Setiap orang memiliki perbedaan. Pun masalah hati.
Sebagian orang dapat dengan mudahnya jatuh cinta, sedangkan sebagiannya lagi sangat sukar merasakannya.
Iskara termasuk jenis orang yang kedua.
Di umurnya yang ke-16 tahun, itulah saat pertama kalinya ia jatuh cinta. Namun, perasaan itu sirna begitu saja seiring dengan waktu yang terus berlalu.
Setelah tiga tahun berlalu, di usianya yang ke-19 tahun, ia kembali merasakan gejolak asmara kepada lelaki berparas tampan bernama Alris.
Malangnya, cinta itu tak lengkap.
Cinta yang Iskara pikir dimiliki keduanya, ternyata hanya satu pihak. Faktanya perasaan Alris berbeda dengan perasaan Iskara.
Tiba-tiba saja Alris berhenti menghubungi. Tak lagi membalas chat ataupun mengomentari postingan.
Ia menghilang tanpa berpamitan.
Kemudian, sebuah fakta tersebar. Fakta mengenai sosok perempuan yang sesungguhnya dicintai Alris. Fakta tentang keromantisan dalam hubungan mereka.
Dengan bangganya Alris memamerkan sosok itu tanpa sedikitpun peduli dengan pedihnya luka Iskara.
Harapan Iskara dulu tentang kata 'bersama' menjadi khayalan semata.
Sesuatu dalam dirinya hancur berkeping-keping.
Namun, Iskara sadar sepenuhnya, ia tak punya hak untuk cemburu maupun marah.
Sejak awal mereka hanya teman, bukan?
Perasaan ini tak Iskara sampaikan. Dan, mungkin tak akan pernah tersampaikan. Hanya tersimpan dalam hati, tak ada yang mengetahuinya, terutama lelaki itu.
Meski bukan hal yang mudah, Iskara akan berusaha melupakan.
Berbulan-bulan terlewat, tak ada kabar dan tak lagi mencaritahu tentangnya. Perlahan Iskara berhasil melupakan.
Sayangnya, tatkala hatinya sudah baik-baik saja, lelaki itu kembali menghampiri. Dengan entengnya dia datang begitu saja, tanpa meminta maaf dan bersikap seolah tak bersalah.
Iskara berupaya abai meski tak sepenuhnya.
Tatkala Alris menghubungi lewat chat, mengomentari postingan dan menelponnya, Iskara jarang membalasnya.
Namun, Alris gigih. Ia terus-menerus menghubungi tanpa henti, membuat hati yang sudah tertutup perlahan kembali terbuka untuk orang yang sama.
"Kamu suka one piece juga?" tanya Alris, melihat Iskara menonton tayangan dua dimensi tentang bajak laut.
"Baru episode dua ratusan," jawab lawan bicaranya.
"Aku juga nonton itu. Anime favorit aku itu, sih. Nggak bakal nyesel kamu nonton itu!" ujarnya antusias.
"Oh, ya? Jadi penasaran."
"Kok, kita punya banyak kesamaan, ya? Sama-sama suka nonton anime. Gimana kalau kita pacaran aja?"
Iskara hampir tersedak mendengarnya.
Kinerja otaknya mendadak membeku. Ini terlalu mendadak. Iskara bingung menjawabnya.
Walau sebenarnya hatinya ingin, namun ia takut kecewa. Takut kalau kalimat yang dilontarkan Alris hanya main-main semata.
"Nggak usah bercanda." Mata Iskara tetap berfokus pada handphone, walau pikiran dan hatinya sedang tidak karuan.
"Aku serius."
"Nggak percaya. Kamu, kan, nggak ada perasaan ke aku."
"Kamu mah orangnya nggak percayaan. Pernah nonton anime yang awalnya teman terus saling suka, nggak, sih?"
"Pernah."
"Kenapa coba mereka bisa saling cinta?"
"Terbiasa. Ada yang namanya cinta karena terbiasa."
"Iya, sama kayak aku ke kamu."
Terlepas dari jujur atau tidaknya, ucapan Alris berdampak besar untuknya.
Tahukah lelaki itu, hatinya terasa melambung tinggi karenanya?
Iskara semakin takut. Takut jika perasaannya tak dapat dikendalikan dan akhirnya kembali menemui luka.
"Alah, dasar buaya!" ketus Iskara.
"Aku bukan buaya, sayang."
"Nggak pacaran, tapi manggil sayang? Kamu pikir, aku nggak tahu orang kayak kamu itu sejenis buaya?"
"Makanya mending kita pacaran."
Bola mata Iskara berputar malas. Wajahnya memasang ekspresi sinis. Berbeda sekali dengan keadaan hatinya.
"Boleh, tapi minta izin dulu ke Gojo Satoru."
Gojo Satoru.
Salah satu karakter favorit Iskara dari anime Jujutsu Kaisen. Gojo memiliki tinggi sekitar 180 cm. Rambutnya berwarna putih. Dia sering memakai penutup mata. Hal yang membuat Iskara tertarik pada tokoh itu adalah mata birunya yang sangat indah saat diperlihatkan.
Iskara sering bercerita mengenai karakter itu pada Alris, bahkan berhalu menjadikan Gojo sebagai pacar gepengnya.
"Ah, Gojo terus. Kamu sama aku aja, jangan sama Gojo!" Bibir Alris mengerucut dan pipinya menggembung menggemaskan.
"Biarin, aku maunya sama Gojo."
Iskara menahan tangannya untuk tak mencubit pipi lelaki itu.
"Jangannnn!!!!" Alris merengek, membuat Iskara menahan senyum yang hendak mengembang.
"Suka-suka aku lah."
"Kok, gitu? Gantengan aku daripada Gojo!"
"Pede banget jadi cowok."
"Yaudah nanti malam aku minta izin biar bisa jadi pacar kamu."
"Emang bisa? Gojo, kan, gepeng."
"Bisa. Nanti aku jadi 2D dulu."
Tawa menguar dari bibir Iskara, tak tahan dengan kalimat random lelaki itu.
Iskara berdehem beberapa saat, menetralkan tawanya. "Kalau udah minta izin, nanti sampaikan ke saya, ya, Mas."
"Mas pacar maksudnya?"
"Ih, bukan!"
"Kok, bukan?"
"Kamu emang bukan pacarku."
Bersamaan dengan suara Iskara, angin berhembus cukup kencang menerbangkan helaian rambutnya hingga menghalau penglihatan.
Tangan Iskara terangkat hendak merapihkan rambut, namun seseorang sudah terlebih dahulu membantunya.
Jarak antara keduanya sangat dekat hingga gadis itu dapat merasakan hembusan napas lelaki di hadapannya.
Ludah Iskara tertelan dengan sendirinya. Jantung berdegup kencang. Perutnya geli layaknya terdapat segerombolan kupu-kupu berterbangan di dalam sana.
"Kamu cantik."
Dua kata yang mampu mengacak hati Iskara.
Panas menjalar di sekitar pipi, menciptakan rona merah yang cukup kentara.
Jika Alris terus berperilaku seperti ini, Iskara tak bisa menahan perasaannya lagi.
Ia ... kembali jatuh hati pada sosok lelaki yang pernah mematahkan hatinya.
Seolah tak belajar dari kesalahan, ia membiarkan Alris memasuki hati untuk kedua kalinya.
Dan ... kejadian itu terulang.
Selepas Alris berhasil meraih hati, Iskara kembali dipermainkan.
Untuk kesekian kalinya, Alris menghilang.
Mungkin di mata Alris, Iskara tak lebih dari seorang badut yang menemani dikala bosan.
Bodohnya meski mengetahui itu, Iskara tetap menyimpan harap. Alih-alih menjauh dan pergi, gadis itu tetap berada di tempat yang sama.
Tetap tak beranjak meski tahu lelaki yang dicintai tak akan pernah memandangnya sebagai pemeran utama.
Si pemain hati.
Iskara menjulukinya seperti itu.
Sebab, hanya dia satu-satunya lelaki yang mampu membuatnya hanyut tenggelam ke dalam laut bebas. Membuatnya merasakan indah dan pahitnya cinta. Membuatnya melayang dan terhempas. Membuatnya merasa indah dan istimewa, lalu menjatuhkannya.
Alris ... jahat sekali.
Lelaki itu datang setelah sekian lama menghilang, memberi harapan, lalu pergi setelah tujuannya tercapai.
Sudah cukup. Perasaannya tak mungkin berbalas.
Cinta Iskara nyata, namun cinta Alris tak nyata. Ia hanya main-main. Kini kisah mereka telah usai.
Iskara menggelengkan kepalanya.
Tidak, ini memang bukan kisah mereka, sebab Alris tak mau membuat cerita bersamanya.
Yang ada hanyalah kisah tentang seorang gadis yang jatuh cinta sendirian.
—————🍁🍁🍁—————
Cerita ini mungkin tak terbaca.
Namun, izinkanku mengungkapkan sesuatu yang tak bisa diungkapkan secara langsung.
"Hi! I have crush on you!"
Maaf, telah lancang.
°
°
°
*Teruntuk seseorang yang jauh di sana.