Setelah sepuluh tahun lamanya keluar dari sekolah SMA Angkasa, seorang pria bernama Alvian mengundang sepuluh alumni teman SMA-nya untuk reunian di sebuah vila yang dia punya.
Begitu acara reunian tiba, disana terdapat enam orang pria dan empat orang wanita, keempat orang wanita itu nampak sangat terperangah melihat penampilan Alvian yang jauh sangat berbeda. Dulu Alvian sangat culun, kutu buku, dan sering menjadi korban pembullyan, kini pria itu sangat terlihat tampan dan berkelas.
Hal tersebut membuat keempat wanita bersaing untuk bisa memikat hati dari seorang Alvian. Begitu juga dengan enam orang pria yang Alvian undang, nasib mereka kurang beruntung dari Alvian, ada yang hanya bekerja serabutan, pengangguran, dan ada juga yang bekerja sebagai karyawan biasa. Sehingga mereka berusaha untuk mendekati Alvian begitu tahu pria itu kini telah hidup sukses.
"Alvian, apakah kamu sudah menikah?" tanya Rina kepada pria tampan itu.
Alvian hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
Rina pun berseru, "Wah aku juga belum, setelah acara reunian ini, apakah kamu mau berkencan denganku?"
Mita langsung sewot, "Gak bisa lah, Alvian akan jalan denganku nanti."
Sinta dan Lena pun ikut merebutkan Alvian. Mereka tak rela jika Alvian berkencan dengan salah satu diantara mereka.
Alvian hanya tersenyum kecut, apakah mereka berempat tidak ingat bagaimana perlakuan mereka dulu terhadapnya, sering mengolok-oloknya dan menghina dirinya.
Begitulahlah seorang pembully, mereka mungkin melupakan atau pura-pura lupa terhadap apa yang pernah mereka lakukan pada orang yang sudah dia bully.
Tapi berbeda dengan orang yang menjadi korban pembullyan, mereka tidak akan pernah melupakan perlakuan mereka disepanjang hidupnya.
Begitu pun keenam alumni pria, mereka berusaha untuk mendekati Alvian, agar Alvian mau menawarkan pekerjaan pada mereka.
"Gak heran kalau lu jadi orang sukses, bro. Lu kan dari dulu memang pintar." Angga memuji Alvian, bersikap sok akrab dengannya.
Selain Angga, disana ada Yoga, Andre, Bayu, Vino, Revin, dan Soni.
Mereka semua berusaha untuk bersikap akrab pada Alvian. Semuanya tak lebih dari seorang penjilat, sama sekali tidak merasa bersalah dan enggan untuk meminta maaf terhadap apa yang pernah mereka lakukan dulu terhadapnya.
Saat ini mereka sedang makan malam bersama, sebuah makan malam dengan menu makanan mewah, membuat mereka semua sangat kagum terhadap Alvin.
"Makanannya sangat enak sekali, Alvian. Kamu benar-benar sukses sekarang. Kamu pasti sangat bahagia sekali." ucap Soni.
Alvian pun meletakkan garpu dan sendok yang dia pegang, dia tidak makan sama sekali nasi dan lauk yang ada di dalam piringnya. "Nyatanya aku sama sekali tidak bahagia, karena harus ada hutang yang kalian bayar kepadaku."
Semua orang yang ada disana nampak terkejut mendengar perkataan Alvian.
"Maksudmu?" tanya Andre, dia tak mengerti hutang apa yang dimaksud oleh Alvian.
Tiba-tiba saja semua yang ada disana merasakan kepala mereka pusing dan rasa ngantuk menyerang mereka.
"Ah mengapa kelapaku pusing sekali?" Bayu memijat-mijat pelipisnya.
Alvian hanya menyeringai, tak lama kemudian, mereka semua yang ada disana tak sadarkan diri.
****************
Yoga mengerjapkan kedua bola matanya, dia meringis merasakan kepalanya sangat pening, "Ah kepalaku!"
Yoga terkejut begitu menyadari bahwa kaki dan tangannya telah terikat oleh sebuah tali dengan posisi terduduk di lantai.
Yoga sangat panik dan ketakutan, dia memperhatikan lingkungan sekitar, rupanya dia kini sedang berada di sebuah gudang.
Yoga tak sengaja melihat ada pecahan kaca di gudang tersebut, dia terus menggeserkan tubuhnya, agar tangannya yang dalam kondisi terikat itu bisa menjangkau pecahan kaca tersebut.
Akhirnya Yoga berhasil meraih pecahan kaca, dia menggesekan pecahan kaca tersebut pada tali yang mengikat pergelangan tangannya secara berulang-ulang, sampai akhirnya bisa terlepas, walaupun telapak tangannya harus terluka.
Setelah melepaskan tali yang mengikat kedua kakinya, Yoga melangkah dengan pelan, dia keluar dari gudang. Namun, dia mendengar suara langkah seseorang, tidak salah lagi pasti suara langkah Alvian.
Mungkin Alvian masih membencinya karena dulu para sahabatnya pernah membullynya, walaupun sebenarnya dia tidak ikutan membully Alvian. Yoga segera masuk ke sebuah ruangan yang ada di dekatnya.
"Arrrgghh!"
Yoga terkejut melihat ada empat mayat perempuan disana dengan kondisi badan yang sudah tidak utuh. Tangan, kaki, kepala, dan anggota tubuh yang lainnya dalam kondisi terpisah. Lantai pun telah dibanjiri dengan darah.
Yoga mendengar suara seseorang membuka pintu, dia segera meraih tongkat bisbol yang ada disana.
Buukk!
Yoga pukulkan dengan keras tongkat bisbol itu pada kepala Alvian.
"Shhh!" Alvian meringis merasakan ada darah mengalir di pelipisnya. Dia merasakan kepalanya pening.
Hal tersebut digunakan kesempatan oleh Yoga untuk berlari, rasanya sangat menegangkan karena Alvian yang pakainnya telah berumuran darah mengejar dirinya sambil membawa pisau yang sangat tajam.
"Arrrgghh!"
Yoga terkejut kembali ketika melihat ada kepala Angga dan Soni bergelinding di lantai, dan tubuh mereka yang kondisinya yang sudah tidak utuh.
Namun, Yoga tak boleh menyerah, dia harus mencari jalan keluar untuk melarikan diri.
"Yoga, tolong!"
Yoga menghentikan langkahnya begitu mendengar suara Revin meminta tolong padanya, Revin adalah sahabat yang paling dekat dengan Yoga.
Yoga segera membalikkan badannya, dia melihat Revin yang sedang dicekal oleh Alvian, dengan meletakkan pisau di dekat lehernya.
"Alvian, aku mohon. Tolong lepaskan dia. Aku mohon." Yoga memohon dengan sangat agar Alvian mau melepaskan sahabatnya itu.
Rupanya hanya Yoga dan Revin yang masih hidup, yang lainnya sudah dibantai oleh Alvian.
Alvian tertawa, "Lalu bagaimana dengan kalian semua? Apakah kalian melepaskan aku ketika aku memohon-mohon meminta untuk dilepaskan? Apakah kalian tidak tahu bagaimana ketakutannya aku setiap hari harus mendapatkan perlakuan yang sangat keji dari kalian. Kalian menghajarku setiap hari, mencuri uang hasil keringat ibuku setiap hari, bahkan kalian mempermalukan aku dan menghina aku di depan umum?"
"Aku mewakili semua sahabat aku, aku minta maaf padamu, Alvian. Tolong maafkan kami. Aku mohon tolong lepaskan Revin." Yoga memohon maaf dengan sepenuh hati, sampai dia menyatukan kedua tangannya, meletakkannya di dada.
"Seharusnya dia yang meminta maaf padaku, karena kamu tak pernah ikutan membullyku. Hanya saja kamu telah membiarkan mereka membullyku, itu juga adalah sebuah kesalahan."
Setelah mengatakan hal itu, Alvian dengan bringas menggo-rok leher Revin.
"AAARRRGGGHHH!"
Revin menjerit kesakitan merasakan pisau tajam itu terus menggo-rok lehernya, dia tak dapat melawan karena kepalanya masih pusing pengaruh obat bius, lehernya mengeluarkan semburan darah merah yang kental.
Alvian tak peduli dengan rontaan dan badan Revin yang terus menggelinjang, dia menggo-rok lehernya sampai kepala pria itu terputus dari tubuhnya.
Yoga sangat shock melihat kepala Revin jatuh menggelinding ke lantai, dan tubuhnya pun ambruk ke lantai dengan bersimbah darah.
Alvian segera berlari untuk menyerang Yoga, Yoga tidak ada pilihan lain, dia harus melawan, sehingga terjadi perkelahian diantara mereka berdua.
Yoga berhasil menendang tangan Alvian, sehingga pisau yang dipegang oleh Alvian jatuh terlepas ke lantai.
Kini mereka berkelahi dengan tangan kosong.
Bugh!
Bugh!
Bugh!
Keduanya sangat kuat sekali, saling melayangkan pukulan demi pukulan ke bagian wajah dan perut, Yoga menendang tubuh Alvian dengan keras.
Alvian jatuh tersungkur ke lantai, dia segera bangkit sambil meraih pisau miliknya.
Sementara Yoga, dia segera meraih pedang yang terpanjang di dinding yang selalu dijadikan sebagai hiasan di villa tersebut.
Keduanya pun berlari untuk saling membunuh.
Jlebb!
Sehingga salah satu diantara mereka ada yang tertusuk, tepat pada bagian perut.
Besoknya...
Terdengar suara sirine ambulan dan mobil polisi menggema di kawasan villa tersebut, semua mayat yang sudah di muti-lasi segera diamankan dan dimasukkan ke dalam ambulan.
"Lapor, pak komandan. Hanya ada satu orang yang selamat." lapor seorang polisi kepada komandannya.
(novelnya ada dengan judul yang sama)