hingga tak terlihat ujungnya. Sosok itu meletakanku keatas tanah dengan perlahan. Dia berubah sedikit lebih pendek dari ukurannya yang barusan. Tapi tetap lebih tinggi dariku. Sayapnya juga tiba tiba hilang. Ia berjongkok dengan satu kaki ditekuk untuk menyangga tangan kirinya. Wajahnya semakin dekat dengan wajahku. Menatap kedua mataku tanpa berkedip.
"Hai, manusia. Siapa namamu?"
"Ta-tasya."
" Kamu bisa melihatku?"
"I-ya. Kamu kan makhluk yang aku lihat semalam."
"Kamu masih ingat denganku?"
"Tentu saja, aku belum pikun. Lalu dimana aku?"
"Ini dunia ku, dan sebentar lagi akan menjadi dunia kita. Seharusnya kamu tidak bisa melihat wujud asliku. Bahkan aku sudah membuatmu lupa ingatan. Tapi kenapa kamu masih ingat. Sebenarnya kamu manusia yang seperti apa?"
"Hah apa? Aku tidak mengerti. Baiklah begini saja. Aku akan pura pura tidak melihatmu dan lupa ingatan. Tapi kembalikan aku ke rumah. Bagaimana?"
"Tidak bisa."
"Loh kenapa?"
"Siapapun yang bisa melihat sosok kami, dia harus menjadi bagian dari kami dan tinggal disini selamanya."
"Aku tidak mau. Aku punya keluarga diduniaku, kalau aku pergi mereka akan mencariku."
"Baiklah aku akan membawa semua keluargamu kemari."
"Jangan! Jangan ikut sertakan mereka. Ini hanya antara kita berdua. Aku mohon!"
"Baiklah, kalau begitu kamu harus menurut."
"Hah baiklah."
"Bagus." Sebenarnya aku tidak ingin mengikuti kemauannya. Tapi aku bisa apa di tempat asing ini. Tidak ada yang aku kenal. Aku jadi merasa takut, aku ingin menangis. Tiba tiba makhluk didepanku ini menarikku ke belakang tubuhnya. Menyembunyikanku dari seseorang.
"Merlad kamu disini? Aku mencari carimu kemana mana." tanya sosok lain yang baru saja datang.
"Ada apa sampai mencariku?"
"Hei kenapa kamu marah? Aku hanya ingin mengajakmu bermain lagi di dunia manusia."
"Tidak mau, gara gara ulahmu kita sampai membuat kekacauan disana."
"Ah tidak masalah, tidak akan ada yang tahu. Tapi aku janji kali ini tidak akan buat kekacauan lagi."
Aku sangat penasaran, siapa yang berbicara dengan sosok didekatku ini. Kutengokkan kepalaku
mengintip. Ternyata sosok yang sama dengan makhluk di dekatku. Hanya berbeda warna kornea matanya saja, merah terang dengan rambut cepak berwarna hitam kemerah merahan. walau sama sama berwajah cantik namun bersuara laki laki, yang ini lebih seram. Oh aku tambah takut.
"Merlad kamu menyembunyikan sesuatu!" tiba tiba secepat kilat sosok berwana merah itu sudah berada di depanku lalu memegang lenganku namun ditahan oleh sosok berwarna biru. Sosok biru itu merangkul dan mendekapku dipelukannya. Oh ya Tuhan, badannya sangat harum dan dingin. Seperti wangi bunga mawar.
"Kau gila, kenapa membawa manusia kemari?"
"Itu bukan urusanmu!"
"Kau yang benar saja, bagaimana jika Raja sampai tahu."
"Beliau tidak akan tahu, jika kamu tidak memberitahunya. Cershin aku harap kamu jangan ikut campur urusanku!" Setelah berucap begitu, sosok berwarna biru itu membawaku terbang lagi. Kali ini ia membawaku ke sebuah bangunan yang sangat besar bentuknya seperti kastil. Bangunan itu berada di tengah hutan dekat dengan air terjun.
Kami terbang menuju sebuah balkon kamar. Lalu kami berdua turun di balkon itu. WAW menakjubkan pemandangannya sangat indah dari balkon ini. Aku sampai terpana dibuatnya. Disni lebih indah daripada di bumi. Hutan yang sangat lebat dengan burung burung berwarna putih yang sangat banyak hinggap diatas dahannya. Seperti hutan burung.
"Kamu menyukainya?"
"Iya eh." Aku tersadar dari lamunanku. Sosok biru itu berdiri tepat dibelakangku dengan kedua tangannya memegang pagar balkon. Hingga aku terhimpit ditengah tengah. Aku berbalik mencoba mendorong tubuhnya namun tak kuat. Mata kami malah saling memandang.
Oh aku tak tahan melihatnya matanya sangat menyilaukan. Kupalingkan mataku sambil terpejam. Kurasakan tangan kekarnya meraih daguku menghadapkan wajahku kedepan. Sedangkan tangannya yang lain merangkul tubuhku mendekatkan tubuhku ke tubuhnya dan ya kami berciuman di balkon itu. Seketika semua burung terbang mengelilingi kastil dimana kami berada.
Kenapa aku tidak bisa menolak perlakuannya. Seperti saat aku bertemu dengannya di halte tadi. Ketika sosok ini menginginkan sesuatu dariku aku tidak bisa bergeming bahkan menolak. Entah ini sihir atau memang hatiku sudah dicuri olehnya.
Ciuman ini berlanjut lebih dalam, lebih hangat, lebih mesra. Tiba tiba kakiku mengambang diudara terbang perlahan bersamanya. Jatuh perlahan diatas kasur putih yang embuk dan lembut. Seperti bulu bulu angsa yang sangat lembut. Lebih lembut dari kain sutra.
Hanya dengan sekali sentakan darinya pakaianku sudah lepas semua. Begitupun dengannya. Kami benar benar sudah telanjang bulat seperti bayi. Kami benar benar melakukan hal itu. Oh aku terbuai oleh kelembutannya. Aku sangat kelelahan, aku pun tertidur dalam pelukannya. Sayapnya muncul lagi menelungkup tubuh kami berdua. Aku meringkuk dalam dekapannya. Hangat tidak sedingin ketika pertama kali kupeluk tubuh kekar itu.
Entah berapa lama aku tertidur, energiku seperti terkuras habis. Aktifitas panas itu membuatku merasa bahagia. Entahlah, mungkin aku telah jatuh cinta pada sosok itu. Siapa namanya? Bahkan kami belum resmi berkenalan. Lalu dimana dia? Kenapa aku sendirian di kamar yang amat luas ini. Aku beranjak dari sana berdiri diatas balkon. Kulihat kesekeliling luar dari kastil. Cahaya biru menyilaukan itu bersinar didasar air terjun. Ternyata ia sedang mandi disana.
Bagaimana aku turun dari sini? Kastil ini sangat besar, bisa bisa aku tersesat. Tiba tiba burung burung berwarna putih mengelilingiku. Badanku terangkat, aku terbang. Burung burung ini membawaku turun menuju ke tanah. Kutapaki tanah menuju air terjun. Kulihat ia tengah berdiri didalam air sebatas perutnya. Ia mendongak ke atas sambil memejamkan kedua matanya. Wajah dan tubuhnya semakin bersinar terkena kilauan cahaya matahari. Putih kebiru biruan.
Menyadari kehadiranku. Ia menundukan wajahnya kearahku. Aku terkejut karena kornea matanya berubah jadi kuning keemasan kenapa? Meski begitu ia tetap terlihat tampan eh bukan tapi cantik. Tiba tiba butir butiran air terbang kearahku. Semakin mendekat dan astaga butiran air ini menutupi tubuhku yang telanjang hingga membetuk sebuah pakaian. Aduh aku malu sekali.
"Mendekatlah." ucapnya sambil tersenyum. Aku pun menurut, melangkah menuju kearahnya. Masuk kedalam air yang dalamnya sedadaku. Tangannya menyambut tubuhku mendekat ketubuhnya.
"Apa kamu senang?" tanyanya tiba tiba.
"Apa kamu menghipnotisku? Kenapa aku selalu menurut semua ucapanmu?" Tanyaku balik.
"Tentu saja tidak. Semua yang kamu lakukan itu adalah kehendakmu sendiri."
"Benarkah? Hingga yang semalam itu juga?"
"Benar." Oh aku jadi malu sekali. Pertanyaan bodoh macam apa itu.
"Oh iya siapa namamu? Aku belum tahu."
"Merlad."
"Merlad apa sebenarnya dirimu itu?"
"Aku adalah bangsa avirsian. Kami hidup bersebelahan dengan duniamu. Tapi bangsamu tidak bisa melihat kami. Kami hanya sebuah cahaya bagi bangsa kalian."
"Tapi kenapa aku bisa melihatmu?"
"Itu juga yang ingin aku tahu. Dan kenapa juga hatiku ini memilihmu menjadi istriku bangsa manusia?"
"Aku istrimu?"
"Benar, kita sudah menikah semalam."
"Apa? Kapan? Maksudku bagaimana bisa?"
"Bukankah kita sudah melakukan itu semalam?"
"Iya tapikan bukan berarti aku sudah menjadi istrimu."
"Ketika bangsa avirsian memilih pasangannya cukup hati yang bicara. Seorang avirsian tidak akan berpaling hati. Dan hatiku telah memilihmu."
"Tapi aku manusia bukan sepertimu. Kami bangsa manusia sering tidak setia. Hati kami mudah sekali berubah ubah."
"Kamu sudah menjadi bagian dari kami."
"Benarkah begitu. Tapi bagaimana kalau aku rindu kedua orang tuaku?"
"Aku bisa membawanya kemari untukmu."
"Jangan! Tidak usah, tidak perlu. Jangan bawa bawa orang tuaku kemari."
"Tapi kamu selalu memikirkan mereka."
"Tentu saja mereka kan orang tuaku."
"Lalu bagaimana perasanmu padaku?"
"Hah?" kenapa dia cepat sekali bertanya seperti itu. Setidaknya beri waktu aku untuk memikirkannya. Walau sejujurnya hatiku merasa bahagia saat di dekatnya tapi aku tak yakin bahwa perasaanku ini benar cinta.
"Merlad." Tiba tiba sesosok tinggi besar sudah berada didekat kami. Memanggil merlad. Sontak saja ia menarik tubuhku kedalam pelukannya. Aku yakin salah satu bangsa avirsian. Tapi berbeda dari Merlad. Sosok itu berambut panjang berwarna putih berjenggot panjang juga dengan warna yang sama. Berjubah putih dengan pakaian kebangsawanan. Jubahnya berukir bunga mawar keemasan. Sayapnya pun putih polos bercahaya keemasan. Kedua korneanya pun kuning keemasan sama seperti Merlad saat ini.
"Raja." Apa sosok putih itu adalah seorang raja? Pantas kami berdua terlihat kecil dihadapannya.
"Apa dia gadis itu?"
"Benar Ayahanda. Dia sudah menjadi istriku."
Apa Ayahanda? Berarti Merlad seorang pangeran. Lalu aku istri seorang pangeran begitu? Oh ya ampun aku jadi bingung. Semua keanehan yang mendadak ini membuatku seolah olah bisa menjadi gila.
"Apa dia manusia?"
"Hem, apa Cershin yang memberitahu Ayahanda?"
"Jangan bawa bawa Cershin. Kalian harus ikut dengan Ayah sekarang."
"Baik Ayahanda."
Aku hanya bisa menurut saja. Apa aku penting bicara disini. Walau sebenarnya akulah sumber masalah disini. Tapi tetap saja aku tidak bisa berkutik di dekat sosok sosok tinggi besar ini.
Memang benar mirip seperti cahaya kami pergi dan sampai hanya sekejap kedipan mata. Kami sudah sampai di sebuah istana yang sangat besar megah dan serba putih. Tiga kali lipat kastil milik Merlad. Istana itu dikelilingi kebun mawar berwarna merah yang sangat luas hingga tidak terlihat sama sekali ujungnya.
Kami masuk kedalam ruangan yang banyak sekali pilar pilar yang sangat tinggi tinggi dan berwarna putih semua. Kami disambut oleh sosok berwarna putih keemasan yang berdiri disamping singgasana raja yang berwarna emas.
Sosok itu luar biasa cantik. Kalau Merlad dan Ayahnya bisa disebut pria cantik. Sosok itu terlihat lebih cantik lagi. Rambutnya yang putih panjang bergelombang dengan kornea mata kuning keemasan pula. Sama seperti Ayah Merlad sosok itu berjubah putih dengan gaun yang sangat panjang berwarna putih juga. Dilehernya terdapat kalung emas dengan bandul berbentuk bulat berwarna putih.
"Ibunda Ratu." Ucap Merlad lalu menunduk memberi hormat.
"Anakku? Hah matamu sudah berubah Sayang? Siapa gadis beruntung itu Sayang?" Tanya sosok yang ia panggil ibunda ratu itu tanpa menyadari kehadiranku disana.
"Dia adalah gadis itu Ibu. Tasya namanya." Ucap merlad sambil memelukku.
"Hah Apa? Di-dia manusia?" Ibu Merlad tampak terkejut. Aku jadi takut melihatnya. Firasatku mengatakan akan terjadi masalah yang besar disini gara gara diriku.
"Memangnya kenapa ibu? Hatiku sudah memilihnya."
"Tapi Sayang?"
"Ratu biar aku saja yang menjelaskan pada Pangeran. Bawa anak manusia itu pergi dari sini dulu."
"Baiklah Raja." Kali ini aku sangat takut jika harus dipisahkan jauh dari Merlad. Apa ini sebenarnya cinta yang aku rasakan? Tapi Merlad mencoba meyakinkan ku untuk tidak khawatir. Aku pun menurut. Mengikuti Ratu menuju sebuah ruangan yang terdapat kursi kursi dan meja yang besar.
"Maaf." satu kata yang terucap dari bibir tipis ibunda ratu.
"Maaf untuk apa ya Ratu?"
"Sudah membawamu dalam masalah."
"Masalah yang seperti apa?"
"Seharusnya kamu tidak ada disini. Ini bukan tempatmu."
"Iya memang benar. Awalnya aku merasa ini adalah kesalahan. Tapi sekarang aku tidak menyesalinya."
"Tapi kalian tidak bisa bersama. Sebelum semakin menyakiti hati kalian berdua sebaiknya lupakan perasaanmu padanya."
"Apa? Tapi kenapa? Bahkan kami sudah melakukan itu. Lalu kata Merlad kita sudah menikah juga."
"Oh ini semua kesalahan Merlad. Kenapa anak itu ceroboh sekali sampai jatuh cinta pada seorang anak manusia." Ibunda ratu berubah sedih, cahayanya meredup. Bangsa avirsian tidak bisa menangis seperti manusia. Tapi cahaya ditubuh mereka akan meredup seketika. Dan itu yang terjadi pada Ibunda ratu saat ini.
"Apa yang akan terjadi pada Merlad jika kita tetap bersama?"
"Dia akan dikurung didasar lautan terdalam dalam kegelapan. Selama seribu tahun."
"Astaga." Hatiku sangat sakit ketika mendengar Merlad akan dikurung selama itu didasar laut. Aku tidak boleh egois. Aku akan pergi darinya jika itu yang terbaik untuk kita berdua. Sakit hati ini tidak sebanding dengan penderitaan yang akan dialami Merlad nantinya.
Tiba tiba dari luar ruangan terdengar keributan yang sama yang pernah aku dengar ketika pertama kali bertemu dengan Merlad. Ibunda ratu segera keluar menuju asal suara itu, aku mengikuti beliau dari belakang.
JEDERR DEBUMMM
Merlad dan Cershin jatuh tersungkur secara bersamaan. Ayahanda Raja tengah murka pada keduanya. Karena kelakuan mereka yang mencoba main main di dunia manusia dan membuat seorang bangsa manusia bisa melihat sosok mereka. Dan hingga parahnya Merlad jadi jatuh cinta pada manusia itu yang tak lain dan tak bukan adalah diriku sendiri.
"Ayahanda aku mohon maafkan aku, biarkan kami hidup bersama."
"Kalian tidak bisa bersama, itu sudah aturannya. Kalian beda dunia. Jika kamu terus memaksa kalian akan Ayah hukum sangat berat!"
"Tapi Ayah hatiku sudah memilih dirinya, kami bahkan sudah menikah. Ayah bisa mengubahnya menjadi bagian dari kita supaya kami bisa bersama. Ayahanda adalah seorang raja pasti bisa melakukan hal itu."
"Itu bukanlah wewengan seorang raja."
"Tapi Ayah?"
"Merlad aku akan pergi." Ucapku. Aku tidak tega melihat Merlad memohon mohon pada Ayahanda raja.
"Jangan Tasya aku tidak mengizinkan. Apa kamu lupa dengan ucapanku? Manusia yang bisa melihat sosok kami harus jadi bagian dari kami."
"Tapi bukan berarti kamu harus menikahinya, Merlad!" Sahut ibunda ratu.
"Dia lebih baik pulang ke dunianya jika harus kamu nikahi. Apalagi kamu seorang pangeran tidaklah boleh menikahi titisan manusia. Jika manusia ini benar benar menjadi bagian dari bangsa kita."
"Hatiku akan mati jika harus perpisah denganya Ibunda."
"Merlad Sayang, apa kamu tidak kasihan pada ibu Nak? Ibu akan sedih jika kamu tertimpa masalah karena hal ini."
"Merlad aku mohon lupakan aku dan lepaskan aku. Biarkan aku pulang ke rumahku.Kita sama sama punya keluarga yang perlu kita bahagiakan. Kita tidak boleh egois demi kebahagiaan kita sendiri. Aku harap kamu bisa mengerti."
Kulihat Merlad tertunduk lesu dilantai. Cahayanya benar benar sudah padam. Seluruh tubuhnya sudah pucat pasi. Tak ada lagi warna di kedua kornea matanya. Aku pun tertunduk dilantai juga. Untuk terakhir kalinya kutatap wajahnya yang pucat. Ia balik menatapku. Air mataku mengalir dipipi. Dia usap pipiku yang basah. Tangannya menjulur menyentuh perutku. Keluar cahaya dari perutku. Kemudian dari genggaman tangan Merlad terdapat sebuah kalung emas berbandul batu bulat berwarna biru cerah.
"Pakailah kalung ini. Didalam kalung ini ada sebagian dari diriku. Bawalah bersamamu. Aku harap kamu tidak akan pernah melupakan aku."
"Merlad. Hiks hiks." setelah kuterima kalung itu. Aku memeluknya sambil menangis tersedu sedu. Dia membalas pelukanku. Pelukan yang kembali dingin seperti sudah tidak ada nyawa lagi dalam raga itu. Sudah cukup salam perpisahan ini. Aku langsung bangkit seraya menghapus air mataku mencoba tegar.
"Cershin, bawa anak manusia ini kembali ke dunianya. Dan buat dia lupa akan kita semua." Ucap Ayahanda raja pada putra keduanya.
"Baik Ayahanda." Lalu raja menghilang dari hadapan kita semua.
"Aku harap kamu bisa bahagia." ucap ratu lalu menghilang juga dari sana.
"Ayo." ajak Cershin, aku tatap Merlad untuk terakhir kalinya. Dia sudah berubah seperti patung diam tak bergerak. Oh hatiku sakit melihatnya kupejamkan mata lalu Cershin membawaku terbang tinggi dan terbang sangat jauh dari sana.
Zep sekejap mengedipkan mata. Aku sudah berada di depan halte bus itu. Cershin memandang kedua mataku. Mencoba mengambil semua ingatanku ketika bersama mereka. Tangannya menutup kedua mataku dan aku pun jatuh pingsan.
😭😭😭😭😭
Hari hari telah berlalu. Hidupku sudah normal seperti biasa. Aku bahkan sudah betunangan dengan bosku. Pak bosku memang masih lajang dan ternyata beliau telah menyukaiku sejak pertama kali aku bekerja di restorannya. Setelah menemukanku pingsan ditengah jalan malam itu. Kami jadi semakin dekat. Dan memutuskan untuk berpacaran hingga bertunangan. Namun aku tetap bekerja denganya sampai kami menikah.
Pagi itu aku sudah siap. Kutatap wajahku dicermin. Ada yang kurang, ha iya kalungku. Kubuka laci meja riasku dan kuambil kalungku disana. Kalung emas berbandul batu bulat berwarna biru cerah. Entah sejak kapan aku memilikinya, siapa yang memberinya padaku aku lupa.
Yang aku ingat aku harus menyimpan kalung ini baik baik. Aku pun segera memakai kalung itu. Aku sudah siap. Kuraih tas cangklongku yang ada di atas kasur. Kuberlari keluar rumah. Aku sudah pindah ke rumah kontrakan yang halamannya lebih luas. Pak bosku sudah menungguku di depan rumah dengan mobilnya. Aku juga tidak pulang pergi naik bus lagi. Sudah ada yang antar jemput aku bekerja.
Kami pun berangkat. Seperti biasa kami selalu lewat depan halte bus yang biasa aku menunggu bus kalau pulang bekerja. Dari kejauhan sebuah bus berhenti disana. Para penumpang yang sudah menunggu langsung naik ke dalam bus. Hingga tertinggal satu orang di halte itu. Pria berwajah cantik karena sangking tampannya. Ia mengenakan jaz, kemeja, dan celana panjang yang semuanya berwarna putih.
Ia berdiri sambil memegang setangkai mawar merah. Mobil kami lewat pas di depannya. Pria itu tersenyum padaku sambil mengangkat setangkai mawar merah itu bermaksud melambai kearahku. Aku tentu membalas senyumannya. Lalu aku kembali menatap ke arah depan sesaat. Namun ketika aku melirik kearah kaca sepion pria itu sudah tidak ada disana. Astaga aku kaget pergi kemana pria itu. Aku clingak clinguk mencari keberadaannya.
"Ada apa loh dek?"
"Mas lihat pria pakai jaz putih di halte tadi gak?"
"Entahlah Mamas gak lihat. Dari tadi Mas fokus nyetir kedepan. Emang ada apa dek?"
"Hehe gak apa apa kok Mas."
Mungkin orang itu langsung pergi saat aku berpaling tadi. Atau entahlah biarkan saja. Aku kembali menatap kedepan sambil sesekali ngobrol dengan bosku sekaligus kekasihku ini. Aku merasa lega dan bahagia sekarang. Aku berharap hatiku akan terus merasa seperti ini selamanya.
🌹🌹🌹🌹🌹
Tak selamanya cinta itu harus bersama. Terkadang kita juga dihadapkan pada pilihan yang sulit. Harus memilih diantara pilihan yang paling baik. Tidak semua juga perpisahan itu buruk . Ada kalanya perpisahan itu membawa kita pada kebahagiaan yang lain. Jangan putus asa karena putus cinta. Cinta mati satu, tumbuh cinta yang lain. Berbahagialah hidup hanya sekali, nikmatilah jangan buat sedih.
TAMAT