Pagi ini tidak bersahabat, langit yang biasa terlihat indah dengan sinar mentari indahnya, tiba-tiba enggan membagikan sinarnya pada bumi. Sehingga tampak mendung yang disertai gerimis. Membuat hati ini semakin redup seakan alam turut merasakan kesedihanku.
Satu minggu yang lalu saat aku ingin masuk kelas, tiba-tiba terjadi sesuatu padaku yang tidak terduga. Kepalaku terasa sakit, tidak aku sadari tetesan darah keluar dari hidungku, dan tiba-tiba aku sudah ditemukan tergeletak dengan tidak sadarkan diri.
Ketika perlahan ku membuka mata, asing, aneh, bingung yang ku rasakan dengan ruangan itu. Kutanyakan pada diriku sendiri, “Di manakah aku” dalam batinku. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang semakin lama, suara itu mendekat padaku. Ternyata sosok itu adalah kekasihku yang paling aku sayangi.
“Hai ri, kamu sudah sadar.” Sapanya halus
“Aku ada di mana sekarang?” Tanyaku
“Kamu sekarang ada di rumah sakit.” Jawabnya singkat
“Kenapa aku bisa ada di sini, ada apa denganku?” aku terus bertanya-tanya
“lima hari yang lalu sewaktu di kelas kamu tidak sadarkan diri, kamu mengalami koma lima hari.”
“Kenapa bisa seperti itu, apa yang terjadi padaku dirta?” Tanyaku dengan terkejut
Ketika pertanyaanku keluar, tiba-tiba wajah dirta terilhat berubah. Dia sedih sampai tidak sadar meneteskan air matanya, dan entah apa yang dia tangisi sehingga aku juga merasa bingung.
“Aku berharap saat kamu mendengar semua ini tidak terkejut dan sedih. sesungguhnya kamu di Diagnosa terkena kanker Otak staidum akhir.” Jawabnya dengan kesedihan yang terihat di wajahnya
Seketika aku terkejut dengan jawabannya, tapi aku tidak ingin melihatnya semakin bersedih karena keadaanku seperti ini. Aku berpura-pura untuk terlihat tenang di depannya seakan-akan tidak terjadi apapun padaku.
Tapi sesungguhnya saat itu hatiku sangat hancur, pikiranku kacau. Serentak aku menyuruhnya keluar dari ruangan penuh dengan bau obat-obatan. Dan setelah dia keluar, tetasan air mata sudah tak kuat kutahan sampai akhirnya membasahi pipiku. Aku sangat sedih karena penyakit itu terlihat ganas, tapi apalah daya penyakit ini sudah menyatu dengan tubuhku. Tidak tahu aku masih bisa bertahan berapa lama lagi, jika aku boleh meminta aku ingin hidup lebih lama lagi dengan orang yang aku sayangi.
Setelah satu minggu aku berada di rumah sakit, aku pulang ke rumah diantar Dirta, dengan perasaan yang sama. Sesampainya di rumah, aku langsung merebahkan tubuhku di ranjang tempat tidurku. Di situ aku mengambil buku kumpulan semua curhatku. Buku diary itu pemberian dari kekasihku Dirta, aku menulis
13 Desember 2023
Dear Allah
Apakah aku masih bisa merasakan kehidupan yang lebih lama dengan orang-orang yang ada di dekatku. Aku tidak ingin melihat Dirta bersedih karena ku Tuhan. Aku sangat sayang padanya, aku ingin merasakan hidup bersama dalam satu keluarga dengannya, aku tidak ingin berpisah, aku ingin selalu bersamanya.
Sebelum aku berpisah dengannya, apakah aku boleh pergi ke tempat faforit kami Tuhan. Aku siap diambil nyawaku, tapi setelah aku pergi bersamanya. Tuhan aku ingin membuatkan sebuah lagu, tapi tangan ini sudah tidak berdaya. Sepertinya tenagaku terkuras habis, tubuhku semakin lemas, dan sepertinya aku juga ingin berbaring dan tidur di tempat tidurku. Tapi sebelumnya aku ingin mengucapkan kata “I Love You Dirta.”
Riri
Mungkinkan diary itu terakhir yang aku tulis, karena aku merasa hidupku sudah tidak lama lagi, dan disisa umurku ini aku ingin membuat orang-orang yang aku sayangi bahagia. Aku tidak ingin mereka terpuruk karena kepergianku nanti. Aku mencoba untuk tegar dan kuat dihadapan mereka, mungkin melalui penyakit ini aku bisa lebih dekat dengan mereka. Mungkin ini memang sudah jalan terbaik untukku.
Walaupun Dirta sudah mengetahui penyakit yang aku derita, dia tetap sayang dan cinta padaku. Sore itu Dirta datang ke rumahku, tanpa menunggu lama dia masuk ke kamarku tapi melihat aku sudah tergeletak di lantai tidak sadarkan diri. Dirta pun langsung membawaku ke rumah sakit. Seandainya tidak ada Dirta waktu itu, mungkin aku sudah tidak bisa melihat dunia yang indah ini lagi. Saat itu keadaanku sudah sangat buruk dan mungkin ini juga pertemuan terakhir dengan mereka. Karena setelah aku sadar beberapa menit, aku kembali tidak sadarkan diri dan koma.
Angin menderu keras membelai apa saja yang ditemuinya. Membuat gorden putih ruanganku terombang-ambing terkena desahan nafasnya. Menebarkan aroma embun semerbak yang melayang-layang memenuhi ruanganku dan dengan beraninya menerobos. Pelahan aku membuka mata melihat semua orang yang aku sayangi ada di sekelilingku, termasuk kekasih yang aku cintai. Mereka terlihat senang saat aku membuka mata dari sepuluh hari koma. Aku menahan sakit di hadapan mereka, memang aku tidak ingin melihat mereka sedih. Walaupun aku nantinya tidak jadi menikah dengan dirta, setidaknya aku sudah pernah merasakan kasih sayang dari dirta.
“Mungkin aku pergi terlalu pagi, maaf aku pergi mendahului kalian. Tapi aku tidak bisa mengingkari takdirku, mungkin ini bukti kalau aku disayang oleh Tuhan. Aku sayang sama Ibu, ayah dan buat kamu Dirta kekasihku, kamu jangan pernah hapus rasa cintamu padaku, karena aku juga akan membawa cinta kita sampai nanti aku tidak ada. Aku sangat menyayangi kalian,” Dan kata perpisahan itu terucap dari mulutku
“Kamu tidak akan meninggalkanku Ri, aku percaya kalau kamu masih bisa sembuh. Jadi percayalah kalau kamu masih bisa hidup bersama keluargamu. Kemarin kamu bilang mau pergi ke pantai, yang dulu tempat awal jadian kita.” Ucap Dirta dengan tersenggak-senggak menahan air matanya keluar
“dirta, aku tidak akan pergi meninggalkanmu. Aku hanya ingin tidur sebentar saja, nanti kamu bisa bangunkan aku. Jadi Dirta jangan menangis lagi ya.” Jawab riri dengan meneteskan air mata
Beberapa menit kemudian kebahagiaan itu pun hanyut dalam tetsan air mata. Tepat pada pukul 13:00 siang itu aku menghembuskan nafas terakhirku. Tapi, disitulah aku menemukan kebahigaanku kembali yang sempat terhanyut dalam lautan kesedihanku. Aku hanya berpesan pada Dirta , jangan pernah menyerah. Aku di sini akan tetap cinta dan sayang padamu selamanya.